NOW, WHAT?


Aku menginap di tempat tinggal Kak Jimmy di komplek DPR/MPR Senayan, Jakarta. Aku tinggal di sana selama beberapa bulan. Yang tinggal di sana rata-rata anggota DPR/MPR, kecuali aku. Hanya orang kampung yang lagi mengadu nasib di ibukota.

Setelah beradaptasi selama kurun tertentu aku mengikuti PP IV (proyek perintis empat). Tes masuk perguruan tinggi (khusus IKIP) waktu itu. Hasilnya, luar biasa. Gagal total. Lalu apa selanjutnya?

Pertanyaan itu terus-menerus menghantam kepalaku. Aku tak mau dan tak boleh menyerah. Semangatku tak boleh pudar. Tidak boleh lekang dan tidak boleh lapuk untuk mengejawantahkan cita-cita.

Aku pindah ke rumah paman di Sunter-Kodamar, Komplek Angkatan Laut. Too Unu, begitu panggilan omku ini adalah anggota TNI Angkatan Laut. Too Unu telah almarhum yang meninggal tahun dua ribuan.

Aku menganggur. Tidak sekolah, juga tidak bekerja. Maka hari-hariku kuisi dengan membaca dan membantu tante. Tugasku membersihkan rumah, mencuci perabot makan dan pakaian. Itu tak menjadi masalah. Aku melakukannya dengan sukarela dan sukacita. Ikhlas.

Uang yang masih tersisa bekal dari kampung kupakai mendaftarkan diri mengikuti kursus bahasa Inggris. Tempatnya di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Nama kursusnya Jaya College. Letak tepatnya di seberang Pasar Cempaka Putih.

Gedungnya persis bersebelahan dengan gedung Gereja Elim Cempaka Putih. Aku memilih itu karena menurutku bahasa Inggris dibutuhkan di semua lini pekerjaan. Maka hari-hari kuisi dengan belajar bahasa Inggris. Entah baca, entah dengar lagu.

I took the course for about eight months only. I couldn’t continue it any further for I didn’t have money to pay the tuition fee. I had passed it and had got my local intermediate diploma as well. I had successfully passed it with a good grade. Begitulah!

Sambil kursus aku mengasah keterampilanku dengan membaca buku-buku cerita berbahasa Inggris. Ya, nggak jeleklah! Karenanya waktu teman Om Jimmy, saudara sepupu tante, mampir di rumah akulah yang menemani. Aku yang menjadi penerjemahnya. Aku yang mendampingi ke mana mereka pergi. Mereka berasal dari benua Kanguru, Australia.

Sepanjang aku tinggal bersama Too Unu segalanya berjalan natural dan bersahabat. Sampai suatu ketika Toni, anaknya yang paling kecil demam (kurang sehat). Waktu itu dia berusia kira-kira lima tahun.

Hanya kami berdua yang ada di rumah. Yang lainnya pergi ke kantor atau sekolah. Sedangkan tante sedang berbelanja ke pasar. Toni, adik sepupuku ini berbaring di sofa. Aku menemaninya sambil mengerjakan PR Inggrisku.

Setelah pulang dari pasar aku didiamkan saja oleh tante. Entah kenapa. Tidak seperti biasanya. Aku sungguh tak tahu duduk persoalannya. Berselang beberapa waktu kemudian baru aku tahu bahwa pada waktu itu ia sedang mengigau dan berhalusinasi seolah aku memukulnya.

Mungkin pengaruh panas badannya. Itu dugaanku. Aku didakwa oleh om untuk mengaku bahwa aku memukul Toni. Menurut pamanku itu adalah akar permasalahan yang membuat tante tidak mau mengajakku bicara baik-baik sebagaimana sedia kala.

Aku pindah dan tinggal bersama keluarga Tante Nona dan Om Roni di Cempaka Baru, Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Aku tak diberi kesempatan untuk mengklarifikasinya. Aku mencoba mengintrospeksi diri. Adakah aku melakukan sesuatu yang tidak berkenan kepadanya? Ternyata tidak.

Karena pagi hari sebelum berangkat ke pasar, ia masih berpesan kepadaku untuk menjaga Toni. Dan yang membuatku tidak mengerti adalah kenapa tante tidak menanyakannya kepadaku?

Pertanyaan itu merupakan misteri hingga kini. Tapi biarlah sudah. Itu sudah berlalu. Dan aku pun tak mau memikirkannya lagi. Biarlah ia berlalu bersama angin. Biarlah ia menjadi sejarah hidup. Aku suka kata-kata Inggris ini: “What is passed is done with.

Pada bulan Juni tahun 1983 aku mencoba sekali lagi mengikuti proyek perintis empat. Proyek perintis ini adalah yang terakhir. Karena selanjutnya tes masuk perguruan tinggi diganti namanya menjadi Sipenmaru – seleksi penerimaan mahasiswa baru.

Aku mengambil jurusan Sosiologi Keolahragaan sebagai pilihan pertama. Pilihan keduanya adalah Sastra Inggris. Berkat kemurahan Tuhan aku diterima di Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (FPOK) IKIP Jakarta di jurusan Sosiologi Keolahragaan sesuai pilihan.

FPOK telah berganti nama menjadi FIK (Fakultas Ilmu Keolahragaan). Dan IKIP Jakarta berubah menjadi Universitas Negeri Jakarta. Perubahan itu dilakukan oleh Pemerintah pada tahun 1999. Gedungnya berseberangan dengan gedung LAPAN dan Arion Plaza.

Namaku tercantum di lembaran pengumuman dengan nomor kelulusan 283-52-03294. Proses penyelesaian administrasi cukup panjang dan berliku. Aku telah resmi menjadi mahasiswa dengan nomor registrasi: 6283312547.

Aku berhenti kursus lantaran biaya. Ketika aku menyatakan niatku ini pemilik kursus justru memberi pengurangan biaya. Dia lakukan itu gar aku tetap bisa melanjutkan ke level berikut.

Pengurangan biaya itu diberikan kepadaku karena prestasi yang aku tunjukkan selama belajar di sana. Sekalipun begitu namun aku tetap masih keteter soal dana. Aku tak sanggup bayar.

I, completely, stopped and was quit from the college. But to sharpen my English skills as well as to enrich my knowledge I kept reading story books. English story books. By this way I hope that I can be able to prove my skills.

Comments

Popular posts from this blog

TIDAK PAKE JUDUL

POIRHAQIE de KRISSIEN

TERKONDISI SEBAGAI ORANG SISA-SISA