NEW NORMAL
Bagiku
new normal itu sesuatu yang menyedihkan
memedihkan. Dia berawal dari kehidupan yang biasa. Kehidupan yang normal.
Kemudian menuju ke kehidupan yang tidak normal. Kehidupan yang tidak biasanya.
Tidak semestinya. Lalu akhirnya beralih ke masa new normal. Yaitu kenormalan yang tidak normal.
Perkenankan
aku mengungkap beberapa hal seputar new
normal. Terutama terminologi atau kosakata asing yang marak dipakai di masa
keterasingan. Masa pandemik. Mula dari sebuah masa sebelum memasuki era
normal baru. New normal era.
Banyak
istilah yang tercipta selama masa pandemik covid-19. Istilan asing yang bikin
pusing. Isitlah-istilah seperti: Lockdown,
stay at home, work from home, teach from home, learn from home, social and
physical distancing dan new normal.
Sebuah masa yang memaksa banyak orang menjadi kreatif.
Lockdown
adalah suatu kondisi di mana daerah tertentu ditutup. Ditutup agar tidak ada
pergerakan manusia yang keluar dari ataupun masuk ke daerah tersebut. Penutupan
tersebut bertujuan agar sedapat mungkin virus corona dibatasi perpindahannya.
Supaya tidak saling menjangkiti.
Awalnya
lockdown ini dipaksakan oleh pihak
berwenang. Aparat pemerintah mewajibkan mengunci pintu keluar masuk suatu
daerah. Namun makin lama kian timbul kesadaran individu untuk mengunci diri
masing-masing dengan tidak berkeliaran. Tidak keluar rumah sesukanya seperti
dahulu sebelum virus diurus.
Tetap
tinggal di rumah mengamankan diri dari virus maut itu merupakan arti dari stay at home. Tidak sering keluar
rumah. Kecuali ada keperluan mendesak yang tidak bisa diwakilkan atau kegiatan
keperluan demi kehidupan keluarga. Itupun harus memperhatikan protokol
kesehatan yang telah ditetapkan.
Work from home
dikhususkan kepada para pekerja kantoran. Mereka hanya dibolehkan bekerja dari
rumah. Semua pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya diselesaikan di dan dilaporkan
kembali dari rumah saja. Mereka tidak diperkenankan masuk kantor. Rapatnya pun
hanya dari rumah melalui dan memanfaatkan teknologi digital virtual.
Teach from home
diberlakukan kepada para guru. Para pesemai kecerdasan anak bangsa ini
merancang dan melaksanakan semua kegiatan kepengajarannya dari rumah. Mereka
mengajar, memberi tugas, memberi penilaian dan mengerjakan laporan prestasi
siswa hanya dari rumah.
Learn from home
adalah terminologi khusus untuk para siswa agar belajar di rumah ditemani orangtua.
Mereka yang masih mengenyam pendidikan di sekolah dan kampus. Siswa dan
mahasiswa belajar, mengerjakan tugas dan menyerahkannya lagi hanya dari rumah.
Mereka mendengar pengumuman kenaikan kelas dan/atau kelulusan pun dari rumah
saja.
Social and physical distancing
istilah bahasa Inggris untuk selalu memperhatikan jarak saat berinteraksi
langsung dengan sesama. Semua orang dibatasi saat bertatap muka dengan orang
lain. Atau dengan kata lain tidak boleh berdekatan saat berada di tengah
kerumunan. Di tengah orang banyak. Atau malah jangan ikut berkerumun. Pisahkan
diri dari khalayak ramai.
New normal
adalah kehidupan normal yang baru. Menjelang berakhirnya pandemik ini segala
kehidupan diharapkan kembali normal yang tidak normal. Tapi normal yang baru.
Normal yang aneh. Artinya semua aktivitas kembali seperti sedia kala tetapi
tetap dalam protokol kesehatan sesuai imbauan.
Ada
seorang mahasiswa menceritakan padaku seputar new normal yang dialaminya. Kami berteman sejak pertemuan tak
sengaja di lapangan basket. Kami berkenalan lewat perantaraan temanku yang
lain. Teman sesama pemain basket. Penggemar olahraga bolabasket.
Dia
mengurai menjabar kisahnya secara apik runut padaku. Begini!
Aku adalah mahasiswa salah satu perguruan tinggi swasta di Kota Kupang. Perguruan tinggi
yang menghasilkan tenaga ahli kejuruan tertentu. Sebuah profesi atau tenaga
ahli yang sangat dibutuhkan di kala pandemik ini. Mereka, rekan-rekan seprofesiku
itu berjibaku melawan corona.
Aku
berasal dari luar pulau. Tapi masih di NTT. Karenanya aku kos dekat kampus demi
menghemat. Menghemat tenaga, waktu dan biaya. Aku juga tak perlu pikirkan
tentang transportasi. Aku ke kampus hanya dengan jalan kaki. Olahraga murah
meriah yang disegani covid.
Orangtuaku
dua-duanya guru sekolah dasar di kampung. Tapi mereka tidak mengajar di satu
sekolah yang sama. Papaku guru olahraga. Sementara mama guru kelas enam.
Sembari menjadi guru mereka bertani. Mereka mengolah tanah milik sendiri
seadanya. Tidak luas. Cukup dan cocok untuk bercocok tanam penghasil apa yang
kami konsumsi sehari-hari.
Dalam
kesibukannya sebagai guru, mama kadang menyempatkan diri menengokku di Kupang.
Mama biasa datang pas libur sekolahnya. Sekitar pertengahan bulan Juni hingga
Juli. Biasanya juga mama bersamaku selama kurang lebih dua minggu. Tidak sampai
habis masa libur. Karena mama juga harus kembali mempersiapkan perangkat
pembelajarannya di tahun ajaran berikut.
Papa
jarang datang ke kosku di Kupang. Beliau lebih memilih tinggal di kampung. Ia
selalu mengurus tanaman dan beberapa ekor ternak peliharaan. Mereka tidak bisa
ditinggalkan tanpa ada yang mengawasi. Papa selalu mengalah.
Kalau
mama ada di kosku semua kebiasaan kehidupan berubah. Semua jadi tertata rapi.
Tidak ada barang yang berantakan. Kamar kos jadi bersih menyenangkan. Mama
merapikan menurut jenisnya. Kamarku jadi kelihatan lega karena mantap
penataannya.
Pakaian
bersih dan kotor di tempatkan tersendiri. Terpisah. Di tempat masing-masing.
Buku-buku juga menempati kavling sendiri. Perlengkapan makan yang cuma seberapa
juga dirapikan dengan menawan. Pokoknya mereka berkelompok sendiri-sendiri.
Sungguh indah dibuat mama.
Kompor
yang satu-satunya mama bersihkan hingga kinclong.
Seperti baru dibeli. Peralatan masak-memasak mama bersihkan juga dan
dikavlingkan. Mama letakkan di tempat yang tidak tertangkap mata orang yang
masuk kamar. Termasuk penanak nasi elektronik mama bersihkan. Semuanya rapi
tertata. Menjadikanku nyaman bila masuk kamar kosku. Jadi betah.
Soal
makanan juga berubah drastis. Biasanya hanya dengan menu ala anak kos. Nasi,
mie instan, telor. Bila ada mama jadi berwarna. Warna-warni. Hampir memenuhi
unsur empat sehat lima sempurna. Ada hidrat arang. Protein. Vitamin. Pelengkapnya
adalah buah dan susu. Aku sungguh dimanjakan.
Setiap
bangun pagi sudah tersedia sarapan. Teh manis panas dan kue-kue basah jajanan
pasar. Atau nasi goreng telor. Biasanya juga mama yang bangunkan kalau sarapan
sudah siap. Lalu aku bersih-bersih diri baru menyantapnya dengan lahap sebelum
berangkat kampus. Selalu sedap apa yang dibuat mama.
Pulangnya
aku tak perlu berlelah-lelah. Mama sudah siapkan menu makan siang. Menu yang
selalu berganti-ganti. Antara daging, ayam, ikan atau telur. Dikombinasikan
dengan sayuran hijau segar.
Sayur
pun tidak selalu sama dari hari ke hari. Selalu juga berganti-ganti. Ada sayur
putih, kangkung, daun kelor, dan lainnya. Mama suka memasangkan mencocokkannya
dengan lauk tertentu.
Kalau
mama buat lauk kering, tak berkuah maka sayuran selalu berkuah. Sayuran berkuah
biasanya sayur bening. Sedangkan kalau lauknya berkuah maka sayurnya hanya
ditumis kering Atau lalapan.
Dan
tak pernah ketinggalan masakan mama adalah sambal. Itupun berganti-ganti antara
sambal goreng. Sambal terasi. Sambal luat (campuran racikan cabe, bawang merah,
daun kemangi dan jeruk nipis atau jeruk purut). Atau lawar (kombinasai
menggiurkan dari cabe, bawang merah, irisan tomat, irisan daun bawang dan daun
kemangi).
Wow,
kawan! Anda hanya membaca deskripsiku saja air liurmu sudah mengalir deras
bukan? Apalagi aku. Begitulah setiap hari ketika mama ada di Kupang. Nanti
kapan-kapan kalau mama ada, aku akan undang kalian datang ke kosku. Biar Anda
juga ikut merasakan sekaligus membuktikan bagaimana kenikmatan yang aku
ceritakan ini. OK?
Kenapa
masakan mama senantiasa nikmat? Setelah kuperhatikan secara cermat ternyata
mama tidak menggunakan penyedap berbahan kimia. Dia selalu meracik bumbu
sendiri dari bahan-bahan yang dibeli di pasar. Di antaranya: Kunyit, lada,
pala, langkuas, sereh, jahe, dan lainnya. Mama memang cekatan.
Karena
bumbu racik maka ketika mama sedang memasak anak-anak kos di sekitarku
terhipnotis dengan aromanya. Kata temanku di suatu kesempatan: “Tercium
aromanya saja sudah cukup membuatku kenyang.”
Sekali
saat temanku ke rumah saat mama lagi masak. Melihat kesibukan mama meracik
berbagai macam bumbu, dia bertanya: “Ada pesta apa?”
Aku
malah balik bertanya: “Dari mana tahu kalau ada pesta di sini?”
“Itu.
Mamamu lagi sibuk siapkan maskan-masakan pesta. Enak nih!” Katanya setengah
menahan liurnya biar tak meleleh.
“Tidak.
Mama selalu masak begitu. Tidak pakai bumbu jadi. Mama bikin bumbu sendiri.”
Uraiku menegaskan.
Jadi
begitu, pembaca yang terhormat. Itu situasiku kalau mama ada di kosku. Mungkin
mama ingin menyenangkan anak laki satu-satunya yang dipunyai. Bukan mungkin. Tapi
memang iya. Jadi aku menikmati saja dengan segala ucapan syukur punya mama yang
luar biasa perhatiannya padaku. Terima kasih Tuhan. Terima kasih mama!
Selain
makanan, mama juga memperhatikan penampilanku. Dia selalu merapikan pakaian
yang akan kukenakan kala akan pergi. Entah ke kampus atau ke tempat tertentu.
Semisal ke tempat ibadah atau ke pesta. Atau sekedar menemui dosen. Atau menemui
siapa pun. Intinya ketika aku keluar dari rumah harus terlihat bersih dan rapi.
Harus sedap dipandang. Kira-kira begitulah pikiran mama.
Semua
yang terbaik yang ingin mama lakukan padaku. Dari ruang tidur. Urusan makan.
Penampilan. Dan semua pernak-pernik yang melekat padaku. Dan segala yang
kulakukan mama ikut memperhatikan. Dia hanya mempersiapkannya. Selanjutnya
terserah aku.
Keputusan
tetap di tanganku. Kecuali kalau ada yang tidak beres menurut pemandangannya,
dia akan memberi masukan atau kritik yang membangun. Kupikir wajar. Tidak ada
orangtua yang ingin melihat anaknya jelek. Atau tampil acak-acakan. Itu sangat
manusiawi. Naluri keibuan senantiasa menuntun kepada kebaikan.
Keadaan
ini tidak bertahan lama. Hanya selama hari libur mama. Maka akupun hanya
menikmati hidup bermanja-manja selama kurang lebih dua minggu. Selama mama ada
bersamaku di kos. Di Kupang. Apa boleh buat.
Hari
ini aku mengantar melepas mama di dermaga. Mama kembali pulang ke kampung
halaman dengan kapal feri. Aku dengan berat melepas mama pergi. Tapi mama harus
pulang dalam kesibukannya sebagai guru kelas enam di kampung. Selain itu, mama
milik papa. Aku tak berhak menahannya berlama-lama di kos. Di Kupang.
Aku
pun kembali pada kehidupan yang normal, new
normal. Kehidupan sebagaimana sedia kala. Kehidupan dengan pemandangan
sebelum mama datang. Memasuki tata kehidupan yang tak tertata. Kehidupan new normal ala anak kos.
Selamat menyongsong memasuki era
new normal!
Yolis
Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Kamis, 4 Juni 2020 (16.43
wita)
Comments
Post a Comment