AKHIRI HARI TANPA TULISAN

Ilustrasi: medium.com

Hari ini saya tidak menghasilkan tulisan apa-apa. Tidak ada tulisan yang terproduksi karena sejak pagi saya berkutat dengan beberapa pekerjaan. Pekerjaan rumahtangga dan pekerjaan menyunting artikel-artikel yang telah tayang. Saya berniat menjahitnya jadi sebuah buku.

Rutinitas setiap hari masih sama seperti kemarin-kemarin. Yaitu setelah bangun bersaat teduh kemudian membaca dan/atau menulis apa yang terkandung di kepala dan hati. Apa saja yang telah siap dilahirkan sebagai tulisan. Tetapi hari ini agak berbeda.

Setelah bersaat teduh, saya merendam pakaian kotor yang sudah bertumpuk. Terkumpul beberapa hari. Rendaman pakaian itu terkelompok dalam beberapa wadah. Saya wadahi sesuai jenis bahannya. Dan berpotensi melunturkan atau tidak. Artinya kalau luntur, maka saya sendirikan wadahnya. Sesudah itu, satu jam setelah direndam, saya eksekusi.

Oh, iya. Sebelum lupa karena keasyikan cerita, biar saya jelaskan kepada sidang pembaca tentang apa itu saat teduh. Kawan, saat teduh adalah saat saya berdoa dan membaca kitab suci. Saat di mana saya menghabiskan waktu beberapa saat bersama Tuhan. Yaitu tadi, berdoa dan merenungkan firman Tuhan. Begitu, teman.

Saya lanjut lagi tentang kenapa hari ini saya tidak menghasilkan tulisan apa-apa.

Sejam kemudian, setelah rendamannya sudah menembus pori-pori pakaian, saya cuci. Menembus pori-pori pakaian, kalau orang Jawa bilang ngelotok. Kekira begitu, Maaf kalau saya keliru. Tapi itulah yang saya maksudkan bahwa pakaian kotor siap ditempur. Siap dibersihkan dari hal-hal yang tidak menyenangkan.

Saya mengeksekusinya secara bergilir. Maksud saya satu-satu wadah. Artinya satu wadah selesai baru wadah berikut. Begitu seterusnya hingga semua wadah menganga, kosong. Jadi tidak borongan kerjanya. Tapi tahap demi tahap. Satu demi satu. Biar enteng. Ringan.

Saya biasanya memulai dari wadah yang berisi pakaian resmi. Yaitu pakaian yang biasa digunakan untuk acara atau kegiatan formal. Ya, pakaian ke kantor. Pakaian-pakaian itu selalu yang berbahan kain. Bukan kaos. Jadi kemeja dan celana yang berbahan kain saya dahulukan. Tidak ada alasan yang kuat kenapa saya dahulukan. Mungkin kebiasaan saja.

Kemudian berikutnya adalah pakaian berbahan kaos. Kaos berkerah, kaos oblong, dan  kaos kutang (kaos dalam). Treningspak (pakaian olahraga) juga saya ikutkan di gelombang kedua ini. Karena mereka satu rumpun. Mereka berasal dari keturunan yang sama.

Selanjutnya adalah yang berbahan jeans. Pakaian para koboi Amerika yang kita adopsi jadi pakaian bergaya. Yang masuk dalam klaster ini adalah celana dan jaket. Tentunya yang berbahan jeans pula. Klaster ini agak menguras tenaga karena tebal dan lumayan berat. Eh, bukan lumayan. Tapi memang berat.

Kloter (kelompok tercuci) penutup selalu ditempati oleh rombongan yang biasa berada di lapisan pertama ketika berpakaian. Ah, ribet jelaskannya. Maksud saya ialah pakaian dalam. Maaf, teman. Jangan ilfil dengan omongan saya yang kurang sopan. Sekali lagi, maafkan saya.

Tidak terus-terusan saya bersekutu dengan pakaian-pakaian kotor itu. Terkadang saya ke mesin tulis yang selalu saya buka kalau udara cerah. Kebetulan hari ini cerah jadi saya sudah membukanya sejak awal merendam pakaian. Saya di depannya melihat sepintas kilas. Melihat-lihat bukan menulis. Tapi menyunting apa-apa yang pernah saya tulis dan tayangkan blog.

Kegiatan baca sunting ini saya lakukan di sela-sela mencuci. Caranya adalah ketika lelah mengucak, saya tinggalkan dan baca sunting. Ketika tenaga sudah terkumpul kembali, saya kembali ke peraduan cuci. Kenapa saya lakukan ini? Sederhana. Biar takada yang satu pun cemburu dengan merasa dianaktirikan atau dianakmaskan. Itu saja. Saya selalu terapkan prinsip sama rata sama rasa. Orang Ambon bilang: Ale rasa, beta rasa.

Maka seperti yang saya katakan di awal bahwa hari ini saya tidak memproduksi tulisan. Karena terganjal cucian yang sangat mencuri perhatian itu. Tapi walaupun begitu, saya masih menengok, membaca dan menyunting beberapa atikel tertayang. Dan semoga hasil suntingan itu bisa saya dijahit jadi buku bacaan yang bergizi.

Akibat cara kerja yang tidak fokus pada satu obyek, waktu penyelesaiannya jadi molor. Seharusnya cuma satu jam mencuci, jadi berjam-jam. Malah saya baru bisa selesai cuci tuntas di sore hari. Saya pantau di jam dinding jarum panjang di angka dua belas dan jarum pendek menunjuk angka lima. Bukan main perjalanan saya hari ini. Tapi okelah, sing penting beres.

Oh, maaf. Saya lupa beritahukan satu hal penting. Ini masih ada hubungan dengan bersih-bersih juga. Yaitu ketika saya selesai merendam pakaian kotor, saya mandi. Atau dengan kata lain, sambil tunggu rendaman ngelotok, saya mandi.

Ya, betul kawan. Saya harus mandi dulu baru mencuci biar memberi contoh teladan yang baik. Saya harus bersih lebih dahulu baru membersihkan yang perlu dibersihkan. Sebab tidak mungkin yang kotor mampu membersihkan yang kotor.

Setelah pakaian sudah beres dijembreng (digantung untuk dijemur), saya berniat rehat. Tapi tidak jadi rehat karena air di galon habis. Pikiran saya terintimidasi yang membuat takjadi tidur. Perkara ini harus saya pecahkan secara saksama bila hidup ingin berlanjut.

Maka saya meraih galon kosong yang sudah nongkrong sampai kerontang dan berangkat. Saya menuju tempat yang biasa. Jaraknya sekitar dua kilometer dari rumah. Saya pakai kuda yang minum bensin. Saya pun berkejaran dengan waktu. Takut dia tutup. Ah, benar saja. Begitu sampai di tempat tujuan, tokonya sudah tutup.

Saya kembali tanpa galon terisi. Dia seperti mengejek saya di sepanjang jalan kembali rumah. Dia pun menggumamkan lagu lawas ini: “Aku masih seperti yang dulu.” Soalnya dia tetap kosong dari berangkat dan kembalinya. Maka dia nyanyikan lagu itu untuk menyiksa batin saya. Kejam sekali kau, teman.

 Begitulah teman, situasi yang saya hadapi hari ini. Sehingga saya tidak bisa membuat tulisan. Saya hanya menceritakan sedikit aktivitas yang menghambat saya menulis. Semoga besok tidak ada hambatan berarti dan saya bisa menulis lagi. Doakan, ya! Thank you, kamsia!

Tabe!

 

Tilong-Kupang, NTT

Minggu, 28 Januari 2021 (22.18 wita) 

Comments

Popular posts from this blog

TEACHER

BERIRING

AKU ADA SEBAGAIMANA AKU ADA KARENA MEREKA ADA BAGIKU