BOLEHKAH KUDUDUK DI SINI?


Seperti telah kuutarakan sebelumnya bahwa aku mengenal cinta waktu di SGO. Pada waktu itulah untuk pertama kalinya aku tahu dan merasakan jatuh cinta. Cinta yang telah berlalu semasa SGO itu merupakan suatu media atau wahana bersosialisasi bagiku.

Media untuk lebih mengenal pesona pribadi perempuan sebagai makhluk lawan jenisku. Tetapi memasuki dunia kampus, cintaku sudah mengarah kepada keseriusan. Langkah awal proses perancangan kehidupan selanjutnya.

Sub judul di atas merupakan pertanyaan yang kulontarkan kepada mantan pacar. Yang kini menjadi istri dan ibu dari anak-anakku. Itu kulakukan sebagai star awal melakukan penetrasi. Titik pangkal usaha untuk mengenal pribadinya lebih dalam.

Itu terjadi ketika kami dan beberapa teman melakukan perjalanan ke Depok. Kami rame-rame naik bus kota. Di atas bus yang kami tumpangi, ia serius sekali membaca novel. Kebetulan bangku di sebelahnya kosong.

Sekonyong-konyong terbersit ide untuk mendekatinya. Aku berniat mengisi bangku kosong di sampingnya itu. Ia tidak melarang. Jadilah kami ‘bersanding.’ Ia cuek. Tidak mengacuhkanku. Matanya tertuju melulu ke buku. Ke bacaannya.
Melihat ketekunannya membaca, aku iseng lagi.

“Daripada baca, mendingan ngobrol, yuk!” Ajakku memecahkan kevakuman.

Ngobrolin apa?” Tanyanya seperti mengelak.

“Apa saja. Yang penting ngobrol,” jawabku setengah memaksa.

Ia menutup bukunya. Namun sorot matanya menjauh dariku. Ia memandang ke luar jendela. Aku bersabar sambil mencari cara yang lebih jitu untuk mengalihkan perhatiannya. At least, dia sudah tidak membaca buku lagi. Itu sudah merupakan isyarat bahwa aku diberi kesempatan untuk ‘beraksi.’

Menyadari dan mengetahui bahwa aku diberi lampu hijau, aku tancap gas. Aku kerahkan segala kemampuanku memainkan kata. Berakrobat kat demi memikat sang bidadari manis di sampingku.

Aku tidak menggombal karena itu bukan tipeku. Aku bukan seorang penggombal yang suka mengobral janji manis. Aku justru berhati-hati dalam mengeluarkan setiap kata. Aku tidak asbun (asal bunyi) atau hantam kromo.

Aku mengarahkan percakapan kami kepada hal-hal yang sifatnya natural. Yang ringan dan yang lucu. Segala sesuatu yang terjadi di sekitar kami pada saat itu. Hal-hal sederhana dan tidak serius. Tapi yang menyentuh sisi ruang batin. Percakapan itu mengalir lancar seturut ide yang muncul mengalir.

Aku menyatakan rasa suka dan keinginan untuk memilikinya. Aku nyatakan itu ketika kami berada di rumah teman yang kami tuju. Nembak. Kata para remaja atau anak muda milenial zaman now.

Waktu itu ia sendirian di ruang depan. Sementara yang lain sedang sibuk membantu tuan rumah menyiapkan hidangan untuk makan siang. Dia kudekati lagi. Kuajukan sebuah persepakatan gelap padanya.   

“Kalau mereka tanya bilang kita lagi pacaran, ya!” Kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku. Aku sampaikan kata-kata itu tanpa beban. Tanpa berpikir apa efeknya kelak. Aku menyatakan itu hanya secara refleks dan spontan semata.

Aku gemetar menahan napas menanti jawabannya. Kupikir dia marah. Ternyata sebaliknya. Ia tanpa ragu bilang: “Benaran juga nggak apa-apa.” Seeerrrr. Darahku mengalir deras seiring degup jantung yang dua kali lebih kencang dari biasanya. Aku bagai disambar geledek. Tapi aku berusaha menguasai diri.

Aku malah menganggap ia bohong. Karena dia dan aku, masing-masing kami berasal dari latar belakang sosial yang berbeda. Ia dari keluarga berada. Aku sendiri cukup ‘berada.’ Berada pada kondisi yang memprihatinkan.

Aku berada pada garis batas kemelaratan. Sebuah zonasi yang kata orang Sabu: Era nga’a, nga’a; era nginu, nginu; pia’do, a’do. Bila diterjemahkan secara bebas kira-kira artinya: Kalau ada makan dan minum, dinikmati; bila tidak, ya, bengong.

Pertemuan itu pun usai. Kami masing-masing kembali ke ‘habitat’ sendiri-sendiri. Kami berpisah di stasiun Gambir. Pulang ke rumah masing-masing dengan kesan yang membekas. Entah dia? Entah mereka?

Aku sendiri merasa sangat terkesan. Sungguh berkesan. Pertama, bertambah perbendaharaan tempat satu lagi bagiku. Aku dapat melihat daerah baru yaitu Depok. Kedua, aku telah satu langkah usaha memperpendek jarak untuk mendapatkan idaman hatiku.

Comments

Popular posts from this blog

TIDAK PAKE JUDUL

POIRHAQIE de KRISSIEN

TERKONDISI SEBAGAI ORANG SISA-SISA