Posts

Showing posts from July, 2020

APA ARTI SEBUAH NAMA

Almarhum Papaku terlahir dengan nama Leonard Djami. Ia biasa disapa Leo oleh teman-teman sebayanya atau oleh Opa dan Oma. Sedangkan almarhumah Mama bernama Cornelia Djami-Loemnanu. Nama panggil yang biasa disematkan padanya adalah Corry. Tentunya juga oleh orang-orang seangkatannya. Profesi Papa adalah guru. Ia menjadi kepala sekolah sejak tahun 1962 hingga purnabakti tahun 1996. Sementara Mama, ibu rumahtangga asli. Papa berdarah Sabu. Mama berdarah Timor dan Portugis. Aku sendiri berdarah merah. Oleh mereka, Papa dan Mama, aku diberi nama: Yolis Yoskar Anderias Djami. Ini juga sekaligus adalah nama baptisku. Sebagian besar anak dari keluargaku memiliki nama yang terdiri dari paling sedikit dua rangkaian kata minus marga atau nama keluarga atau orang Kupang biasa menyebutnya, fam . Aku tidak mengetahui secara pasti mengapa nama kami, aku dan saudara-saudariku, begitu panjang. Mengingat nama Papa dan Mama pendek saja. Hanya satu kata. Aku pun tidak mempunyai data yang jelas dan a

WELCOME NYORA

Witeng tresno jalaran soko kulino . Pepatah Jawa ini mempunyai arti cinta itu timbul karena terbiasa. Yaitu terbiasa dengan sering bertemu. Sering bertatap muka. Juga terbiasa dengan sering berkomunikasi. Dengan kata lain, walaupun tidak suka. Tidak cinta. Tetapi kalau sering bertemu dan bercakap-cakap lama-kelamaan benih cinta itu akan tumbuh. Benih-benih suka dan cinta akan terus berkembang. Yang aku rasakan justru lebih. Karena pada dasarnya aku suka. Seperti bunyi ungkapan dalam bahasa Inggris: I was head over heels in love with her . Aku mabok kepayang. Ditambah lagi, kami sering bertemu. Maka ibarat api yang tadinya cuma sejilatan akhirnya menjadi berkobar. Frekwensi pertemuan yang paling sering adalah di kampus. Kami sering bertemu dan mengobrol di kantin atau taman di sekitar kampus atau perpustakaan. Dalam setiap pertemuan kami tidak hanya ngobrol . Kami juga tak jarang menyelesaikan tugas kuliah bersama-sama. Buktinya, kami lulus dan wisuda pada hari dan tanggal yang

NOW, WHAT?

Aku menginap di tempat tinggal Kak Jimmy di komplek DPR/MPR Senayan, Jakarta. Aku tinggal di sana selama beberapa bulan. Yang tinggal di sana rata-rata anggota DPR/MPR, kecuali aku. Hanya orang kampung yang lagi mengadu nasib di ibukota. Setelah beradaptasi selama kurun tertentu aku mengikuti PP IV (proyek perintis empat). Tes masuk perguruan tinggi (khusus IKIP) waktu itu. Hasilnya, luar biasa. Gagal total. Lalu apa selanjutnya? Pertanyaan itu terus-menerus menghantam kepalaku. Aku tak mau dan tak boleh menyerah. Semangatku tak boleh pudar. Tidak boleh lekang dan tidak boleh lapuk untuk mengejawantahkan cita-cita. Aku pindah ke rumah paman di Sunter-Kodamar, Komplek Angkatan Laut. Too Unu, begitu panggilan omku ini adalah anggota TNI Angkatan Laut. Too Unu telah almarhum yang meninggal tahun dua ribuan. Aku menganggur. Tidak sekolah, juga tidak bekerja. Maka hari-hariku kuisi dengan membaca dan membantu tante. Tugasku membersihkan rumah, mencuci perabot makan dan p

SEMBILAN

Hari ini tanggal dua puluh tujuh Juli tahun dua ribu dua puluh. Sebuah tanggal dengan angka-angka instimewa. Kalau tanggal hari ini saya jadikan angka maka akan nampak nomor-nomor seperti ini. 2-7-7-2-0. Sebaran nomor-nomor itu pada hakikatnya hanya dua angka. Sesungguhnya cuma terdiri dari angka dua dan tujuh. Yang saya sebut sebagai angka istimewa tadi. Nol tidak saya anggap. Saya abaikan karena tidak bernilai. Kosong. Angka dua dan tujuh di tanggal hari ini bila dijumlah adalah sembilan. Lalu angka tujuh dari bulan Juli dan angka dua dari tahun ini bila dijumlah sama dengan sembilan juga. Berarti angka dua tujuh tujuh dua adalah angka-angka istimewa. Ini bukan sebuah angka kebetulan. Angka-angka itu tetap seperti itu. Mau dibuat seperti apapun dua tetap dua. Tujuh tetaplah tujuh.   Semua angka tadi sama saja seperti itu. Jumlahnya menjadi sembilan adalah wajar. Karena tidak mungkin dua ditambah tujuh akan muncul nomor atau angka yang lain. Pasti sembilan, bukan? Pembaca ya

BISA BACA DI USIA TIGA TAHUN

Papaku adalah seorang guru rendahan sejak awal memulai karir hingga pensiun. Ia telah mengabdikan dirinya untuk mencerdaskan anak bangsa sejak tahun lima puluh tiga. Ia mengajar di kampung-kampung terpencil di sekitar Kupang. Ijinkan aku mengurai sedikit mengenai kepengajaran Papa. Sepenggal cerita yang kuambil dari otobiografinya yang selesai ditulis di bulan Januari tahun dua ribu dua belas. Tulisan sebanyak dua puluh tiga halaman yang belum dibukukan. Dari ceritanya itu aku mengutip beberapa alinea. Aku membahasakan kembali alinea-alinea itu dengan caraku membahasakannya. Aku menceritakan cerita Papa bahwa ia mengajar di pelosok-pelosok kampung. Garis besarnya begini! Papa menjadi guru honorer pertama kali di Sekolah Rakyat Liumata (Riumata) Baun, Amarasi ke arah Oepaha. Awal kiprah mengajarnya ini terjadi di tahun Sembilan belas lima tiga. Kemudian ia dipindahkan ke Sekolah Rakyat GMIT Bonipoi. Hanya dua bulan ia mengajar di Sekolah Rakyat ini. Lalu ia dipinda

OPA CAMPLONG

Selagi aku masih kecil – sekitar tiga hingga empat tahun, kami sering dikunjungi oleh Opa Camplong. Opa Camplong dipanggil Tuhan ketika aku masih di rantau. Masih menyelesaikan pendidikanku. Entah itu di tahun berapa. Kami memanggilnya demikian karena memang ia berasal dari sana. Tempat tinggalnya di daerah Camplong. Jarak tempat tinggal kami dan tempat tinggal Opa kira-kira dua puluhan kilometer. Tempatnya berada di sebelah utara tempat kami. Camplong adalah sebuah kawasan di kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur. Jaraknya dari Kupang, ibukota provinsi kurang lebih empat puluh lima kilometer. Ia berada di atas pegunungan yang membuatnya sangat sejuk. Kalau pembaca suatu ketika berada di Kupang Anda bisa berkunjung ke tempat wisata di sana. Ada kolam renang alam yang masih asri. Ia berada di antara beberapa pohon beringin yang usianya sudah ratusan tahun. Sangat rindang. Di sana juga ada tempat wisata yang menantang. Gunung Fatuleu. Pembaca akan dis

DUNIA MENYAMBUTKU

Suasana Natal masih terasa. Sementara pergantian tahun sedang berprosesi. Tahun yang lama telah ditinggalkan. Ambang tahun yang baru mulai mekar menguak. Setiap orang sedang berarak menapak memasuki tahun enam lima. Mereka terus bergerak membelakangi meninggalkan tahun enam empat. Orang-orang di kampungku sedang sibuk. Hilir mudik. Kunjung-mengunjungi sanak famili dan handai taulan untuk saling mengucap: “Selamat tahun baru.” Itu sudah merupakan suatu tradisi turun-temurun di sana. Di Noekele. Noekele sebenarnya adalah nama sungai. Sungai yang memisahkan dusun Kuanusapi dan Noekele. Sungai ini membentang mengular puluhan kilometer. Ia membawa mengalirkan air dari beberapa kampung dan berakhir dengan menuangkannya di sungai Roha. Kampungku ini berada di sisi sungai atau kali tersebut. Maka untuk memudahkan penamaannya para pendahulu memberi nama begitu. Mungkin juga agar mudah mengingatnya. Mereka – orang-orang di kampungku ini – menyebut nama kampungku sama seperti nama s

BOLEHKAH KUDUDUK DI SINI?

Seperti telah kuutarakan sebelumnya bahwa aku mengenal cinta waktu di SGO. Pada waktu itulah untuk pertama kalinya aku tahu dan merasakan jatuh cinta. Cinta yang telah berlalu semasa SGO itu merupakan suatu media atau wahana bersosialisasi bagiku. Media untuk lebih mengenal pesona pribadi perempuan sebagai makhluk lawan jenisku. Tetapi memasuki dunia kampus, cintaku sudah mengarah kepada keseriusan. Langkah awal proses perancangan kehidupan selanjutnya. Sub judul di atas merupakan pertanyaan yang kulontarkan kepada mantan pacar. Yang kini menjadi istri dan ibu dari anak-anakku. Itu kulakukan sebagai star awal melakukan penetrasi. Titik pangkal usaha untuk mengenal pribadinya lebih dalam. Itu terjadi ketika kami dan beberapa teman melakukan perjalanan ke Depok. Kami rame-rame naik bus kota. Di atas bus yang kami tumpangi, ia serius sekali membaca novel. Kebetulan bangku di sebelahnya kosong. Sekonyong-konyong terbersit ide untuk mendekatinya. Aku berniat mengisi bangku

CINTA=KENTUT

Cinta itu bagaikan kentut, Bila ditahan sakit perut, Kalau dilepas jadi ribut! Aku mengutip kata-kata itu dari dinding salah satu gubuk yang ada di sekitar kampusku. Gubuk-gubuk itu adalah tempat beristirahatnya para ball boys , pemungut bola. Mereka bekerja di kampus. Tapi di sore hari mereka menawarkan jasa sebagai pemungut bola tenis saat orang latihan. Waktu itu kira-kira tahun delapan empat. Karena kelelahan sehabis kuliah, aku mengaso sambil berbaring dalam gubuk tersebut. Secara kebetulan mataku mengarah ke bagian dinding yang ada goresan itu tadi maka kubaca. Aku membacanya puluhan tahun yang silam. Sekalipun sudah sangat lama rentang waktu sejak kubaca hingga sekarang, namun masih segar dalam ingatanku. Ia masih tetap kuingat karena cukup menggelitik. Menggelitik karena lucu namun sarat makna. Setidak-tidaknya itu menurut penilaianku. Tulisannya hanya dengan arang bekas. Tidak artistik. Hanya goresan seadanya yang menggambarkan emosi orang yang menulisny