AU AOK BIAN
![]() |
Ilustrasi: sonora.id. |
Penduduk terbanyak
atau mayritas di Tilong adalah dari suku Timor. Ada yang warga asli karena
lahir besar di sana. Tetapi ada juga suku Timor yang pendatang. Ada yang
berasal dari TTS, TTU, Belu, Amarasi dan beberapa daerah linnya.
Tetapi semakin
hari kian ada perubahan signifikan. Penduduk Tilong tidak lagi hanya dimonopoli
oleh masyarakatTimor. Sudah banyak pula orang luar pulau Timor yang tinggal di
sana. Malah ada juga orang dari luar NTT yang menjadi penduduk Tilong.
Memang bukan
hanya Tilong yang penduduknya beragam latar belakang. Di seluruh Indonesia,
penduduknya sudah heterogen. Artinya sudah sulit memilah memisah mana penduduk
asli mana yang pendatang. Atau orang bilang pribumi dan non pribumi.
Sebab semua
orang Indonesia berhak tinggal di mana saja di seluruh wilayah NKRI. Maka
rasanya sudah tidak pada tempatnya dan waktunya untuk mengenakan istilah itu
pada seseorang. Istilah pribumi non pribumi sudah saatnya dihapus dari
perbendaharan kata kita. Kata yang selama ini melekat tetap di kepala orang
Indonesia.
Sebagai
contoh. Ada beberapa anggota masyarakat Indonesia yang berasal dari
mancanegara. Mereka tidak lahir besar di Indonesia. Tetapi akhirnya ia
memutuskan dan memproklamirkan diri sebagai anak bangsa. Lalu dia berkeluarga
dengan orang Indonesia dan melahirkan keturunan Indonesia. Masihkan kita sematkan
nonpri padanya?
Atau mungkin
saudara-saudara kita yang tidak berkeluarga. Karena mereka adalah para Imam
atau rohaniwan yang memang tidak dibolehkan menikah. Walau dari Negara lain,
tapi sudah puluhan tahun menjadi orang Indonesia. Dan dalam kesehariannya
selalu berkarya untuk Indonesia. Masih pantaskah disebut warga non pribumi?
Karena itu,
sebaiknya istilah penyekat itu dibuang saja. Sebab ia terkadang menjadi menjadi
pemicu pertikaian. Ia menjadi tembok pemisah yang merusak keutuhan bangsa.
Menurutku, kalau seseorang sudah tinggal di wilayah NKRI dan memiliki KTP
adalah orang Indonesia.
Begitu pun di
Tilong. Aku tak ingin mengenakan sebutan itu lagi. Yaitu warga pribumi dan non
pribumi atau pendatang. Sebab dengan pemakaian istilah itu, kita menempatkan anak
bangsa ke dalam kelas-kelas sebagai warga nomor satu, dua, tiga dan seterusnya.
Pekerjaan atau
profesi masyarakat Tilong itu beragam. Ada petani, pegawai negeri maupun
swasta. Ada juga pengusaha, aparat kepolisian atau tentara. Mereka semua
memberi sumbangsih bagi kemakmuran kampung Tilong. Karena mereka, Tilong maju.
Bila demikian,
perlukah mengkotak-kotakkan mereka ke dalam sikap primordialisme? Bukankah
lebih baik dan bermartabat bila mereka dibiarkan hidup dalam dunianya demi
kemaslahatan Tilong? Sebab mereka semua telah saling bergandengan tangan
memajukan Tilong. Mereka semua telah melupakan bahkan memangkasa kesukuannya
demi Tilong. Bukankah ini sebuah harmoni yang patut ditiru? Indonesia marilah
belajar bermasyarakat dari orang kampung di Tilong!
Karena itu,
kami di Tilong lebih memilih menyebutnya dengan istilah: Au aok bian. Seperti judul yang bertengger di atas tulisan ini.
Sebutan itu berperan sebagai alat penghapus untuk menghilangkan sekat dan
tembok pemisah yang kontra produktif itu.
Mereka yang
pribumi tidak lagi bertepuk dada dan menonjolkan diri sebagai warga elit.
Pendatang tidak pula dikelompokkan ke dalam ruang nonpribumi sebagai
orang-orang nomor kesekian. Mereka malah bersatu dalam keberagaman demi
memajukan Tilong. Orang Inggris menyebutnya: Unity in diversity. Atau dalam bahasa latinnya: E pluribus unum yang menjadi moto
Amerika Serikat.
Begitu, teman.
Jadi kami lebih senang memaki kata: Au
aok bian. Apa gerangan arti kata itu dan dari mana datangnya? Ia adalah
kosakata bahasa Timor. Arti hurufiahnya adalah: Sebelah badan/tubuhku.
Arti yang lebih
mendalam dari tiga kata bahasa Timor itu adalah: Sanak saudaraku. Oleh karena
itu, mereka bukan lagi orang lain. Mereka adalah darah dagingku. Mereka adalah
aku. Seperti sepenggal syair dalam lagu karya grup band Noah: Separuh
aku dirimu!
Tabe, Pareng, Punten!
Tilong-Kupang, NTT
Snin, 27 September 2021 (16.50 wita)
Mantap.
ReplyDeleteSangat Luar Biasa.
Semoga Persaudaraan tetap terjalin dengan Damai untuk bersama membangun Tilong dan memajukan Indonesia.
Ya. Amin! Semoga DOA Bu Tiwi didengàr Tuhan.
DeleteTerima Kasih banyak, Bu karena sudah membaca n tinggalkan komentar. Gb!
Luar Biasa, ternyata Bapak Dosen fans juga sama Grup band Noah 👍👍👍
ReplyDelete😆😆😆
DeleteBegitulah. Semua keren Saya suka. Thanks so much for you have read it ànd post a comment as well. Gb!