BISA BACA DI USIA TIGA TAHUN
Papaku adalah
seorang guru rendahan sejak awal memulai karir hingga pensiun. Ia telah
mengabdikan dirinya untuk mencerdaskan anak bangsa sejak tahun lima puluh tiga.
Ia mengajar di kampung-kampung terpencil di sekitar Kupang.
Ijinkan aku
mengurai sedikit mengenai kepengajaran Papa. Sepenggal cerita yang kuambil dari
otobiografinya yang selesai ditulis di bulan Januari tahun dua ribu dua belas. Tulisan
sebanyak dua puluh tiga halaman yang belum dibukukan.
Dari ceritanya itu
aku mengutip beberapa alinea. Aku membahasakan kembali alinea-alinea itu dengan
caraku membahasakannya. Aku menceritakan cerita Papa bahwa ia mengajar di
pelosok-pelosok kampung.
Garis besarnya begini!
Papa menjadi guru
honorer pertama kali di Sekolah Rakyat Liumata (Riumata) Baun, Amarasi ke arah
Oepaha. Awal kiprah mengajarnya ini terjadi di tahun Sembilan belas lima tiga.
Kemudian ia
dipindahkan ke Sekolah Rakyat GMIT Bonipoi. Hanya dua bulan ia mengajar di Sekolah
Rakyat ini. Lalu ia dipindahkan lagi ke Sekolah Rakyat yang baru didirikan di
Fatukoa.
Pada tahun lima
enam ia diangkat sebagai PNS dan ditempatkan di Sekolah Rakyat GMIT Noekele.
Tahun enam empat hingga enam tujuh Papa diberi amanah menjadi kepala Sekolah
Rakyat GMIT Noekele.
Tahun enam tujuh ia
merintis esde negeri Besleu. Selain sebagai guru, ia pun sebagai kepala
sekolahnya. Papa mengabdi hingga tahun tujuh puluh satu. Ia dipindahkan lagi ke
esde negeri Raknamo sejak tujuh satu hingga pensiun di tahun sembilan enam.
Karirnya sebagai
guru dijalani selama sebelas tahun. Selanjutnya ia diberi tanggung jawab
sebagai kepala sekolah. Tugas tambahan sebagai kepala sekolah ini diemban Papa
sejak tahun enam empat hingga pensiun di tahun sembilan enam.
Dari penggalan
cerita Papa itu aku dapat satu kesimpulan bahwa Papa adalah guru di pedalaman.
Tempat-tempat yang tidak ada akses informasinya. Tempat mengabdi yang tidak memiliki
fasilitas. Baik infrastruktur maupun penunjang lainnya seperti buku ajar.
Karenanya sebagai
guru di pedalaman Papa selalu mencari kiat-kiat demi membelajarkan anak. Ia
membuat sendiri materi mengajar dan media pembantu untuk memudahkan proses
belajar anak.
Tidak hanya sarana
prasana yang kurang. Tenaga guru pun tidak mencukupi untuk melayani anak-anak. Akibatnya
Papa harus bertanggung jawab mengajar di beberapa kelas dengan jenjang yang
berbeda. Termasuk kelas satu.
Papa membuat buku
materi khusus untuk kelas satu. Sangat sederhana. Ia menggunakan kertas-kertas
bekas. Hasil coretan di kertas bekas itu dijadikan satu kemudian menyampulnya
dengan karton bekas pula. Jadilah buku pegangan.
Papa mengkreasikan tulisan
tangan itu dengan spidol yang beraneka warna. Hampir setiap hari Papa peras
pikiran dan tenaga untuk menyelesaikan buku itu. Ia menulis huruf dan angka
dalam ukuran besar agar mudah terbaca dari jauh sekalipun. Dari para siswa yang
duduk di barisan belakang.
Papa memulai
bukunya dengan huruf-huruf vokal. Ditulis dengan berbagai ukuran dan bentuk. Papa
juga memberi warna yang berbeda-beda sehingga menarik untuk dilihat. Selain
mudah, juga menarik di mata anak-anak.
Kemudian konsonan. Baru
Papa gabungkan konsonan dan vokal. Akhirnya dalam bentuk kata. Mulai dari kata
yang paling sederhana dan mudah diucapkan. Sampai kata-kata yang sulit.
Dalam setiap
pembuatannya aku selalu ada. Aku selalu mendampingi Papa. Aku kagum dan
tertarik dengan bentuk dan warnanya. Coretan-coretan itu merangsangku untuk
selalu bertanya dan terus bertanya.
Setiap pertanyaanku
dijawabnya dengan baik. Sekalipun serius ia mengukir huruf dan kata-kata itu ia
tetap menjawab apa yang kutanya. Semakin sering dijawab semakin penasaran aku
dibuatnya. Aku terus mengejarnya ingin tahu apa yang sedang dibuat.
Keingintahuanku begitu
besar. Bahkan sangat besar. Dan juga
karena direspon dengan cara yang cukup sabar dan menarik maka secara tidak
langsung aku telah belajar. Tak heran ketika buku itu selesai akupun telah
mampu membaca kata-kata sederhana.
Papa sukses
membuatku belajar tanpa sengaja. Belajar dan bisa baca di usia belum sekolah.
Bisa baca kata-kata sederhana yang pada masa itu masih tergolong susah untuk
anak kelas satu.
Aku telah mampu
melafal dengan jelas dan benar. Juga mampu menuliskannya tanpa hambatan berarti.
Terima kasih Papaku, guruku, sahabatku!
Comments
Post a Comment