TUHAN LEBIH SAYANG
![]() |
Ilustrasi: filsafat.id. |
Tuhan lebih sayang
adalah sebuah pernyataan kepasrahan atas kedaulatan kekuasaan-Nya. Ia berdaulat
atas semua ciptaan-Nya, yaitu langit dan bumi serta segala isi di dalamnya.
Semua makhluk yang bernafas ada di dalam kedaulatan-Nya. Apa saja yang Tuhan
buat adalah yang terbaik menurut pemandangan-Nya.
Pernyataan ini
biasanya terucapkan secara spontan ketika seseorang meninggalkan. Keluarga,
kerabat dan handaitolan akan menyatakan itu bila orang-orang yang dikasihinya
wafat. Mereka menyatkan itu dengan nada suara yang paling lirih yang dipunyai.
Dan orang yang mendengar dengan serta merta berkata: Ia memiliki iman yang
mantap.
Misalnya orang
yang setia bersama Tuhan dalam melakukan segala pekerjaan-Nya wafat, pernyataan
ini dinyatakan. Orang-orang muda yang hidup menuruti kehendak Tuhan dan wafat, orang
di sekelilingnya layak menyatakan itu. Intinya mereka yang dalam keadaan sehat
dan pulang ke haribaan Sang Pencipta, pernyataan ini sangat menguatkan.
Aku tidak akan
masuk ke areal atau dimensi rohani yang lebih dalam. Biarlah itu menjadi porsi
para rohaniwan atau mereka yang lebih paham tentang hal itu. Di sini aku hanya
ingin menyampaikan kebiasaan orang Kupang, khususnya Tilong menyangkut hal ini.
Dan aku tak
akan menguraikan secara ada budaya atau ritual-ritual tertentu. Tapi aku akan
menceritakan saja kepada para pembaca kejadian yang aku temui. Dan nanti
teman-teman pembaca yang menyimpulkannya. Entah benar entah salah, kuserahkan
pada pembaca yang budiman.
Ada seorang mahasiswa
berhasil melalui seluruh rangkaian perkuliahan dengan sukses. Ia telah berjuang
selama lebih kurang delapan semester yang melelahkan. Dan ia mampu mengatasi
segala rintangan dengan baik walau sesekali ada air mata tanda tak mampu. Tapi
akhirnya berhasil lulus dan diwisuda atau dinobatkan sebagai sarjana.
Sesudah
upacara atau ritual sakral yang melegalkannya jadi seorang ahli, ia pulang.
Kembali ke kediamannya. Entah di rumah sendiri atau di kos. Yang pasti kembali
ke kehidupan sehari-hari seperti yang ia lalui sebelumnya. Dia pun merencanakan
sebuah perayaan kecil.
Dengan segala
daya yang ia miliki, ia mengundang teman-teman dekatnya. Dan mereka menikmati
hidangan ala kadar sekedar penanda ada sebuah kegembiraan. Dan lewat kegembiraan
itu, mereka menghangatkan badan demi meriangkan suasana dengan alcohol sekadarnya.
Ia merupakan
pernyataan ucapan selamat yang tak terucapkan dan tak perlu dikatakan. Cukup
dengan sikap bersenang riang bersama orang-orang seangkatan. Sesama anak muda
yang penuh imajinasi. Anak muda yang berlimpah kreativitas dan banyak kelebihan
lainnya.
Mereka
bersama-sama menghabiskan malam dengan menikmati minuman itu. Air yang memberi
kenyamanan kehangatan yang sering juga memanaskan dan membakar. Dan
menikmatinya dalam suasana akrab yang sangat karib sambil melontarkan
cerita-cerita kecil sederhana seputar perjalanan perkuliahannya hingga tuntas
di ruang wisuda.
Di dalam
keasyikannya, mereka lupa sudah berapa banyak botol yang dikosongkan. Mereka
tidak ambil pusing. Tak perlu dihitung. Yang penting senang riang merayakan
kemenangan. Sebab ini adalah hari kemerdekaan. Kebebasan dari segala
keterikatan kuliah yang menjemukan menyebalkan.
Di dalam keseruannya,
hari sudah berganti walau suasana masih gelap. Mereka tetap tidak ingin
berpisah hanya alat pemersatunya telah tandas ludas. Apalagi mereka masih
segar. Maka mereka pun beranjak dari tempat semula karena jenuh tiada aktivitas
yang menyenangkan.
Tanpa berpikir
panjang mereka keluar dari rumah demi menikmati udara sejuk subuh.
Masing-masing dengan kendaraannya berkonvoi berkejar-kejaran. Memacu motor
dengan cara yang tidak biasa karena suasana sepi dan dikuasai air penyemangat
tadi.
Mereka
kebablasan karena keasyikan. Ditambah, takada yang melarang atau pun menegor.
Masing-masing melakukan menurut apa yang dianggapnya keren dan patut. Ini
sebuah bentuk aktualisasi diri yang sangat keliru. Tapi nasi telah menjadi
bubur dan sudah basi pula.
Terjadilah
kecelakaan yang tak diinginkan. Seorang di antara mereka menabrak pembatas
jalan yang agak tinggi. Motor hancur berkeping serpihan. Sedangkan orangnya
mati di tempat dengan otak dan potongan dagingnya berserakan.
Dalam situasi
seperti itu, mereka tak bisa berbuat banyak kecuali melakukan yang mereka bisa.
Semua terpana diam membisu. Ada ketakutan dan kebingungan entah mau bertindak berbuat
apa? Maka tanpa aba-aba tanpa komando mereka melontarkan ini: “Tuhan lebih sayang dia.” Betulkah?
Tabe, Pareng, Punten!
Tilong-Kupang, NTT
Rabu, 22 September 2021 (08.48 wita)
Comments
Post a Comment