APA ARTI SEBUAH NAMA

Almarhum Papaku terlahir dengan nama Leonard Djami. Ia biasa disapa Leo oleh teman-teman sebayanya atau oleh Opa dan Oma. Sedangkan almarhumah Mama bernama Cornelia Djami-Loemnanu. Nama panggil yang biasa disematkan padanya adalah Corry. Tentunya juga oleh orang-orang seangkatannya.

Profesi Papa adalah guru. Ia menjadi kepala sekolah sejak tahun 1962 hingga purnabakti tahun 1996. Sementara Mama, ibu rumahtangga asli. Papa berdarah Sabu. Mama berdarah Timor dan Portugis. Aku sendiri berdarah merah.

Oleh mereka, Papa dan Mama, aku diberi nama: Yolis Yoskar Anderias Djami. Ini juga sekaligus adalah nama baptisku. Sebagian besar anak dari keluargaku memiliki nama yang terdiri dari paling sedikit dua rangkaian kata minus marga atau nama keluarga atau orang Kupang biasa menyebutnya, fam.

Aku tidak mengetahui secara pasti mengapa nama kami, aku dan saudara-saudariku, begitu panjang. Mengingat nama Papa dan Mama pendek saja. Hanya satu kata. Aku pun tidak mempunyai data yang jelas dan akurat perihal ini.

Entah dari mana mereka mendapatkan inspirasi untuk menamai kami sedemikian panjang. Namun tak apalah. “Apa arti sebuah nama,” kata sastrawan kondang asal Inggris, Shakespeare.

Nama keluarga atau marga atau fam Papa adalah Djami. Maka seterusnya hingga sekarang, bila aku menulis identitas, kata “Djami” senantiasa menempati “kavling” paling akhir namaku. Sedangkan nama kecilku semasa di kampung adalah Olis. Cukup dengan menghilangkan inisial “Y” saja.

Selain nama itu, aku juga mempunyai nama panggil yang lain. Ini adalah pemberian teman-teman yang menurutku tidak merugikan dan juga tidak memalukan, Joy K. Morgan. Itulah nama samaran atau apalah sebutannya. Dalam beberapa tulisan biasa kupakai nama ini.

Joy artinya kegembiraan. Sukacita. Dengan demikian diharapkan orang yang menyandang nama itu memiliki sifat gembira. Selalu senang menciptakan suasana sukacita. Aku berharap sebagai pemilik nama itu aku telah memenuhi makna yang tersirat di dalamnya.

Joy adalah pemberian Fahmy Fachrezzy.[1] Ia pernah menjadi pembawa acara sekaligus instruktur Prima Raga. Sebuah acara beken di salah satu stasiun televisi swasta yang keren di tahun 90-an.

Dia memanggilku begitu dengan alasan nama asliku terlalu panjang untuk diucap. Sedangkan bila dipenggal kedengarannya tidak mengenakkan di telinga. Jadilah aku dipanggil Joy sejak saat itu. Tahun pertama memasuki dunia kampus IKIP Jakarta, 1983.

K singkatan dari Kelly yang kubuat sendiri yang sebenarnya berasal dari kata keling. Namun agar kedengarannya tidak terlalu “fulgar” aku mengubahnya menjadi Kelly saja. Seolah-olah nama ekspatriet, orang bule.

Keling berasal dari kata bahasa Jawa yang artinya hitam. Nama Keling diberikan oleh istriku tercinta, Ayu. Itu terjadi ketika kami – aku dan dia – masih berpacaran. Ia memanggilku dengan sebutan keling karena warna kulitku yang legam. Malah nyaris gosong akibat selalu tertimpa sinar matahari. Maklum, orang lapangan.

Sedangkan Morgan aku tambahkan sendiri. Morgan merupakan sebuah akronim. Penambahan akronim Morgan itupun terdorong oleh penilaian orang-orang sekelilingku. Mereka bilang aku ganteng. Katanya. Kata mereka. Sorry, aku tak bermaksud menyombongkan diri. Tapi itu dulu.

Aku berasal dari Timor. Orang Timor asli. Maka kugandengkan penggalan Mor dari kata Timor dan Gan dari kata ganteng sesuai apa kata orang-orang. Jadilah Morgan, timor ganteng. Nggak jelek, kan?



[1] Dr. Fahmy Fachrezzy, M.Pd., adalah dosen senior di Universitas Negeri Jakarta. Beliau ahli senam fitaerobik (penatar, pelatih dan wasit), pelatih fisik nasional  Atletik dan Badminton, juga pemegang sabuk hitam (Dan III) Tae Kwon-Do. Ia adalah pendiri dan pelatih utama Tae Kwon-Do UNJ Sejak tahun 1984.


Comments

Popular posts from this blog

TIDAK PAKE JUDUL

POIRHAQIE de KRISSIEN

TERKONDISI SEBAGAI ORANG SISA-SISA