PRAAT ALS EEN KIP ZONDER KOP
![]() |
Flyer duka: viva.com. |
Hujan air mata dari
pelosok negeri
Saat melepas engkau
pergi
Berjuta kepala tertunduk
haru
….
Terbayang baktimu,
terbayang jasamu
Terbayang jelas jiwa
sederhanamu
Bernisan bangga,
berkafan doa
Dari kami yang merindukan orang sepertimu
Judul tulisan ini sepertinya
tidak nyambung dengan kutipan syair. Sebenarnya apa yang mau disampaikan lewat
tulisan ini? Baiklah. Memang judul tulisan tidak sealur dengan kutipan. Tapi
keduanya saling menopang. Keduangnya saling melengkapi.
Judul: Praat als een kip zonder kop berasal dari bahasa Belanda. Artinya: berbicara
seperti ayam tanpa kepala. Yakni berbicara dengan tidak ada isinya sama sekali.
Omongan yang tidak konek, omongan tak bermakna yang tidak membawa manfaat apa pun.
Kekira begitu maksud kalimat Belanda tadi.
Kalimat ini sering diucapkan
oleh seorang ahli hukum senior Indonesia, Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., M.A.
Ia akan melontarkan kata-kata itu jika di dalam percakapan atau debat atau
diskusi, ada pembicara yang ngawur bicaranya. Bicara yang jauh dari substansi
dan tidak memberi pembelajaran bagi pendengar.
Sedangkan kutipan syair milik
Iwan Fals itu adalah ungkapan rasa haru seorang musikus atas kepergian sang
Proklamator. Satu-satunya pendiri negara yang masih tertinggal dan akan pulang
selamanya ke haribaan Yang Mahakuasa.
Jadi memang kedua hal tadi (judul
dan kutipan) tidak ada hubungannya. Tetapi kenapa saya lakukan? Begini! Penggalan
syair lagu di atas yang saya kutip itu berjudul: Bung Hatta. Tulisan ini tidak
ada hubungannya dengan Bung Hatta. Tapi saya mengutipnya karena hari ini hujan
air mata anak negeri tumpah berderai. Air mata itu mengekspresikan apa yang
dialami bangsa ini hari ini. khususnya
masyarakat hukum Indonesia.
Benar adanya bahwa Indonesia sedang
berduka. Sebab ia harus melepas dan rela kehilangan seorang putra terbaiknya.
Seorang ahli hukum pidana Indonesia yang paling lantang menentang kelaliman dan
kesemenaan, Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., M.A.
Bahwa pencetus kalimat judul di
atas telah pergi selamanya. Oleh karena itu, hujan air mata tumpah di seluruh
negeri. Ia tumpah karena mengenang jasa dan baktinya juga jiwa kesederhanaan
yang senantiasa ditampakkannya.
Biar saya tulis kembali dua
baris dari syair di atas: Terbayang baktimu, terbayang jasamu; terbayang jelas
jiwa sederhanamu. Ya, bakti dan jasanya banyak diketahui oleh orang Indonesia.
Ia pun sangat sederhana dalam kesehariannya.
Tapi mulai hari ini suaranya
tidak akan didengar lagi. kalimat: Praat als
een kip zonder kop dengan aksen yang khasnya tidak akan kedengaran lagi. Semua
tinggal kenangan yang melekat tetap. Terima kasih banyak atas semua yang Prof.,
sudah buat untuk Indonesia.
![]() |
Prof. Dr. J.E. Sahetapy, S.H., M.A.: beniharmoniharefa.blogspot.com. |
Guru besar dan pakar hukum pidana
Unair itu telah berpulang. Prof. Dr. Jacob Elfinus Sahetapy, S.H., M.A.,
demikian nama lengkapnya juga adalah pakar kriminologi. Beliau pernah menjabat
sebagai Dekan Fakultas Hukum Unair periode 1979-1985. (merdeka.com).
Guru besar emeritus ini lahir
di Saparua, Maluku pada tanggal 6 Juni 1932. Dan pada pukul 06.57 wib hari ini,
Selasa tanggal 21 September 2021, beliau wafat. Beliau meninggal di RS Katolik
Vincentius A Paulo Surabaya dalam usia renta, 89 tahun. (Kompas.com).
Tabe,
Pareng, Punten!
Tilong-Kupang, NTT
Selasa, 21 September 2021 (12.49 wita)
Turut Berdukacita.Bapak
ReplyDeleteTerima Kasih, Bu Tiwi!
Delete