MASUK ETAPE 32
![]() |
| Ilustrasi: www.alamy.com. |
Dalam sebuah reli,
setiap peserta akan berkejaran memasuki etape-etape yang harus dilalui. Mereka
yang terlebih dahulu menyeruduk pita kampium yang membentang di atas garis
finis adalah pemenang. Dan mereka yang melewati garis finis di setiap etape
berhak mendapat poin.
Hidup ini adalah sebuah
reli panjang. Setiap etapenya mempunyai karakteristik tersendiri. Ia memiliki
tantangan dan pemandangan yang unik. Setiap orang mempunyai cara dan gaya
sendiri melalui etape-etape itu. Dan Sudah berapa etape yang dilewati ada dalam
catatan perjalanan masing-masing.
Aku dan istri adalah salah
dua dari miliaran orang di dunia yang berusaha melewati etape hidup yang Tuhan
sudah pancangkan. Kami sedang menatap etape berikut sebab kami sudah membelakangi
yang lainnya.
Itu sebabnya, bangun
pagi hari ini aku langsung diperhadapkan dengan dua pilihan menarik. Kedua
pilihan itu menarik karena sama-sama menjadi pendorong memasuki tahap hidup
selanjutnya. Pilihannya adalah menulis atau bersihkan bagian rumah yang disergap
rayap.
Memang berat menentukan
pilihan. Walau berat, tetap harus memilih. Dari kenyataan ini, diam-diam aku
mengakui frasa ini: Life is a choice.
Bahwa hidup itu sesungguhnya adalah berjuang menentukan pilihan yang tepat dari
banyak alternatif yang disuguhkan.
Aku lalu menetapkan hati
untuk menulis saja. Soal bersih-bersih, tergantung bagaimana nanti. Artinya
bila tersisa waktu, aku bereskan. Ditambah pula hari ini adalah hari spesial
kami, istri tercinta dan aku. Ya, hari ini kami memasuki etape ke 32. Jadi aku
ingin menulis saja tentang kami.
Karena ini etape 32
berarti kami telah meninggalkan banyak etape di belakang. Etape dengan
tetaburan gunung dan lembah yang rambahkan resah, hutan lebat dan gurun gersang
menegangkan, dan/atau lautan lepas luas yang biaskan buas. Dan entah berapa
etape lagi masih boleh kami lalui?
Tapi perlu kuberitahukan
padamu kawan, bahwa sekalipun melewati berbagai aroma arena hidup itu Tuhan tidak
meninggalkan kami. Ia terus memberi kekuatan dan tuntunan sehingga kami bisa
melalulajukan biduk pernikahan selama 32 tahun. Dan kami terus belajar
menikmati apa pun yang Tuhan suguhkan.
Benar nasihat ini:
“Setiap hari memiliki kesusahannya sendiri.” Karena itu, kami selalu memohon
pada-Nya agar kami tetap diperkenankan berenang dalam kolam damai
sejahtera-Nya. Itu sudah cukup! Semoga para sahabat juga menikmati kelimpahan
damai sejahtera-Nya yang tak terbingkai itu.
Sebab, menurut kami,
hanya dengan berada dalam damai sejahtera-Nya sajalah kami tenang. Dengan
ketenangan itu, kami mendapat kekuatan untuk melangkah dengan mantap menatap
hidup. Semoga kami mampu menepis godaan apapun yang bakal membuat kami keluar
dari dalam damai sejahtera yang Tuhan beri itu.
Itu dia teman, sedikit
rasa yang rasanya patut kuungkapkan seperti terurai di atas. Dan sekarang
sehubungan dengan kedua pilihan tadi, aku menetapkan untuk menyelesaikan dulu
tulisan ini. Yaitu sedikit ekspresi tentang hari ulang tahun pernikahan kami. Nanti
kalau selesai aku akan garap rayap-rayap itu.
Hari ini 32 tahun yang
lalu kami berdua bersepakat berjanji di hadapan Tuhan dan jemaat untuk
merengkuh biduk pernikahan sampai maut menjemput. Itu tekad dan sumpah yang tak
akan tergerus terhapus arus hidup. Kami tidak mampu tapi Tuhan mampukan. Sebab
Dia yang mempertemusatukan maka takada satu pun bisa pisahkan, kecuali maut.
![]() |
| Gambar: Pasfoto akta nikah, 1989. Dokpri. |
Kami mengucapkan sumpah
dan janji setia di GKI (Gereja Kristen Indonesia) Kwitang, Jakarta Pusat. Kami
menempuh hidup bersama di Jakarta dan Tangerang selama kurang lebih 25 tahun.
Lalu karena tuntutan profesionalitas, kami menunaikan tugas selama 5 tahun di
Makassar. Tapi saat ini kami harus terpisah ruang dan jarak karena tuntutan
hidup.
Eit… sobat, janganlah berpikiran negatif dulu atas uraianku.
Tapi kalau kaumau bernegatif, tak masalah. Itu hak dan kebebasan berpikir
setiap insan yang tak terhalangi. Tapi aku pun tidak main-main dengan
perkataanku sendiri. Sebab sekalipun situasinya begitu, kami tetap setia pada
sumpah dan ikrar kami dulu.
Barangkali juga
terbersit di pikiran Anda: “Ah, itu kata-kata hiburan saja.” Sekali lagi
kubilang, boleh saja. Sebab bagi kami, keberadaan kami – plus pun minusnya –
tidak ditentukan oleh buah pikiran dan kata orang. Tetapi karena respon yang
kami berdua berikan kepada lingkungan di mana kami ada dan hidup.
Kami berdua pun pernah
berada dalam pertentangan pikiran yang terlontar berbuah kata yang saling
mengkhawatirkan. Tetapi dalam permenungan dan persepakatan kami tak bisa tidak
saling mempercayai. Karena itu, pernah sambil bergurau kami berucap walau tidak
bersamaan: “Sewa aja seseorang yang dipercaya untuk mengikuti setiap langkah
aktivitas. Supaya yakin apa yang dilakukan.”
Sebab saling percaya
yang kuat itu, kami tidak menyewa siapapun. Seseorang yang terus mengintip
mengikuti setiap gerak gerik kami. Karena tidak ada yang aneh yang perlu
diintip untuk dilaporkan lalu dieksekusi. Aku berdoa semoga kami berdua tetap
memiliki komitmen ini.
Sebagai lelaki aku lebih
rawan terkontaminasi. Tapi aku berusaha untuk tidak lengah dengan membuka
celah. Dan kalau aku masih kokoh hingga kini itu pun karena doa dan dukunganmu
yang memproteksiku. Terima kasih banyak
para sahabat sejati.
Kalau aku menceritakan
keberadaan kami berdua seperti di atas bukan bermaksud jumawa padamu, sobat. Melainkan
aku hanya mau menyatakan kesungguhan merayakan hidup yang sesungguhnya dan
seharusnya. Jadi maafkan, kalau aku telah menodai persahabatan kita dengan
kata-kataku yang tak senonoh. Percayalah, aku tak bermaksud demikian.
Kupikir itulah yang bisa
kututurkan sehubungan dengan etape 32 yang telah kami masuki. Masih banyak yang
belum termaktub dalam ceritaku ini tentang kami. Semoga kali berikut di etape
selanjutnya aku dapat mengatakannya padamu para sahabat sejati yang budiman.
Tabe, Pareng, Punten!
Tilong-Kupang, NTT
Rabu,7 Juli 2021 (14.57
wita)


Comments
Post a Comment