SUHU BUKIT SALJU LUIBALI

Bukit Salju ada di Sabu? Kalau di sana turun salju berarti dingin sekali dong! Dari mana datangnya salju yang membungkus bukit di dusun kecil, Luibali itu? Mungkin begitulah pertanyaan yang berseliweran di benak pembaca. Baiklah. Ikuti saja kisahnya.

Saya beberapa hari berada di Hawu Mehara sejak tanggal 21 – 24 Agustus 2020. Di sebuah dusun kecil, Luibali tepatnya. Saya ada di sana karena bersama rombongan membawa Rau Kattu dari mendiang Lakki Djira. Seorang putra Luibali yang merantau sejak tahun 1947 dan baru kembali dalam wujud Rau Kattu.

Sebagian informasi sudah saya sajikan di empat seri tulisan sebelumnya mengenai Rau Kattu. Semuanya bisa Anda baca di kompasiana.  

Di tulisan pertama saya kemukakan tentang segala persiapan di Kupang, Timor. Yang kedua mengenai keberangkatan ke Luibali Mehara, Sabu. Bagian ketiga menguraikan situasi saat diterima sebagai tamu di Ammu Kepue. Dan keempat mengulas tentang puncak acara dimaksud.

Sesudah acara dan sebelum meninggalkan Luibali, Hawu Mehara, kami sempat berkeliling menikmati kekayaan alamnya. Walau belum semua daerah kami sambangi. Alasannya karena tidak banyak waktu yang kami punyai untuk itu. Jalan-jalan memanjakan mata.

Namun demikian saya ingin berbagi dari sedikit yang saya miliki. Yaitu sedikit oleh-oleh yang saya bawa untuk Anda pembaca yang budiman. Dan semoga semua ‘buah tangan’ ini bisa Anda nikmati dengan sukacita.

Pembaca yang terhormat! Sabu memiliki pembandangan alam yang sangat eksotis mengagumkan. Yaitu pemandangan pegunungan dan pantai lautnya yang bersih nan asri. Dan semua obyek wisata itu masih alami sebagai anugerah terindah dari Tuhan pencipta langit dan bumi.

Obyek wisata pertama yang saya dan rombongan kunjungi adalah Bukit Salju. Ia berada di balik dusun mungil Luibali menghadap ke dermaga mangkrak yang menjorok ke laut. Bukit Salju putih yang menjulang menjunjung langit dengan latar depan laut lepas berwarna biru pekat yang sangat kontras.

Bukit Salju ini tidak berbalut salju. Itu hanya sebuah penamaan karena kondisinya yang putih metah bila dipandang dari kejauhan. Warna putih itu berasal dari tanah kapur yang berlapis-lapis. Karenanya, ia tidak dingin sejuk sebagaimana sejatinya salju. Tapi ia bersuhu panas menyengat. Mungkin sekitar tiga puluhan derajat.

Menurut Victor Rihi Here, S.Pd., narasumber yang menemani kami, dikatakan bahwa awalnya obyek wisata Bukit Salju itu bernama Balla Hae. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah tebing yang sudah dipahat/papas. Ia dipahat papas oleh alam. Bukan karya tangan manusia.

Namun seiring berjalannya waktu dan kemajuan berpikir masyarakat setempat, maka ia dinamai Bukit Salju. Penamaan itu disematkan padanya karena penampakan alam tebing kapur itu seperti gunung bersalju. Demikian penjelasan detail narasumber yang hari-harinya bertugas sebagai Guru Geografi dan Wakasek bidang Sarpras SMAN 1 Hawu Mehara.

Oleh karena itu, tidak heran kalau pembaca kebetulan berkunjung dan mendaki Bukit Salju Luibali ini, pembaca akan bermandi keringat. Karena udaranya yang panas menyengat. Tapi kawan, Anda akan menikmati pemandangan keren darinya bila Anda berhasil mencapai puncaknya.

Mungkin karena indahnya pemandangan laut yang keren di sana maka pemerintah membangun sebuah dermaga. Tapi ia belum selesai dibangun. Belum jadi. Terbengkalai. Mungkin karena dananya terus digerus gelombang laut yang terusik terganggu. Entah!  

Bila dermaganya sudah beroperasi dengan membawa banyak pelancong, daerah ini sangat potensial menjadi sentra bisnis. Karena sejajar dengan Bukit Salju ini bertengger banyak bukit lainnya. Ia menawarkan sesuatu yang mengusik secara ekonomis.

Areal ini cocok sebagai spot top membangun hotel atau penginapan. Rumah peristirahatan yang akan menghidangkan pemandangan pesona lautnya yang ajaib. Ia akan memberi relaksasi yang sarat sensasi tak terlupakan dari keindahan alam yang mengagumkan. Kita tunggu saja tahun-tahun ke depan!

Setelah berhasil menaklukkan puncak Bukit Salju Luibali, kami menuju arah Timur. Kami meninggalkannya menyusuri pantai di atas jalan tanpa aspal. Masih pengerasan. Sepanjang jalan itu, kami disaksikan pepohonan lontar yang melambai di sisi kiri dan alunan merdu laut di sebelah kanan menuju lokasi wisata lainnya yang tak kalah menawan.  

Penasaran? Ikuti terus petualangan saya!

 

Tilong-Kupang, NTT

Kamis, 3 September 2020 (12.22 wita)

  

Comments

Popular posts from this blog

POIRHAQIE de KRISSIEN

BELAJAR = PEMAKSAAN PEMBIASAAN DIRI

TIDAK PAKE JUDUL