IBU SISKA BERBAGI ILMU MENULIS NONFIKSI
I.
Pengantar
Nonfiksi bukanlah
karya tulis rekaan. Tapi tulisan yang dilandaskan pada kenyataan yang ada atau
yang ditemui. Menulis nonfiksi haruslah dengan bahasa yang lugas dan tidak
bersayap atau berbunga. Ada beberapa ragam menulis nonfiksi.
Itulah gambaran
materi pembelajaran kali ini. Seperti apa detailnya? Silakan ikuti hingga
tuntas. Materi ini akan disampaikan oleh seorang editor handal. Selain
pemaparan materi, ada juga Tanya jawab yang akan memperkaya pembaca.
Pembelajaran ini
berlangsung pada hari Jumat tanggal 19 Juni 2020. Dimulai dari jam 19.00 hingga
21.00 wib. Moderator yang mengendalikan jalannya aktivitas belajar ini adalah
Ibu Fatimah dari Aceh.
Berikut adalah
penuturannya!
II.
Materi
Pembelajaran
Malam ini kita akan
bahas tentang mengenal ragam tulisan nonfiksi. Seperti ragam tulisan nonfiksi
yang bisa kita produksi bersama-sama.
Nonfiksi menurut KBBI
adalah yang tidak bersifat fiksi, tapi berdasarkan fakta dan kenyataan. Ia
merupakan karya informatif di mana penulis bertanggung jawab penuh atas
kebenaran dan akurasi informasi yang disajikannya.
Nonfiksi juga artinya
tulisan yang berhubungan dengan hal-hal nyata. Tulisan tentang orang atau
manusia. Tentang tempat yang dikunjungi. Tentang segala macam bentuk kegiatan.
Nonfiksi adalah kebalikan dari fiksi.
Mengapa menulis?
Ikatlah ilmu dengan tulisan. Menulis untuk manajemen pengetahuan kita. Setiap
tulisan adalah jejak langkah kita. Ia juga merupakan hak paten terhadap ide
atau gagasan kita.
Ragam tulisan
nonfiksi sangat banyak. Namun malam ini saya akan membagikan karya nonfiksi
yang cepat ditulis. Ini adalah karya nonfiksi yang sering ditulis: Berita,
esai, catatan perjalanan, artikel informative, dan best practice.
Berita adalah cerita
atau keterangan mengenai kejadian atau peristiwa hangat. Teknis menulis berita
ada dua. Pertama, hard news yaitu
tidak bertele-tele. Lugas dan singkat. Kedua, feature yaitu artikel kreatif. Sifatnya informatif dan menghibur.
Esai adalah karangan
prosa yang membahas masalah sepintas lalu dari sudut pandang pribadi
penulisnya. Prosa sering juga disebut opini. Mengangkat sebuah topik kemudian
dikupas dengan sudut pandang kita dan ada tawaran solusinya.
Catatan perjalanan
adalah tulisan tentang proses sebuah perjalanan atau ulasan tentang apa yang
ditemui dalam perjalanan tersebut. Misal, ulasan mengenai tempat yang
dikunjungi, budaya daerah, makan khas, dan seterusnya. Menceritakan detail
perjalanannya.
Artikel informatif
adalah tulisan yang berisi informasi tentang suatu hal. Kelebihan dan
kekurangan dari sesuatu yang kita ulas atau tulis. Tujuannya adalah untuk
menambah pengetahuan pembaca. Isinya adalah murni informasi. Ia sering disebut
artikel feature dalam bahasa populernya.
Best practice adalah
tulisan tentang pengalaman terbaik dalam menyelesaikan suatu masalah. Biasanya
dibuat oleh para pendidik atau mereka yang terlibat dalam dunia pendidikan.
Selain sebagai lesson study atau
pembelajaran, produk tulisan best
practice juga bisa menjadi masukan bagi pemerintah untuk memperbaiki
kualitas pendidikan. Ia ditulis dalam bentuk formal. Bisa juga ditulisan dalam
bentuk feature.
Mengakhiri paparan
ini ijinkan saya menyampaikan sedikit pemberitahuan untuk teman-teman sekalian.
Yaitu bahwa saat ini saya dan rekan saya sedang mempersiapkan buku antologi
tentang pendidikan di masa pandemi. Rencananya kami akan mengundang kolaborasi
kepada para guru dan orang tua. Saya berharap Guru-guru Hebat di sini bisa
menjadi contributor. Nanti jika sudah siap segala sesuatunya, saya akan share detailnya seperti apa di grup ini.
III.
Tanya
Jawab
Pertanyaan 1: “Kenapa ibu memilih menulis bukan di blog?”
Kenapa
bukan di blog? Pertama, alhamdulillah sampai saat ini masih banyak yang order
jasa penulisan maupun editing, sehingga waktu saya saat ini terpakai untuk itu
dulu. Jujur sudah cukup lama saya tidak menulis untuk diri saya sendiri, semoga
segera bisa. Mohon doanya. Kedua, saya lebih memilih platform forum seperti
Kompasiana (walaupun akun saya sudah lama nggak aktif juga. Karena alasan
pertama tadi), karena kemungkinannya lebih besar untuk tulisan saya terbaca
oleh orang lain.
Pertanyaan 2: “Apa yang menjadi motivasi ibu dalam menulis?”
Pertama,
karena saya senang menulis. Kedua, mengaktifkan otak saya.
Pertanyaan 3 dari Nanik
Yuliani, Mataram: “Tulisan Mbak Siska
begitu bermutu. Apa langkah-langkah atau persiapan Mbak Siska saat akan membuat
sebuah tulisan?”
Halo
Ibu Nanik. Terima kasih atas pertanyaannya. Yang paling pertama saya lakukan
adalah mengeluarkan apa yang berseliweran di pikiran saya. Misalnya saya akan menulis
tentang virus corona, maka semua yang saya pikirkan tentang itu saya tulis
dulu. Biasanya saya menggunakan mind
mapping sederhana untuk itu. Hal ini saya lakukan agar ketika saya menulis
nanti saya tidak "tersesat" dan tidak ada informasi yang ingin saya
sampaikan kemudian terlewat saya tuliskan. Pada dasarnya di sini saya sedang
membuat kerangka tulisan, hanya dalam bentuk sangat sederhana dan "kasaran."
Setelah semua isi pikiran saya keluarkan, lalu saya susun, mana yang akan saya
letakkan di bagian pembuka, tengah, dan penutup tulisan. Setelah semua selesai
saya tulis, kemudian saya mengendapkan dulu tulisan itu. Minimal 15 menit saja.
Tujuan mengendapkan ini adalah untuk mengistirahatkan otak. Kemudian, saya baca
lagi tulisan saya. Biasanya setelah otak lebih jernih, maka akan lebih teliti
saat membaca ulang ini. Jika ada salah ketik, atau letak yang tidak pas, bisa
kita perbaiki. Nah, di sini juga saya melakukan "self editing" atau mengedit sendiri. Kesalahan-kesalahan dalam
tulisan tadi bisa saya revisi terlebih dahulu. Setelah semua dirasa oke,
barulah saya setor tulisan saya ke editor (jika itu tulisan pesanan), atau saya
posting jika tulisannya untuk kepentingan saya pribadi.
Pertanyaan 4 dari
Mardiyanto, Kapuas: “Apakah tips atau
kiat-kiat untuk untuk menulis fiksi?”
Tentang
menulis fiksi. Pertama, perlu banyak membaca karya fiksi juga untuk memicu otak
kita berimajinasi dan membangun cerita yang menarik. Terkadang saat hendak
menulis fiksi kita ingin menyajikan konflik yang menarik agar pembaca bisa
menikmati karya kita. Nah, saking ngêbêt-nya
untuk itu, kita suka berpikir jauh dan mengawang-awang, akhirnya kadang
tersesat. Lho, tersesat piye Mbak?
Maksudnya tersesat pada konflik yang kita tidak pahami. Nah, tips berikutnya
adalah, ambil konflik dari keseharian kita dan hal-hal yang dekat dengan kita.
Misal, saya seorang ibu rumah tangga, maka jalan cerita yang saya bangun,
konfliknya, ya tidak jauh dari kehidupan berumah tangga. Pernah sekali waktu
saya menulis tentang sesuatu yang saya kurang pahami. Saya juga tidak pernah
terlibat dalam aktivitas yang saya angkat itu. Akhirnya, cerita yang saya buat
jadi "garing." Bapak suka menulis fiksi? Monggo mampir ke halaman
saya, https://www.storial.co/book/mencari-bahagia/.
Tulisan Bapak (dan Teman-teman sekalian) juga bisa diposting di sana. Bisa
belajar juga dari penulis-penulis kawakan di sana.
Pertanyaan 5 dari Ibu
Aning S., Pati gelombang 12: “Apakah
artikel informatif itu bisa mendapatkan nilai dalam PAK jika artikelnya tidak
sesuai mapel, dan di mana artikel itu bisa dipublikasikan?”
Dalam
artikel informatif biasanya kita menyampaikan informasi atau pengetahuan kepada
khalayak tentang suatu hal. Misal bagaimana cara mengajar dengan menyenangkan. Menurut
saya, seharusnya bisa dapat nilai dalam PAK. Karena apa? Karena melalui tulisan
itu ibu bisa mengarahkan khalayak tentang sesuatu. Ibu juga bisa menjawab
permasalahan khalayak terhadap sesuatu. Misal, saya membutuhkan informasi
tentang bagaimana mendampingi anak belajar. Kemudian saya googling, saya ketemu tulisan ibu tentang itu. Jika saya praktikkan
dan kemudian berhasil, maka itu berarti Ibu sudah membantu saya menyelesaikan
masalah saya tersebut. Kemudian di mana bisa dipublikasikan? Saat ini media
massa mainstream (Kompas, Republika, Tempo, dan lain-lain) sudah membuat wadah
jurnalisme warga, seperti Kompasiana (milik Kompas). Di sana kita bisa menulis
tentang apa saja, selain itu baik dan informatif. Cara mendaftarnya pun mudah dan
gratis. Nah, ibu bisa buat akun di sana, kemudian ibu tuliskan artikel informatif
yang ibu tulis. Kemungkinan besar untuk dibaca khalayak jika topik yang ibu
angkat bersifat umum dan informatif. Ini alamatnya kompasiana: www.kompasiana.com.
Sampai saat ini Kompasiana memang yang
paling besar dibandingkan forum yang lain.
Pertanyaan 6 dari Edi
Syahputra H., Aceh: “Sungguh mantap
tulisannya. Setelah saya mengikuti kuliah dari Ibu Siska Distiana, yang menarik
bagi saya adalah tulisan tentang berita. Yang ingin saya tanyakan bagaimana
menulis berita yang baik?”
Wah,
saya ingin sekali bisa berkunjung ke Aceh lagi.. Bumi Aceh sangat mengesankan. Terima
kasih atas pertanyaan bapak. Bagaimana menulis berita yang baik? Pertama harus
terpenuhi dulu semua unsur beritanya. Apa itu? 5W+1H (Who, What, When, Where, Why, dan
How). Jadi sebuah berita harus bisa menceritakan siapa melakukan apa, kapan
dan di mana dilakukannya, mengapa melakukan itu, dan bagaimana ia melakukannya.
Kedua, ada nilai aktualitas dan faktualitas dalam berita. Aktualitas itu
kecepatan berita ditayangkan. Jadi makin cepat sebuah peristiwa diangkat
menjadi berita dan ditayangkan/dimuat, akan lebih diminati khalayak. Kemudian
faktualitas, ini bicara tentang kebenaran. Jadi sebuah berita harus benar-benar
berdasarkan peristiwa nyata. Makin dekat sebuah berita dengan keseharian
khalayak, biasanya akan makin diminati. Misal, Pak Edi menuliskan berita
tentang seorang guru biologi di Aceh yang berhasil menemukan formulasi vaksin
corona. Nah, Rekan-rekan guru lain pastilah akan tertarik untuk membaca itu
daripada membaca tentang fashion show yang digelar di New York. Terakhir,
kemampuan menulis kita berbanding lurus dengan kemampuan membaca, saya selalu
percaya itu. Jadi, makin banyak Bapak membaca berita, maka Bapak akan lebih
mudah memproduksi diksi kata yang menarik pada naskah berita Bapak.
Pertanyaan 7 dari Lusia:
“Penulis bertanggungjawab penuh atas
kebenaran informasi. Yang saya tanyakan adalah apakah perlu surat keterangan
untuk mempertanggung jawabkan kebenaran itu, kalau perlu bagaimana proses nya?”
Tentang
surat keterangan, jika tidak ada yang menggugat tidak ada surat keterangan pun
tak mengapa. Surat keterangan biasanya diperlukan untuk ranah hukum. Jadi, jika
tulisan kita dapat diterima dengan baik, tidak disertai surat keterangan pun
tak mengapa. Lalu bagaimana cara membuat surat keterangan tersebut? Jujur saya
belum punya pengalaman juga tentang ini. Namun sepertinya bisa kita cari tahu
dari institusi pemerintah yang menangani Hak Kekayaan Intelektual (HAKI), ada
Dirjen Kekayaan Intelektual, https://www.dgip.go.id/.
Pertanyaan 8 dari Bu
Iin, Kediri: “Pencapaian yang luar biasa,
berbagai tulisan dihasilkan oleh Bu Siska.
Bisa minta tips awal mulai menulis kapan dan siapa yang membentuk Bu
Siska bisa seperti ini. Dan bagaimana peran sekolah dalam mengasah kemampuan Bu
Siska? Ini untuk kita terapkan ke anak dan siswa kita.”
Saya
juga saat ini sedang rehat jadi content
writer. Kemarin sempat ambruk, sebulan Ramadhan saya sakit. Jadi untuk
sementara waktu sama suami dilarang menerima kerjaan content writer (CW) dulu. Memang tantangan kerja CW di situ,
berkejaran dengan deadline. Namun
pelajaran berharga yang saya dapatkan dari sana adalah konsistensi. Konsistensi
menulis dan mengatur waktu. Jika kita bisa atur setiap hari menulis 1-2
artikel, saya kira tidak akan masalah. Ini yang masih menjadi tantangan saya memang.
Saya belum lulus di ujian manajemen waktu ini.
Pertanyaan 9 dari Bu Titin,
SDIT Annaba Subang: “1. Kesalahan apa
saja yang sering ibu temukan ketika mengedit BP? 2. Bagaimana tips ibu dalam
memanajemen waktu ketika menulis dengan pekerjaan ibu lainnya?”
1.
Pertama dan paling banyak terjadi adalah kesalahan teknis penulisan (kata tidak
baku, tidak sesuai PUEBI, salah ketik, dan sebagainya). Kedua, kesalahan
substansial biasanya berkisar antara kurangnya penjabaran pada bagaimana cara
menyelesaikan permasalahannya. Atau kurang menjabarkan metode yang digunakan. 2.
Saya masih merasa belum lulus ujian manajemen waktu. Jadi masih
berkejar-kejaran antara ngurus rumah, ngasuh anak, sama kerja. Saya sudah coba
buatkan jadwal dan pembagian waktu di ketiga urusan itu, tapi eksekusinya belum
oke. Kebetulan saya masih punya balita (3 tahun), jadi jadwal saya masih suka
berubah-ubah tergantung mood si Adik
ini.
Pertanyaan 10 dari Ibu
Yani, Yogya: “Ketika menulis, saya sudah
menulis poin-poin yang akan saya tulis. Namun di tengah menulis, saya kesulitan
dalam mengembangkannya (tidak bisa banyak). Bagaimana agar saya bisa
mengembangkan tulisan dengan mudah?”
Pertanyaan
Ibu beberapa kali pernah saya alami juga. Kalau dalam dunia kepenulisan ini
istilahnya writer block. Ibu bisa googling, ada banyak sekali kiat yang
dituliskan para penulis kawakan tentang bagaimana mengatasi itu. Kalau saya,
biasanya saya berhenti sejenak dan melakukan hal lain yang saya suka. Kebetulan
saya suka nyanyi. Jadi saya rehat sebentar untuk nyanyi. Biasanya setelah itu
pikiran jadi jernih kembali. Tilawah
Quran juga sangat membantu menstimulasi otak untuk bekerja lebih baik. Bisa
dicoba juga. Setelah pikiran jernih
kemudian coba urai lagi ide yang mau ditulis tadi. Menggunakan peta
pikiran atau mind mapping sangat
membantu. Tulis saja semua yang ada di pikiran kita dan semua yang berkaitan dengan
ide tulisan kita tadi. Nah dari sana pengembangan tulisan bisa dilakukan. Terakhir,
kemampuan menulis kita berbanding lurus dengan kemampuan membaca. Makin banyak
baca maka akan makin banyak juga kosa kata yang kita punya. Selain itu, kita
juga belajar bagaimana membangun tulisan/karya. Dengan demikian kita akan lebih
lancar menulis.
Pertanyaan 11 dari Esti,
Babel: “Mau tanya teknik penulisan Essay itu
yang bagaimana, ada tidak contohnya?”
Esai
itu sama seperti opini di media massa. Bu Esti bisa coba lihat di koran pada
kolom opini. Ketika mau menulis esai, kita tentukan dulu topik apa yang mau
kita tanggapi. Kemudian uraikan tanggapan kita seperti apa. Terakhir cari
referensi yang terkait jika diperlukan. Misal, Bu Esti ingin menanggapi tentang
kasus positif corona di Indonesia yang terus meningkat. Pertama Ibu kumpulkan
dulu data tentang itu, misal jumlahnya berapa, kenaikannya berapa per hari, dan
seterusnya. Kedua, tuliskan apa gagasan ibu terhadap itu, misal ibu punya ide
tentang bagaimana caranya mengurangi penyebaran corona. Nah, uraikan satu per
satu, misal pertama di rumah aja, kedua rajin cuci tangan, dan seterusnya.
Jangan lupa masing-masing poin dijelaskan. Ketiga, jika ada referensi untuk
mendukung ide ibu, akan lebih baik. Misal, rajin cuci tangan bisa mencegah
penyebaran corona, adakah teori atau pendapat ahli yang menguatkan itu. Contoh
esai yang pernah saya tulis nanti saya lampirkan lagi di bawah sini. Di
internet juga banyak, ibu bisa googling.
Yolis
Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Sabtu, 20 Juni 2020 (20.17
wita)
Comments
Post a Comment