MINUM KOPI


Minum kopi itu menyenangkan. Mengasikkan. Santai. Memberi inspirasi bagi yang terbiasa. Kopi adalah salah satu minuman persahabatan. Minuman pergaulan. Minuman pengikat persaudaraan. Minuman yang bisa membuat orang betah berlama-lama. Dengan kopi orang bisa mengobral ngobrol berjam-jam.
Kata mereka yang pecinta sejati, kopi paling enak diminum di pagi hari sekali atau di sore hari. Kenikmatan saat minum kopi ada di seruput pertama dan terakhir. Seruput pertama ketika kopinya masih panas sekali. Berasap. Dan yang terakhir ketika kopi sudah dingin. Seruputan yang membuat di dalam gelas atau cangkirnya tinggal ampas.
Dari cara minum kopi mencetuskan cara menyeduhnya. Yang normal adalah sesudah menuang air panas langsung diaduk. Ada juga hanya didiamkan sembari ditutup rapat biar uapnya terperangkap. Itu yang membuat sedap. Adalagi yang diracik secara orang meluruskan benang. Mereka namakan kopi tarik. Ada pula yang menyeduhnya dengan cara dikocok-kocok.
Kopinya sama. Tapi dia memberi inspirasi kepada banyak orang. Inspirasi untuk menciptakan gaya masing-masing. Gaya dalam menyeduh. Gaya dalam menyajikan. Gaya dalam menikmati. Berjuta gaya. Berjuta rasa.
Seperti temanku ini. Caranya memesan kopi berbeda dari yang lain. “Bu, minta kopinya setengah gelas saja.” Setelah ada di depannya dia mengaduk-aduk sebentar lalu dirasakan sedikit di ujung sendok. Dia berespon: “Bu, kemanisan. Tambahkan air panasnya.” Gelasnya menjadi penuh. Tersisa ruang sedikit di bagian atas bibir gelas.
Kembali lagi dia menarikan sendok membuat putaran pusaran air hitam dalam gelas. Lalu mencedok dengan ujung sendok dan menyentuhkannya ke ujung lidahnya. Dia bilang lagi: “Adoh, airnya kebanyakan. Kurang manis. Tolong gulanya dikit.” Dia pun memberi pujian keren: “Nah, yang kayak gini. Rasanya mantap kali nih, Bu!”
Kopinya dia nikmati dengan sedapnya. Sambil menyeruput dia bercerita dengan orang-orang yang ada di sekeliling meja. Mempercakapkan apa saja. Percakapan khas produk warung kopi. Ketika akan membayar dia pertegas sebelum transaksi. “Berapa, Bu, kopi setengah gelas. Padahal yang diminumnya segelas penuh. Gara-gara kopi ia kreatif.    
Kopi bisa diperoleh di berbagai tempat. Mulai dari warung sederhana hingga di restoran berkelas. Dari gerobak pinggir jalan hingga ruangan nyaman hotel berbintang. Dari yang tradisional hingga internasional.
Ada yang bilang kopi pengusir ngantuk. Kopi bisa membuat orang melek sepanjang malam. Berhari-hari tidak tidur. Ada lagi yang biarpun minum kopi segelas besar biasa saja. Sehabis minum tidur saja. Tetap tidur normal. Tidak ada pengaruh apa-apa.
Temanku yang lain mempunyai pengalaman itu. Minum kopi untuk menyingkirkan melenyapkan kantuk. Dia terbiasa bergadang berhari-hari untuk menyelesaikan tugas. Menyelesaikan gambar tugas keahliannya sebagai calon arsitek. Selesaikan tugas ditemani kopi.
Kopi sudah dipersiapkan sejak pagi. Diletakkannya di dekat meja gambarnya agar gampang dijangkau kalau perlu. Di meja lainnya. Bukan di meja gambar supaya tak mencelakakan kalau tumpah. Fokusnya tetap pada gambar arsitektur jelimet dengan hitung-hitungan rumit yang harus persis presisi.
Ia menyeruput sekali-sekali tanpa melihat yang diminumnya. Sesudah menyeruput ia letakkan kembali di tempatnya tanpa melihat gelas yang diletakkan. Mata tetap fokus mengawasi pada gambar. Sebab gambar ini harus diserahkan besok. Tugas akhir yang menentukan layak tidaknya dia menjadi seorang arsitek.
Akhirnya selesai juga gambarnya. Tugas akhir demi meraih predikat sarjana arsitek. Ia merapikan semuanya. Gambarnya digulung rapi siap untuk diserahkan besok. Meja gambar dibersihkan dirapikan. Termasuk semua beda di ruang itu dirapikan. Kopi dalam gelas juga. Semua beres.
Ia mau baring sebentar menunggu matahari berseri. Sebelum itu ia memantau telepon pintarnya. Siapa tahu ada berita terbaru dari kampus tentang tugas. Sambil menyentuh layar telepon genggamnya ia menggenggam gelas kopi membawanya ke mulut.  
Ingin menghirup seruput terakhir sebelum gelas disingkirkan. Menyeruput tanpa melihat. Entah apa yang terbawa ke dalam kerongkongan. Tak sampai berlabuh di lambung ia sudah terlontar keluar. Malah semua yang ada di dalam perut tersumbur semburat ke luar berhambur.
Setelah diselidik ternyata seekor pelahap nyamuk yang biasa melata di tembok. Rupanya ia juga menikmati kopi sang calon arsitek. Sayangnya ia tidak minta ijin pemiliknya terlebih dahulu. Malah dia ngekos berdiam dalam gelas bermalas-malas. Saat yang punya kopi menyeruput justru ia memprotes meronta-ronta di tenggorokan. Kopi bisa menjamu tamu tak diundang.
Aku pun seorang pengagum dan pecinta kopi. Setiap hari aku minum kopi. Minum kopi sambil kerja ataupun minum kopi saat santai. Akibat pertemanan yang terus-menerus itu aku cukup waham soal kopi. Bahkan aku bisa mengkategorikan nikmat tidaknya kopi hanya dengan menghirup aromanya saja.  
Selain pecinta kopi, akupun pecinta kebersihan. Aku tak betah melihat lingkungan jorok. Kotor. Bagiku kopi dan kebersihan memiliki pertalian yang padu. Saling melekat erat satu dengan yang lainnya. Mereka bertautan berikatan secara kohesif. Kopi dan lingkungan adalah kembaran yang padan.
Minum kopi di lingkungan yang asri menambah selera menikmati. Menyeruput nikmat rasa kopi melewati saluran penelan. Menghirup udara segar melewati saluran pernapasan. Dua-duanya menimbulkan kesan sensasi yang serasi. Sebaliknya kurang mantap bila minum kopi di situasi yang tak rapi.
Oleh karena itu, setiap pagi aku bersihkan terlebih dahulu sekitar rumah baru minum kopi. Biasanya setelah bersih, sampah yang terkumpul aku bakar. Kalau sampahnya ludes baru aku ambil kursi duduk di bawah salah satu pohon. Duduk di situ menghirup udara dan juga kopi.
Itu tugasku setiap hari. Bukan tugas. Tapi kegiatan yang senang aku lakukan kecuali aku keluar kota. Atau jika aku sakit yang tidak bisa beranjak dari ranjang. Bila demikian maka biasanya diambil alih oleh istri anak-anak.
Aku biasa membersihkan halaman sembari memasak air panas. Jadi sebelum ke halaman aku ke dapur untuk masak air. Aku tuang air ke panci yang biasa kupakai kemudian letakkan di atas kompor yang sudah kunyalakan. Makhlum kompor minyak tanah jadi harus nyalakan dahulu. Air aman, aku keluar dan bersihkan halaman.
Begitu halaman bersih air juga matang. Kopi pun kuseduh dan kubawa keluar. Duduk rileks di bawah pohon menghirup kopi dan udara pagi yang segar. Sambil menghirup kopi dan udara aku menanti siraman cahaya mentari pagi.
Setelah minum kopi, hirup udara pagi dan mandi cahaya mentari baru aku mandi pagi. Aku bersih-bersih diri di kamar mandi. Mengganti pakaian baru aku berangkat kerja. Itu rutinitasku. Siklus hidup yang selalu dan senantiasa kulalui. Tak berubah hingga entah kapan.
Hari ini siklusnya berbeda. Berubah. Setelah halaman rapi. Sampah-sampah telah terkumpul di tempat yang biasa. Aku lenyapkan dengan api. Semua tumpukan sampah masih menyala. Aku terasa lelah sekali. Aku mau rehat tapi tidak duduk di bawah pohon. Aku masuk rumah dan istirahat di tempat tidur.
Sambil menuju tempat tidur aku mampir dapur untuk cek air. Tapi belum mendidih. Aku tidak jadi menyeduh kopi. Aku hanya memesan pada istriku supaya tolong dibuatkan kopi kalau airnya sudah mendidih. Matang. Kalau kopi sudah siap, tolong juga aku dibangunkan.
Aku duduk di bibir ranjang. Sekali lagi kupesan: “Ma, jangan lupa buatkan kopi trus bangunkan kalau sudah siap!” Aku memanjangkan badan dan tidur. Aku mendengar sayup suara istriku menjawab: “Iya, Pa!” Aku terlelap.
Di dalam tidur aku melihat jelas api dari tumpukan sampah masih menyala. Istriku telah selesai menyeduh kopi. Ia meletakkannya di atas meja yang biasa. Aku juga menyaksikan dia datang ke arahku dan membangunkan.
Aku hanya diam. Aku tak bereaksi, dia panik. Anak-anak dipanggil berdatangan. Mereka menangis di depanku. Aku tak menggubris. Karena itu hanya tubuhku yang membujur. Aku telah kembali ke rumahku yang sesungguhnya.

 Cerpen ini kudedikasikan untuk mengenang almarhum Papa Thobias Djami.


Yolis Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Kamis, 28 Mei 2020 (20.02 wita)

Comments

  1. Dari Kopi kita belajar bahwa, bahwa rasa pahit itu dapat dinikmati.

    Mantap pak ceritanya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ya. Kopi memberi inspirasi spesial!

      Thanks for the comment!

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

POIRHAQIE de KRISSIEN

BELAJAR = PEMAKSAAN PEMBIASAAN DIRI

TIDAK PAKE JUDUL