JANGAN HARBABIRUK, ITU BURUK!

Ilustrasi: beritasatu.com

Jang harbabiruk!
Begitu hardik orangtua kami di kampung, Kupang, bila kami berlaku tidak sopan. Frasa itu akan terdengar dari mereka bila kata-kata dan/atau sikap kami tidak berkenan. Itu cara mereka membentuk kami. Agar hingga dewasa nanti kami tidak harbabiruk.

Apa itu harbabiruk? Harbabiruk ini adalah terminologi bahasa Kupang yang aku sebut sebagai dialek Kupang. Istilah yang menggambarkan tabiat seseorang. Kosa kata yang menunjukkan sikap dan kecenderungan seseorang. Kata ini akan dilontarkan kepada mereka yang menunjukkan ketidaksopanan.

Dia adalah sebuah kecenderungan bertingkah laku. Bertingkah laku yang kurang terpuji. Tindak tanduk negatif. Perangai yang membuat orang-orang di sekeliling tidak nyaman. Bukan hanya tidak nyaman tapi juga jengkel dan berang.

Agar jelas mari aku ajak Anda menengok artinya di kamus. Kosa kata ini ada di dalam kamus Pengantar Bahasa Kupang karangan June Jacob dan Charles E. Grimes (2003:87). Di lema harbabiruk dijelaskan: “Tidak beraturan, sembarangan, haru-biru, kacau balau, kocar-kacir.” Dia memiliki bentuk lain yaitu: Harba-biru.

Dari pengertian di kamus dapat diketahui bahwa harbabiruk juga bisa tentang suatu situasi. Yaitu keadaan lingkungan yang tidak atau kurang tertata. Kacau balau, tidak beraturan. Sedangkan sembarangan itu merujuk pada perangai seseorang. Yaitu takbisa mengontrol dan/atau mengatur diri pribadi.

Ketakmampuan mengontrol dan/atau mengatur diri sendiri berarti dilihat dari cara berpikir, cara berbicara dan cara bertingkah laku seseorang. Itu merupakan pencerminan kepribadiannya. Berarti bisa juga dikatakan bahwa ia memiliki sumber daya yang kurang baik, kalau tidak mau dikatakan bobrok.

Sebagai contoh dari cara berbicara adalah kata-kata yang terucapkan tidak menghargai orang. Kata-kata yang tidak senonoh. Artinya sering melontarkan kata-kata negatif dan/atau cacian. Kata-kata yang tidak mengorangkan orang lain. Kata-kata yang alih-alih membangun, justru sebaliknya merusak.

Sedangkan dari cara bersikap, bertindak dan bertingkah laku bisa berasal dari tampilan luarnya. Yaitu bisa berupa gaya berdandan dan/atau berbusananya yang tak pantas menurut umum. Juga tingkah polah saat berinteraksi dengan orang lain. Polah yang tidak etis menurut standar umum.

Sikap menghalalkan segala cara untuk kepuasan diri pun adalah harbabiruk. Mendapatkan keuntungan dengan cara memeras dan/atau menerima suap, itu juga harbabiruk. Intinya segala sesuatu yang melanggar norma umum yang berlaku di dalam masyarakat adalah harbabiruk.

Sudah sering kita mendengar orang omong harbabiruk di sekeliling kita. Omong harbabiruk di media cetak maupun audio visual. Juga di media sosial. Mereka melontarkannya tanpa menghiraukan dampaknya. Apakah menyakiti orang lain atau tidak?

Padahal mereka sangat paham dengan ungkapan ini: “Mulutmu harimaumu.” Ungkapan ini telah berubah mengikuti arah perkembangan jaman dengan teknologi yang semakin canggih. Perubahannya kini menjadi: “Jempolmu, jari jemarimu adalah harimaumu.” Artinya siapa pun wajib mengontrol kata-kata atau tulisannya. Toh, masih banyak tidak kapok.

Begitu juga dengan sikap tingkah polah yang harbabiruk sering kita lihat. Apakah dalam pergaulan sehari-hari atau di berbagai media. Termasuk juga di media sosial, media tempat orang mudah terkenal. Dari sana pun banyak yang terjerat hukum, tapi tetap takjera.

Tujuannya bagus yaitu agar banyak orang bisa melihat dirinya yang keren. Dan terus mengenalnya sebagai seseorang yang beken. Tapi caranya yang kurang pas. Cara yang, sesungguhnya, merendahkan harkat kemanuasiannya. Tapi dianggapnya sebuah seni berekspresi.

Celakanya lagi mereka yang melakukannya adalah bukan orang yang tidak berpendidikan. Mereka bukanlah orang sembarangan. Mereka seharusnya adalah contoh dan teladan hidup bagi orang lain. Mereka itu public figure dalam bahasa kerennya. Tapi, ya, sudahlah.

Maaf pembaca yang budiman, aku tak bermaksud menggurui atau sok suci. Hanya sekedar berbagi kata berbagi rasa. Itu pun karena aku teringat pesan orangtua kami dulu yang notabene tidak berpendidikan. Aku hanya mencoba mengaitkannya dengan kondisi yang sekarang. Tapi seandainya aku telah harbabiruk dan menyakitimu, aku minta maaf!

Oleh karena itu, sebaiknya aku berhenti di sini dan pamit mundur agar akupun tidak semakin harbabiruk. Tapi sebelum pamit, perkenankan aku sekali lagi menyampaikan pesan orangtua kami itu. “Jangan harbabiruk, itu buruk!

Tabe!

Tilong-Kupang, NTT

Jumat, 12 Februari 2021 (10.40 wita) 

Comments

Popular posts from this blog

POIRHAQIE de KRISSIEN

BELAJAR = PEMAKSAAN PEMBIASAAN DIRI

TIDAK PAKE JUDUL