ANGKPAO BERTUAH SANG DIREKTUR
![]() |
Foto dari travel.tribunenews.com |
Sore itu menjelang magrib. Aku disambangi oleh seseorang. Seseorang yang belum pernah kukenal. Ia belum terlalu tua. Tetapi dia juga sudah tidak muda-muda amat. Aku perkirakan usianya antara 35 dan 40-an tahun. Ia masih kelihatan cantik dan seksi. Enak untuk dilihat.
Ia datang diantar oleh
sopirnya. Tetapi sopirnya tak dibolehkannya ikut masuk dalam rumah. Ia seorang
diri melangkah masuk rumah menemuiku. Ia menggantung tas kecil di sikunya
sebagai asesoris. Dia kupersilakan menempati salah satu kursi yang terdekat
dengan pintu masuk ruang tamu.
Penampilannya cukup
memberi kesan aduhai. Badannya langsing ramping nan imbang. Cirikhas orang yang
selalu menjaga pola makan dan rajin merawat tubuh. Ia tidak gempal sintal tapi
juga kurus. Pas ukuran tubuhnya. Sedap dipandang mata.
Rambutnya dipangkas
pendek ala laki-laki. Tetapi tetap anggun khas perempuan. Ia mengenakan blus
putih lengan pendek dengan belahan depan yang lumayan dalam. Dan kombinasi
bawahan rok warna biru muda bermotif. Ukurannya beberapa puluh senti di atas
lutut.
Semerbak parfumnya
merebak ke seluruh ruangan. Wanginya terus menempel di hidung semenjak dia
masuk dan selama berada di ruang tamuku itu. Ia duduk dengan posisi yang selalu
berubah-ubah. Takajeg. Kadang kedua lututnya dibawa ke kanan. Sebentar kemudian
sudah berada di tengah. Lalu diarahkannya ke kiri. Dan terus begitu
berulang-ulang.
Beberapa saat kemudian
dia menyebut siapa dirinya dan maksud kedatangannya. Dia adalah direktur
sekaligus pemilik sebuah agen perjalanan di kota itu. Dan dia datang dengan
niat untuk membangun mitra bisnis denganku. Karena diketahuinya bahwa aku
adalah salah satu pemimpin baru di lembaga yang sering diajak kerjasama.
Tapi caranya mengajak
kerjasama cukup unik. Karena dia tidak mengungkapkan apa bentuk kerjasamanya.
Ia juga tidak menyatakan apa dan bagaimana keuntungan dari kerjasama itu. Ia
justru menyampaikan niat hatinya yang tulus. Dan tanpa ragu ia kemukakan.
“Saya datang mau ajak
bapak makan malam di luar. Sambil saya juga mau ajak bapak jalan-jalan melihat
kota kami di waktu malam. Bapak pasti senang. Dan tak heran kalau suatu saat
bapak ketagihan. Saya harap bapak tidak menolak permintaan tulus saya.”
Wow! Penawaran yang menggiurkan. Juga kesempatan yang langka dan
tak akan terulang kembali. Kenapa menggiurkan dan langka? Karena aku hanya
seorang diri di rumah ini. Semua keluargaku masih di kampungku. Aku masih
menjajaki kota baru ini.
Aku bertugas sebagai
salah seorang pimpinan di sini karena prestasi yang dianggap layak untuk
memimpin lembaga ini. Tapi dengan syarat harus memboyong semua keluarga. Pindah
rumah singkatnya. Minggat ke tempat yang baru dari tempat tinggal sekarang. Ah!
Sungguh sebuah dilema tapi harus memutuskan.
Melalui diskusi yang
alot dengan seluruh anggota keluarga, akhirnya diambil kata sepakat. Pindah.
Tapi kepindahannya menurut kloter karena anak-anak masih sekolah. Istri
menemani anak-anak. Jadi aku sebagai peretas jalan. Aku berangkata dahulu.
Dengan berat hati aku
tak menerima alias menolak tawarannya yang menggiurkan itu. Alasanku adalah aku
baru selesai makan malam. Selain itu juga, aku baru sampai rumah. “Terima kasih
untuk undangan ibu. Tapi saya capek sekali. Maaf, saya tidak bisa pergi.”
Dia berusaha membujuk
merajuk dengan segala cara yang dia mampu dan punya. Tapi aku tetap bergeming
tidak bisa dan takmau pergi. Dengan cara yang kupunya dan mampu aku terus
berkelit. Tawaran dan penolakan yang alot itu akhirnya selelsai.
Tidak jadi pergi
bersama. Dia pulang meninggalkan rumahku. Dan aku kembali tenggelam dalam
kesendirian. Kembali bergelut dengan kesibukan diri sendiri menyiapkan segala
apa yang berhubungan dengan pekerjaanku.
Sebelum ia melangkah meninggalkan tempatku, ia membuka tas tenteng kecilnya. Ia memasukkan jari lentiknya beberapa detik. Kemudian dia mengeluarkan sebuah amplop dan diberikannya kpadaku. Aku tak menerima. Tapi dia pun keukeuh menyerahkan.
![]() |
Foto dari udsgrep.com |
Akhirnya dia letakkan amplop
itu di atas meja sambil berkata: “Sebagai orang Cainis, setiap Imlek kami
selalu menyiapkan dan memberi angpao.
Dan ini adalah angpao saya untuk
Bapak. Mohon diterima sebagai awal membangun bisnis yang baik!” Ia pun bergegas
meninggalkanku dalam kebingungan.
Kudengar mobil menderu
dan meninggalkan tempat parkirnya. Ia bergerak cepat. Dan dalam sekejap ia
telah menghilang ditelan kegelapan malam. Aku pun terpaku menatap amplop yang
tergeletak pasrah di atas meja. Dia seolah mengajakku membukanya. “Ayo dong,
aku dibuka dan lihatlah.”
Ah, dasar amplop!
Setahuku angpao merah amplopnya. Tapi yang ini amplopnya berwarna putih. Isinya
yang berwarna merah semuanya. Kertas berwarna merah yang ada gambar sang
proklamator Indonesia. Uang seratusan ribu. Ada 3 gepok. Tiap gepok berisi
sepuluh lembar uang seratusan.
Aku meraih telepon
genggamku dan mengirim pesan kepada yang punya nomor yang kutuju. “Malam, Bu!
Saya tidak bisa menerima uang itu.” Aku sampaikan itu setelah mengetahui jumlah
uang yang ada di dalamnya.
“Gak apa-apa, Pak! Itu sekedar perkenalan saja. Hitung-hitung sebagai
langkah awal memulai persahabatan baik kita.” Itu pesan balasan di layar
ponselku beberapa menit sesudah kukirimkan pesan.
Aku membalasnya lagi.
“Justru sebaliknya. Ibu sudah merusak hubungan baik itu dengan meninggalkan
jejak yang jelek.” Aku menunggu dengan harap-harap cemas. Dibalas atau tidak?
Dia tak membalas pesan terakhirku ini. Sampai aku tertidur pesannya aku
kutunggu tidak muncul-muncul juga.
Paginya aku memanggil
ketua panitia dan bendahara kegiatan ke ruangku. Aku perintahkan mereka untuk
membawa kembali angpao itu kepada si
pemberi, si pemilik. Aku suruh mereka berdua menghitung dulu uangnya di depanku
baru berangkat. Sebelumnya telah kuberithukan jumlah uangnya.
Sesudah itu baru
kuperintahkan agar langsung diantar ke kantor agen perjalanan yang saya maksud.
Kebetulan mereka berdua tahu dan kenal akrab dengan agen perjalanan itu. Sebab
mereka adalah penduduk asli kota itu jadi taksulit. Sudah familiar!
Selidik punya selidik
ternyata si ibu yang direktur dan sang pemilik agen perjalanan ini sudah tahu
bahwa kami akan mengadakan kegiatan field
trip ke Bali. Makanya ia terlebih dahulu mencuri star sebelum yang lain
menyerahkan proposal penawaran. Luar biasa, cerdik nian. Hebat!
Aku menyertai kepergian
kedua petinggi panitia itu dengan sebuah harapan. Semoga sang direktur tidak lagi
mengulangi kebiasaannya memberi angpao
bertuah macam itu. Kiranya ia disadarkan saat angpao beramplop putih itu dikembalikan.
Tilong-Kupang, NTT
Jumat, 12 Februari 2021 (16.11 wita)
Comments
Post a Comment