SURAT TERBUKA, TERLAHIR DARI NURANI YANG TERIRIS

Surat terbuka: bukabaca.id.

Media sosial memudahkan penyebaran dan penerimaan informasi. Ditambah pula dengan adanya telepon pintar membuatnya semakin mudah didapat. Hanya dengan menyentuh ikon yang ada, semua berita bisa diakses. Berita dari seluruh pelosok dunia ada di genggaman.

Setiap saat selalu ada informasi yang masuk ke gawai kita. Segala bentuk informasi yang datang dari berbagai daerah, bahkan negara-negara mana saja di dunia. Apakah yang berasal dari lembaga pemerintah, swasta atau pun individu. Apakah berita gembira, atau pun yang sedih, ada semua di sana.

Beberapa waktu yang lalu beredar sebuah berita berupa keluhan di media sosial. Keluhan dari seorang pengawas ruang ujian PPPK karena melihat sebuah fenomena. Keluhan yang ditujukan kepada Mas Menteri Nadiem Makarim. Entah sudah ditanggapai atau belum, saya tidak begitu tahu.

Sebuah keluhan yang menurut saya sangat menyentuh sisi kemanusiaan setiap pembaca. Penulisnya begitu teriris melihat kejadian tersebut. Dan apa yang dikeluhkannya takada hubungannya sedikit pun dengan dirinya. Menurut saya inilah bentuk keprihatinan seorang manusia atas kondisi orang lain yang menohok nuraninya.

Sang penulis tidak perduli apa konsekwensi yang bakal diterimanya. Yang ada dalam pikirannya adalah melakukan sesuatu untuk menyelesaikan persoalan di depan matanya. Dan harapan besarnya adalah sekiranya mungkin apa yang dilakukannya itu dapat meringankan dan memberi kelegaan.

Berikut ini tulisan keluhannya!

Yang terhormat,

Mas Menteri Nadiem Makarim

Tak adakah rasa ngilu di dalam dada Mas Menteri melihat sepatu tua yang lusuh ini? Memang benar sepatu tua ini terlihat bermerek, tetapi tahukan ini hanya sepatu loak apkiran?

Sepatu tua sang guru: bp.blogspot.com.

Tahukah Mas Menteri, sepatu ini telah dipakai bertahun-tahun lamanya oleh si empunya. Seorang bapak dengan pakaian putih lusuh dan celana hitam yang warnanya sudah tak hitam lagi karena pudar.

Sang guru tua yang mengikuti tes PPPK

Mendekati usia senja, ia masih setia mengajari anak-anak di pelosok negeri ini membaca dan mengeja. Di saat putus pengharapan untuk mendapatkan hidup yang lebih layak, beliau tetap semangat. Tak sekedar mengajar tetapi mendidik.

Gaji di bawah lima ratus ribu sungguh tak cukup untuk makan sebulan. Apalagi untuk membeli sepatu. Terpaksa di saat pulang mengajar beliau mencari pendapatan tambahan sebagai pekerja serabutan.

Tahun ini mas menteri memberikan secercah harapan untuk beliau. Program PPPK untuk memberikan harapan kehidupan yang lebih layak. Tetapi tahukah Mas Menteri bahwa soal-soal yang Mas Menteri berikan hanya teori belaka saja? Tak sebanding dengan praktik pengabdian berpuluh-puluh tahun lamanya.

Soal-soal yang membuat beliau terseok-seok ketika memegang mouse dan membuat kepalanya pening. Akhirnya, passing grade pun tak diraih. Pecahlah tangis beliau di dalam hati. Terlihat jelas ketika nilai-nilai itu terpampang di layar monitor. Beliau terdiam seribu bahasa.

Entahlah, apa yang dipikirkan. Melihatnya, sayapun ikut terisak. Memang benar beliau tak secerdas, sejenius, sekreatif Mas Menteri. Tetapi beliaulah yang menjadi pelita di tengah gulita buta aksara di pelosok negeri.

Memang benar beliau tak pandai teknologi, tetapi tanpa teknologi beliau mampu membuat anak-anak negeri ini merangkai kata dari A hingga Z. Berhitung hal-hal dasar untuk memahami hidup.

Memang benar para muridnya sebagian besar menjadi TKI dan TKW. Tapi tahukah Mas Menteri, bukankah mereka juga merupakan pahlawan penghasil devisa negara tercinta ini? Beliau mempunyai andil yang besar dalam membangun negeri tercinta ini.

Sudi kiranya Mas Menteri memberikan keringanan untuk melihat beliau bisa menikmati masa tua dengan sepatu dan kehidupan yang layak. Tak usah diperumit.

Jika tidak ada kebijakan untuk mengangkat derajat mereka, setidaknya di surga besok sepatu ini akan menjadi saksi. Bahwa ilmu yang beliau ajarkan sangat bermanfaat untuk keberlangsungan umat.

Dari saya,

Novi Khassifa

Pengawas ruang PPPK

Ditulis dengan berurai air mata

Begitulah kepedulian Novi Khassifa, Pengawas ruang PPPK yang nuraninya terusik. Ia teriris tersayat ketika menyaksikan seorang peserta yang berjibaku mengejar cita-cita. Impian yang telah lama diidamkannya. Walau pada akhirnya ia gagal.

Tabe, Pareng, Punten!

 

Tilong-Kupang, NTT

Sabtu, 18 September 2021 (17.37 wita) 


Comments

  1. Tulisan yang sangat menyentuh, tak terasa bulir-bulir air mata mengalir di pipiku.
    Semoga Beliau-beliau yang sudah mengabdi puluhan tahun. Bisa mewujudkan mimpinya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Amin! Semoga Mas Menteri memperhatikan Dan merespons secara bijak keluhan ini.

      Terima Kasih, Bu untuk kunjungannya.Gb!

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

POIRHAQIE de KRISSIEN

BELAJAR = PEMAKSAAN PEMBIASAAN DIRI

TIDAK PAKE JUDUL