RAU KATTU (Bagian II: Keberangkatan)

Ketemu lagi dengan saya, pembaca yang terhormat, setelah tidak tayang beberapa saat. Kali ini saya akan meneruskan cerita tentang Rau Kattu. Yaitu tentang keberangkatan. Proses membawa mengantarnya yang dilaksanakan di hari Kamis tanggal 20 Agustus 2020.

Proses Pengambilan/Penjemputan

Mendiang Leonarnd Djami dengan nama Sabunya Lakki Jira selama hidupnya berdomisili di Raknamo. Sebuah kampung di sebelah Timur Kupang yang terkenal karena Bendungannya yang keren dan besar. Bendungan Raknamo yang mendunia yang diresmikan awal Desember 2017 oleh Presdiden Joko Widodo.

Sedangkan para penjemput yang datang dari Mehara, Sabu sementara berada di Kupang. Maka mereka harus ke rumah mendiang untuk mengambil Rau Kattu-nya yang pada tulisan pertama sudah saya uraikan tentang isinya. Namun agar ceritanya mengalir, perkenankan saya menungkapkannya kembali.

Pada uraian sebelumnya tentang persiapan telah saya jelaskan bahwa kotak atau wadah Rau Kattu yang akan dibawa ke Luibali Mehara, Sabu berisi: Baju, celana dan sarung saat meninggal; kayu cendana; buah pala; kelapa kering/kopra; hahabok (alat tumbuk sirih pinang); air mineral; permen; dan foto mendiang.

Rau Kattu yang dibawa dari Raknamo dibagi dalam dua wadah. Wadah pertama berisi: Celana dan sarung yang dikenakan saat mendiang putus napas, siri pinang. Ini adalah perlambang orang yang pernah lahir dan sekarang sedang sakit.

Wadah kedua berisi: Kayu cendana, buah pala, baju yang dikenakan saat putus napas, hahabok (alat penumbuk siri pinang almarhum) atau dalam bahasa Sabunya disebut nalehu, permen, air mineral dan siri pinang. Ini sebagai perlambang orang yang telah meninggal dan akan dikubur di Ammu Keppue (rumah tua).

Sesudah diambil dari Raknamo selanjutnya dibawa ke Tofa, Kupang sebagai titik kumpul sebelum menuju pelabuhan. Tofa adalah rumah Yesua Djami, anak mendiang yang menjadi tempat tinggal selama sakit dan meninggal.

Proses keberangkatan

Rombongan berangkat dari titik kumpul di Tofa ke pelabuhan Tenau tepat jam 17.30 wita. Rombongan berjumlah dua puluhan orang dipimpin Mone Ama. Semuanya terdistribusi ke dalam tiga kendaraan pengantar.

Mobil Mone Ama yang di dalamnya ada Rau Kattu harus selalu berada di depan. Artinya mobil lain hanya boleh membuntut menyusul dan tidak diperkenankan mendahuluinya. Ini merupakan salah satu cara dan sikap menghormati Rau Kattu sebagai personifikasi mendiang.

Selain harus selalu di depan iring-iringan, Rau Kattu juga harus selalu dipangku atau dipegang. Pembawa atau pemegangnya adalah salah satu penjemput yang dari Sabu, tanah leluhur mendiang. Jadi tidak boleh diletakkan dengan alasan apapun sampai tiba di Luibali Mehara di dalam Ammu Keppue (rumah tua) sebagai tempat tujuan terakhir.

Perjalanan ke pelabuhan Tenau ditempuh dalam waktu sekitar tiga puluh menit. Setibanya di sana, kami langsung membeli tiket secara kolektif. Kemudian dengan modal tiket di tangan kami memasuki ruang tunggu. Kami harus menunggu beberapa saat sebelum masuk ke perut kapal.

Ketika tiba saatnya, kami tidak perlu berebutan masuk dek KM Tjantika Lestari. Kendaraan laut yang akan membawa kami menyeberang mengarungi samudera lepas. Kami tidak berebutan karena tidak terlalu banyak penumpangnya.

Selain sedikit penumpangnya, juga karena sudah ada beberapa orang dari kami yang telah lebih dahulu masuk kapal. Mereka mendalui kami untuk mensurvei dan menyiapkan tempat. Ini mereka lakukan demi memudahkan yang baru pertama kali berlayar dengan ikan besi.  

Karenanya kami hanya beranjak normal mengikuti pergerakan manusia menuju kapal. Masing-masing kami membawa bawaannya sendiri. Lalu setibanya di sisi ikan besi itu, kami mengoperestafetkan melalui jendela yang rata dengan dermaga. Kemudian beberapa anggota kami menyambutnya dan membawa ke tempat yang telah mereka siapkan.

Kapal cepat ini memiliki dua dek yang masing-masingnya memuat ratusan penumpang. Tapi tidak semua tempat tidur diisi karena menjalankan protokol kesehatan selama masa corona. Itu sebabnya, tempat tidur yang bergandeng berpasang hanya ditempati satu orang.

Kami pun bertolak berlayar dari Tenau Kupang pukul 21.00 wita. Kapal dibolehkan menghela jangkar dan berangkat setelah melewati pemeriksaan ketat yang dilakukan pihak syahbandar Tenau Kupang. Pemeriksaannya selain tentang penempatan tempat tidur juga mengenai penggunaan masker.

 

Luibali Mehara-Sabu, NTT

Sabtu, 22 Agustus 2020 (08.02 wita) 

Comments

Popular posts from this blog

POIRHAQIE de KRISSIEN

BELAJAR = PEMAKSAAN PEMBIASAAN DIRI

TIDAK PAKE JUDUL