SELALU TERLIBAT

Mengajar telah menjadi bagian hidupku. Ia profesiku. Ia adalah aku sejak pertama kali melakoninya di tahun delapan enam saat masih kuliah. Hingga kini kecintaanku terhadap dunia ini makin hari kian bertambah. Mengajar tidak lagi hanya sebagai pekerjaan tapi ia telah menjadi gaya hidup.  

Gaya hidup menurutku adalah cara seseorang menghadapi dan menyelesaikan masalah hidup. Gaya hidup itu adalah sesuatu yang melekat erat dalam diri seseorang. Sesuatu yang tidak bisa ditiru karena ia merupakan bagian dari kepribadian pemiliknya.

Gaya mengajar berarti cara seorang guru menyampaikan materi belajar. Bagaimana ia mempengaruhi siswanya agar mereka memberi perhatian pada apa yang sedang disampaikan. Dan juga bagaimana siasat yang diterapkan demi menimbulkan kesukaan atau kecintaan mereka terhadap mata pelajaran yang diampu.

Aku selalu berusaha untuk terlibat dengan anak-anak setiap kali mengajar. Bagiku itu suatu kewibawaan. Apa yang aku perintahkan aku lakukan terlebih dahulu. Aku perintahkan dengan tindakan bukan dengan kata-kata semata.

Jadi apa yang aku kehendaki mereka perbuat aku lebih dahulu berikan contoh. Mulai dari caraku berpakaian, pemanasan, pelajaran inti, sampai penenangan. Aku terus membiarkan diriku berada di tengah-tengah mereka saat belajar.

Fokusku dalam mengajar olahraga adalah anak-anak mencintai olahraga itu sendiri. Bukan hanya di kala mereka sekolah saja tetapi sampai ia lulus dan berkarya di masyarakat. Bukan sekedar berkeringat, lalu mendapat nilai. Tetapi ia, olahraga itu, harus menjadi suatu aktivitas yang akhirnya mendarah daging seumur hidupnya.

Oleh karenanya sebisa mungkin aku tidak memaksa mereka untuk mengikuti saja apa yang aku perintahkan. Aku sering mengajak mereka berpikir untuk melakukan yang terbaik. Apa yang berguna bagi dirinya kelak di kemudian hari.

Aku berusaha demokratis dalam mentransfer ilmuku. Aku berupaya sedemikian rupa sehingga kesadaran itu timbul dengan sendirinya dalam diri mereka. Yaitu melalui apa yang aku peragakan yang aku tampilkan. Kubiarkan sikap perilakuku yang bebicara.

Itu yang kumaksud dengan mengajar sebagai sebuah gaya. Sesuatu yang melekat erat dalam diri seseorang. Sesuatu yang menjadi kekayaan kepribadian seorang individu. Ia menjadi suatu kepribadian yang mengabadi.

Menyoal mengajar dan kepribadian ini dijelaskan oleh C. E. Eckersley dalam sebuah bukunya. Ia menguraikan demikian: “Teaching,…is a highly individual thing and the personality of the teacher is more important than methods.”

Kutipan ini kudapat dari buku yang diterbitkan tahun tujuh empat. Judulnya adalah: Essential English for Foreign Students. Kata-kata petuah itu ada di halaman satu. Aku harapkan melalui kepribadianku para siswaku tergila-gila dengan olahraga.

Tidak ada instrument yang valid untuk meneliti dan mengetahuinya. Yaitu seberapa jauh pengaruh kepribadianku terhadap keikutsertaan siswa dalam pelajaranku. Tidak ada juga orang yang mau meneliti tentang hal itu.

Pun tidak ada feedback tentang hal ini.  Respon balik yang menyatakan bahwa aku telah berhasil mengajar dengan baik dan berdampak. Baik respon yang datang dari murid, orangtua siswa, teman guru atau pun kepala sekolah.

Hanya ada satu-satunya indikator yang kusadari yang kumiliki.  Bahwa aku dan olahraga, mata pelajaran yang aku ajar ini disukai murid. Mereka mengiktui pembelajaranku dengan sukacita dan sukarela tanpa mengeluh.

Bahkan tanpa aku sekalipun mereka tetap setia latihan. Mereka senantiasa bergairah berolahraga. Dengan demikian ijinkan aku menyampaikan sesuatu yang agak narsis. Seperti Michael Jordan pernah berkata: “I think my personality speaks for itself.”

Kata-kata yang memotivasi diriku itu kupetik dari buku berjudul Jordan  halaman tujuh satu. Buku goresan Dennis P. Eichhorn ini diterbitkan di Seattle oleh Turman Publishing Company tahun sembilan empat.

Seperti yang kubilang di atas bahwa tidak ada indikator valid dalam menilai diriku. Ataupun instrumen untuk menilai kegiatan kepengajaranku. Maka biarlah kunilai diri sendiri dari kacamata orang lain. Yaitu dari tulisan para pakar. Semoga tulisan-tulisan mereka ini juga dapat menjadi rujukan bagi teman-teman pembaca sekalian.

Nah, dalam sebuah buku lain yang pernah kubaca dikatakan: Guru yang senang bekerjasama dengan murid, yang menguasai teknik mengajar dengan baik, yang terbuka terhadap kritik adalah guru yang sedang menapaki jalan menjadi guru terkenal.

Dalam teks aslinya tertulis demikian: “Teaching is a very complex activity, but teachers who enjoy children, who have mastered basic teaching techniques, and who are open to corrective feedback are well on their way toward becoming outstanding teachers.”

Untaian kata yang membesarkan hatiku itu termaktub di halaman seratus lima puluh tujuh. Ia kukutip dari buku The Psychology of Learning and Teaching. Sebuah buku yang diterbitkan oleh Arno Press, New York. Karya bersama Patricia C. Stetson dan William Ray Heitzmann dipublikasi tahun tujuh tiga.

Tak pernah terlintas dalam diriku untuk menjadi seorang guru terkenal. Aku mengajar karena itu duniaku. Aku mengajar demi mencerdaskan anak bangsa. Aku hanya ingin agar orang banyak mengenal pelajaranku dengan baik melalui diriku. Terutama para siswa asuhanku.

Semoga mereka mengenal dengan baik dan menyukai mata pelajaran olahraga yang kuampu. Atau sekurang-kurangnya, mereka tidak memicingkan mata terhadap pelajaran tersebut. Itu harapan besar dalam diriku sebagai guru olahraga. Apakah para pembaca yang budiman juga mempunyai harapan yang sama seperti aku? 

Comments

  1. Super sekali Bapak...
    Guru memang tidak seharusnya dijadikan sebagai profesi tetapi jiwa dan gaya hidup..
    Menginspirasi saya untk erubah mindset mengenai sosok guru.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Masdar sudah berkenan mampir tinggalkan jejejak.

      Semoga Masdar juga adalah pribadi yang menginspirasi banyak orang!

      Salam kenal.

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TEACHER

BERIRING

AKU ADA SEBAGAIMANA AKU ADA KARENA MEREKA ADA BAGIKU