DI TILONG, AKU BERBAGI!
![]() |
Ilustrasi: agungnugrohosusanto.com. |
Di tahun awal
aku menjadi penghuni Tilong, aku telah bertekad untuk menjadi berkat. Aku
berusaha memanfaatkan kebisaanku untuk memberdayakan orang lain, anak-anak
dalam hal ini. Aku berbagi pengetahuan dan keterampilan dengan mereka.
Keinginan itu
semakin kuat setelah setiap hari aku menyaksikan sebuah kenyataan. Yaitu anak-anak
usia sekolah hanya bermain sepakbola. Seluruh waktunya hanya untuk bermain. Maka
naluri guruku membisikkan sesuatu pada diri sendiri. “Coba ajarkan sesuatu pada
mereka.” Demikian suara itu.
Karena itu,
aku menilik diri sendiri apa yang bisa kusumbangkan. Apa yang kupunya yang bisa
kuberikan kepada anak-anak bangsa. Karena aku guru, aku berkeinginan untuk mengedukasi,
mengajar dan melatih, mereka yang kebetulan ada di sekelilingku.
Setelah
menghitung-hitung kekuatan, aku sadar apa yang kumiliki. Dan kekuatan itu adalah
yang harus bisa kubagikan anak-anak itu. Lalu kesadaran itu menuntunku untuk
memberikan pengetahuan dan keterampilan yang kebetulan kukuasai dengan lumayan.
Dan inilah
yang kupunyai dan kuasai. Pertama, aku punya buku yang bisa dimanfaatkan.
Mereka bisa datang dan membaca kapan saja ketika aku ada di rumah. Kedua adalah
bahasa Inggris. Dan yang ketika adalah bermain musik yaitu gitar, khususnya.
Memanfaatkan
Buku di Perpustakaan Kecilku
Aku telah
membiasakan diri membeli buku dan membacanya dengan saksama. Kebiasaan itu
telah dimulai sejak aku masih di bangku kuliah. Waktu itu antara tahun 1982-1983,
aku memaksakan diri untuk membeli satu buku setiap bulan.
Kenapa
membelinya setiap bulan satu buku? Itu karena secara keuangan aku masih
bergantung harap dari orangtua. Dan orangtua mengirim uang sekali sebulan.
Selain itu, uang kiriman tidak berlimpah. Hanya cukup untuk makan dan membayar
sewa rumah.
Lalu bagaimana
aku membeli buku? Aku menyiasati dengan makan seadanya. Artinya yang penting
tidak kelaparan. Soal gizi itu biarlah menjadi sekedar anganan saja. Dengan
cara itu aku bisa menyisihkan sedikit unguk membeli buku.
Buku-buku yang
biasa kubeli dan koleksi adalah: Pertama, buku-buku seputar olahraga. Kedua, buku-buku
rohani. Ketiga, buku-buku bahasa dan sastra, baik Indonesia maupun Inggris. Dan
yang keempat adalah buku-buku biografi dan otobiografi, serta sejarah.
Dengan
demikian di perpustakaan kecilku sudah tersedia buku yang bisa mereka baca.
Buku cerita anak-anak cukup banyak aku miliki (dalam bahasa Indonesia pun
Inggris). Itu yang aku suguhkan untuk mereka. Cerita-cerita yang bisa membangun
daya imajinasi dan semangat juang mereka.
Dan aku
ajarkan untuk membaca harus sampai selesai baru boleh mengganti yang lain. Aku
mengajarkan cara memperlakukan buku saat membaca maupun sesudahnya. Bagaimana
mereka harus menandai halaman ketika mereka lelah dan mau berhenti. Tanda itu
yang akan mereka telusuri kembali saat besok akan membacanya lagi.
Belajar Bahasa
Inggris
Karena
kesukaan membaca buku-buku berbahasa Inggris, aku jadi mampu. Aku bisa
bercakap-cakap dengan lancar dan bisa menulis dengan benar. Benar di sini
artinya secara struktur maupun tata bahasanya. Tapi bukan dalam artian seperti
mereka yang memiliki latar belakang akademik. Sebab aku hanya belajar secara
otodidak.
Karena sedikit
kemampuan yang aku punya itu, aku memberanikan mengajak anak-anak itu belajar.
Aku tidak mengajar mereka seperti guru-guru di sekolah. Aku hanya mengajak
mereka bercakap-cakap tentang hal-hal di sekeliling kami. Apa yang tertangkap
panca indra, itu yang kami percakapkan.
Jadi penekanan
pembelajaran yang aku berikan adalah bisa bercakap bahasa Inggris. Jadi bukan
untuk menciptakan mereka sebagai seorang ahli bahasa Inggris. Itulah keseharian
kami selama masa-masa belajar iseng itu. Satu lagi yang aku tekankan adalah
tidak boleh merendahkan atau menertawai siapa pun jika dia belum mampu.
Setiap belajar
aku hanya menggunakan bahasa Inggris. Karena memang hanya untuk mengajak mereka
bisa bercakap dalam bahasa Inggris. Kecuali mengartikan suatu kata yang belum
pernah mereka ketahui. Aku menghindari menerangkan dalam bahasa Indonesia.
Supaya pendengaran dan pikiran mereka terbiasa dengan kosa kata Inggris.
Dengan
terbiasa mendengar kosa kata bahasa Inggris, ia akan mampu mengucapkannya.
Itulah yang aku tahu dan yakini dari hasil belajar otodidak. Dan itu pulalah
yang aku terapkan kepada subyek belajarku.
Belajar
Memetik Gitar
Satu lagi
kesukaan kebisaan yang kupunyai adalah bermain gitar. Yaitu kemampuan bermain
dalam kategori dasar dan sederhana. Yaitu kebisaan yang hanya untuk sekedar
pelipur lara ketika itu diperlukan. Kemampuan yang kuperoleh secara kampung
atau orang pintar bilang, secara otodidak.
Aku latihkan chord dasar dalam bentuk pola. Chord adalah membunyikan beberapa not
secara bersamaan. Sederhananya dikenal dengan kunci. Dan aku memberikan mereka
beberapa pola yang umum dipakai. Pola-pola itu aku latihkan secara kromatik.
Mulai dari fret lebar yang menghasilkan suara rendah hingga fret sempit yang
memproduksi suara yang makin tinggi.
Pola-pola dan
cara memainkan yang sudah mereka ketahui harus dilatih di rumah. Supaya ketika
mereka datang di hari atau pertemuan berikut, sudah lancar. Bila lancar, mereka
tak perlu berpikir lagi saat memainkannya. Mereka juga harus menghafal nama chord-nya sampai khatam.
Tujuan latihan
ini adalah agar mereka terbiasa dan terampil memainkannya. Juga agar mereka
mampu mengingat dengan teliti kunci-kunci itu. Dengan begitu, mereka tidak akan
ragu menerapkannya ketika memainkan atau menyanyikan sebuah lagu tertentu.
Sayangnya
tidak semua mereka memiliki semangat yang sama. Sehingga banyak yang mundur dan
tidak melanjutkan. Mereka berhenti membaca, belajar dan berlatih karena harus
membantu orangtua masing-masing. Entah di ladang, di sawah ataupun menjaga dan
memelihara kawanan ternaknya.
Oleh karena
itu, hanya ada dua atau tiga orang yang mahir. Mereka mulai suka membaca dan
senang dengan bahasa Inggris di sekolah. Dan ada yang terampil bermain gitar
secara lancar tanpa berpikir. Malah sudah mampu melibatkan rasa kala bermain
gitarnya.
Mereka yang
sudah bisa bereksplorasi dengan gitar, aku ajak tampil. Aku ajak bermain bersamaku
di acara natal kampus. Anda bisa menduga bagaimana rasa anak usia SD tampil di
depan penonton yang tidak sebaya dengannya, bukan? Ada kebanggan dan percaya
diri yang mantap. Kami selesaikan lagu itu dengan respon yang membanggakan.
Begitulah,
sobat! Seberkas serpihan cerita yang khusus kulayangkan untukmu. Semoga bisa membuatmu
atau memantikmu untuk berbuat yang terbaik bagi lingkungan di mana Anda berada.
Sampai ketemu lagi di episode berikut.
Tabe, Pareng,
Punten!
Tilong-Kupang,
NTT
Jumat, 27 Agustus 2021 (19.25 wita)
mantaap
ReplyDeleteTerima kasih, Dan!
Delete