ADA PAKET, BOS!

 

Gambar: suara.com.

Ada notifikasi baru yang masuk di telepon pintarku. Pesan melalui aplikasi WA itu dari seorang sahabat, Semi Manafe yang adalah rekan kerja di UPG 1945 NTT. Pesannya berbunyi: “Selamat siang bos, ada paket untuk bos, dan sekuriti titip di beta (saya, dialek Kupang) di kantor.” Pesannya itu kuterima pukul 15.18 wita, seperti yang tercatat di layar ponsel.

Aku tidak segera berespon karena pada jam itu aku masih tidur pulas. Setelah bangun dan mengintip telepon genggam aku mendapatkan informasi itu. Lalu aku menjawabnya dengan paduan bahasa Indonesia dan dialek Kupang: “Siap, Komandan. Abis (seusai) dari hotel baru be pi ame (saya pergi ambil).”

Dokpri

Teman, aku ada di hotel karena mau gladi bersih untuk pelantikan para pejabat di lingkungan UPG 1945 NTT. Sayangnya rencana itu tidak jadi dilakukan. Sebabnya karena terdapat sedikit kekliruan. Kata orang pintar: Miskomunikasi. Begitulah selintas informasi yang terbersit. Tapi tidak jelas dan tidak diberitahu detail sumber persoalannya.

Karena tidak jadi gladi, kami bubar dan masing-masing pulang menyusur jalan dengan tujuan sendiri-sendiri. Aku menuju rektorat untuk mengambil paket seperti yang sudah kujanjikan pada sahabatku, Semi. Kurang lebih setengah jam aku sudah berada di dalam gedung rektorat.

Tanpa menunggu waktu lebih lama, aku langsung membuka paket yang sudah ada di dalam genggaman. Dari balik bungkusan aku mendapati dua buku keren berbaring pasrah. Satu buku berjudul: Februari Bermakna, karya Nani Kusmiyati. Yang satunya lagi berjudul: Izinkan Aku Egois Sekali Saja, karya Kak Mai dan kawan-kawan.

Buku Februari Bermakna berwarna dasar coklat muda dengan kombinasi tulisan putih dan biru. Dengan judul kecil dalam kurung: Aksara Berkisah dalam Lomba Blog jadi Buku. Gambar sampul berupa tiga butiran embun yang menempel di ujung daun berhelai panjang dan tebal.

Buku ini berisi esai-esai yang penulis hasilkan dan telah tayang di blog pribadi maupun keroyokan. Esai-esai itu bertema bebas. Beragam. Artinya tidak difokuskan pada satu pokok bahasan. Yang saya tangkap darinya adalah adanya semangat menulis dengan minimal target satu artikel setiap harinya selama bulan Februari itu.

Sedangkan buku Izinkan Aku Egois Sekali Saja didominasi warna hijau dengan tulisan kuning. Di sana ada gambar seorang gadis yang rambutnya tergerai di depan dan belakang bahu. Ia mengenakan gaun kuning sambil memegang sekotak kembang. Ia sedang duduk di bangku taman warna putih menikmati udara taman menanti seseorang.

Izinkan Aku Egois Sekali Saja adalah buku yang berisi kumpulan cerita pendek dari 19 penulis. Orang-orang kreatif itu berasal dari latar belakang sosial (pendidikan dan pekerjaan) yang berbeda, beragam. Dan sesuai tema yang diusung, rerata ia berbicara tentang sikap mementingkan diri sendiri atau sebaliknya.

Awalnya, pengirim yang sekaligus penulisnya (Ibu Nani Kusmiyati) ini berniat barter denganku. Niat itu tercetus saat aku membedah bukuku: Baomong. Namun barter itu tidak kusanggupi karena kehabisan stok buku Baomong yang menjadi obyek tukar. Semoga dalam waktu dekat aku yang akan mengirimkannya.

Dari penelusuranku aku mendapati ada hal menarik di dalamnya. Oleh karena itu, aku mengutip beberapa poin. Pertama dari buku solo Ibu Nani dengan judul perikop: Menulis dan Belajar. Yaitu bagian tulisan yang berada di halaman 15-20.

Di sana, penulis mengurai beberapa manfaat menulis. Yaitu: Menulis dapat memperluas pengetahuan, menulis dapat mempertajam otak, menulis merupakan sarana edukasi, menulis sebagai perantara kebaikan, menulis dapat menolak lupa, menulis adalah penyembuh luka di hati, menulis dapat mengabadikan cerita kehidupan kita, menulis dapat membuat kita merasa nyaman dan bahagia, menulis dapat mendatangkan rezeki.

Di bagian lain dari buku yang sama (hal. 21-24), penulis mengungkapkan bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. Mengapa? Sebab, walau kita (baca: penulis, pen.) telah tiada buku-buku kita masih ada, buah pikiran atau ilmu yang kita tuangkan ke dalam buku masih dapat dinikmati orang lain.

Sedangkan dari buku Izinkan Aku Egois Sekali Saja aku mendapati sebuah ungkapan yang menarik. Kalimat itu datang dari Ranendra, seorang tokoh dalam cerpen Senja Terakhir di Pantai Melasti. Tokoh ini, menurut penulisnya, berkarakter dingin dan aneh.

Sekalipun dingin dan aneh, tapi dia memiliki kedalaman berpikir yang dapat diandalkan. Ini salah satu contohnya (hal. 3): “Bertemanlah dengan orang kesepian, mereka mungkin tidak banyak bicara, tetapi mereka adalah orang-orang yang sangat setia.”

Begitulah sobat, yang bisa kuutarakan. Tulisan ini bukan resensi buku. Jadi biar aku cukupkan sampai di sini saja. Aku mohon pamit dan sampai bersua lagi pada penuturan lainnya.

 

Tabe, Pareng, Punten!

 

Tilong-Kupang, NTT

Sabtu,3 Juli 2021 (21.45 wita)


Comments

Popular posts from this blog

TEACHER

BERIRING

AKU ADA SEBAGAIMANA AKU ADA KARENA MEREKA ADA BAGIKU