TERBITKAN BUKU, CATATKAN SEJARAH
I.
Pengantar
Sore hari ini, Rabu
tanggal 6 Mei 2020 ada pembelajaran menulis online
bersama Ibu Farrah Dina yang berlangsung dari jam satu hingga jam tiga sore
waktu Indonesia barat. Pembelajaran ini dipandu oleh Omjay.
II.
Materi
Pembelajaran
Perkenalkan, saya
Farrah Dina pendiri Tangga Edu. Terima kasih atas kesempatannya hari ini. Saya
menulis 20 judul buku, berkaitan dengan pendidikan untuk guru & orangtua
serta buku-buku bergambar untuk anak. Berikut sudah saya siapkan khusus untuk
grup ini tautan youtube untuk sharing-nya.
Membaca buku berarti
berbicara dengan orang-orang bijak masa lalu. Melalui buku kita mengetahui
sejarah. Itu sebabnya hari ini saya akan membawakan tema: Terbitkan Buku,
Catatkan Sejarah. Jadi terbitkanlah buku untuk membuat sejarah. Tapi jangan fokus
penerbitannya. Berkaryalah dengan menulis buku sebanyak-banyaknya. Penerbitan
adalah sebuah akibat. Penulis berhasil sukses karena hadirnya pembaca. Kalau
karya baik dan dibutuhkan maka akan sangat mudah diterbitkan.
Bagaimana membuat
karya tulis dan mengasahnya menjadi sebuah berlian atau intan yang mahal yang
dicari? Untuk menjawab pertanyaan ini saya akan menguraikan dengan prinsip
empat er (4R). Empat ‘R’ yang dimaksud adalah: Renjana, Rutin, Review dan Ruang
bagi Pembaca.
Renjana
Passion
dalam bahasa Indonesia adalah renjana. Renjana adalah sesuatu yang amat menarik
perhatian seseorang. Sesuatu yang selalu menjadi pemikirannya, yang selalu
dipikirkan dengan serius. Sesuatu hal yang dapat dilakukan dengan mudah dan
menyenangkan. Jadi menulislah dari hal-hal yang disukai dan kuasai. Karena bila
kita menulis dari hal-hal yang disukai dan kuasai maka akan mengalir dengan
mudah. Dengan demikian berusahalah temukan dan tentukan renjana dalam diri sebagai
calon penulis hebat.
Rutin
Kuncinya
adalah rutin menulis dan juga rutin membaca. Dengan rutin membaca pikiran kita
akan terpola seperti tulisan yang kita baca. Ketika membaca ada keinginan untuk
membuat tulisan seperti yang kita baca. Oleh karena itu, Harus sediakan waktu
khusus, tempat khusus untuk menulis. Rutin menulis kapan saja di mana saja.
Membaca akan menambah kosakata untuk menulis. Orang yang memendam akan kalah
dengan orang yang mengungkapkan. Orang yang menunggu akan kalah dengan orang
yang melakukan. Maka jangan memendam tapi ungkapkanlah lewat tulisan tentunya. Dan
jangan menunggu tapi lakukanlah yaitu mulailah menulis sesuai renjana.
Review
Setelah
punya tulisan maka selanjutnya harus melakukan review atau melihatnya lagi meninjauanya kembali. Tugas berikut
setelah menulis menuangkan segala pemikiran adalah review, review dan review.
Di sinilah tahap yang sulit dan perlu pemikiran detail dan dalam. Juga
membutuhkan pengetahuan secara teknis dan latar belakang pengetahuan yang
mumpuni.
Ruang pembaca
Langkah
selanjutnya adalah beri ruang kepada pembaca untuk memberi masukan tentang
tulisan kita. Ketika review jangan hanya dilakukan penulis tapi juga review dari pembaca. Artinya
mengharapkan feedback untuk perbaikan
tulisan kita. Pembaca dapat memberikan masukan yang tidak kita pikirkan
sebelumnya, yang tidak kita duga. Pembaca adalah komponen penting bagi seorang
penulis. Jadi bagikan tulisan kita kepada banyak orang lewat media-media yang
kita punya seperti fb, blog dan lain sebagainya.
selesai menonton skg
kita tanya jawab ya. Kirim pertanyaan ke omjay dulu.
Mari menulis dengan
4R. Apa itu 4R? Anda akan dapatkan jawabannya setelah menonton video di atas.
Jangan lupa klik like and subscribe ya. Berikan komentar anda.
III.
Tanya
Jawab
Pertanyaan 1 dari
Nani, Bogor Jawa Barat: “Apakah kita
harus melalui tahapan 4R itu agar buku yang diterbitkan berkualitas?”
Bu
Nani yang bersemangat, tidak selalu seperti itu. Ini dirangkum dari pengalaman-pengalaman
penulis yang hebat yang sudah menerbitkan banyak buku dan disukai. Mereka akan
menulis yang betul-betul sesuai dengan renjananya lalu terbiasa menulis
(rutin). Pada awal menulis buku, jangan kita dipusingkan dengan editing & lain-lainnya yang nanti
justru akan menghambat jadinya sebuah naskah. Tapi setelah itu, baru dilakukan review berulang (dan ini proses
panjang). Seringkali bahkan naskah final sangat berbeda dari naskah awalnya.
Kekuatannya di review ini. Untuk
ruang pembaca, tujuan kita menulis adalah untuk dibaca jadi perlu mendengar
masukan dari pembaca juga.
Pertanyaan 2 dari Bu
Beni, Bojonegoro: “Bagaimana teknis/langkah
mengubah tulisan dari best practice menjadi tulisan populer?”
Ibu
Beni dari Bojonegore yang saya hormati, pertanyaan yang sangat menarik. Banyak
buku-buku yang sekarang best seller
adalah buku-buku ilmiah tapi disajikan dalam bentuk populer tidak penuh dengan
data-data yang memusingkan. Sebaiknya ibu membaca contoh buku-buku populer yang
berdasarkan pendekatan ilmiah. Dari buku-buku ini yang saya perhatikan mereka
akan membahas "Permasalahan" lalu "jawabannya" dengan
sedikit-sedikit memasukkan teori-teori pendukung. Jadi yang dibahas bukan
teroinya, ada unsur emosi kuat yang dibangun sehingga ada konektivitas dengan
pembaca. Beberapa contoh buku ilmiah dibuat populer seperti: Good to Great (penelitian dari 500
perusahaan sukes dunia), The Miracle of
Endorphin (pendekatan psikologis untuk metode pengobatan), The Leader in Me (Praktik-praktik di
sekolah yang menerapkan 7 habit).
Pertanyaan 3 dari Siti
Fatimah, Mojokerto: “Sebagai pemula saya
masih bingung menentukan passion saya di mana. Bagaimana kita mengetahui
passion kita dengan mudah?”
Ibu
Fatimah, tidak sedikit orang yang merasakan hal yang sama dengan ibu. Memang
ada orang-orang yang dari awal sudah tau apa bidang menulis yang akan
digelutinya dan ada juga yang butuh waktu. Cara paling ampuh adalah dengan
terus menulis, nanti akan kelihatan kecenderungan kita. Bahkan, dengan
mengumpulkan bank tokoh, situasi, pengalaman ke dalam bentuk rekaman/tulisan
pun nanti akan terlihat apa yang menjadi renjana kita. Kita bisa lihat dari
bank yang sudah kita kupulkan, apa sih yang menarik untuk kita yang mendorong
kita untuk mengungkapkannya.
Pertanyaan 4 dari Warsih,
Kota Tangerang: “Mau menanyakan tentang
pembuatan buku anak-anak. Misalnya kita menulis berdasarkan apa yang kita
lihat, kemudian kita tambahkan dengan khayalan dan imajinasi kita boleh tidak?
Jadi tidak murni fiksi. Nah yang sperti itu termasuk kategori buku apa, Bu?”
Ibu
Asih pecinta buku anak, boleh sekali memasukkan imajinasi ke dalam buku anak.
Justru imajinasi itu kekuatan dari buku anak. Seperti binatang berbicara, anak
pergi ke ruang angkasa, berteman dengan robot, itu adalah imajinasi. Yang tidak
boleh adalah takhayul dan imajinasi yang mengandung kekerasan. Saya pribadi
keberatan dengan anak durhaka menjadi batu, siasat membuh raksasa seperti dalam
legenda asala usul Danau Batur, dan lain-lain. Sikap jahat akan ada akibatnya,
dan bisa dalam bentuk imajinasi tapi
sebisa mungkin berkaitan dengan perbuatannya dan tidak berlebihan.
Pertanyaan 5 dari Ika
Siswati, Kota Tangerang: “Mau bertanya
apa yang ibu lakukan sehingga dapat
menemukan passion ibu yaitu menulis buku anak?”
Saya
menemukan renjana saya berawal dari pendidikan saya di Amerika & Jepang, di
mana mereka sangat serius memikirkan buku anak. Tidak demikian halnya di
Indonesia. Sebenarnya ini juga berawal dari kebutuhan. Saat di Jepang anak saya
masih TK dan akan kembali ke Indonesia masuk SD. Jadi saya harus mengajarkan
membaca. Saya minta dikirimkan buku-buku dari Indonesia tapi saya tidak puas.
Lalu saya menulis buku sendiri dan ternyata itu menyenangkan buat saya dan saya
merasa bisa memberi solusi pada permaslaahan yang ada. Selanjutnya saya juga
melakukan penelitian di bidang membaca usia SD, dan salah satu hal yang
dibutuhkan adalah buku anak berkualitas. Selanjutnya saya juga melakukan
penelitian di bidang membaca usia SD, dan salah satu hal yang dibutuhkan adalah
buku anak berkualitas. Di pasar, buku anak berkualitas itu biasanya harganya
mahal. Ini yang menjadi motivasi besar saya menciptakan buku-buku berkualitas
dengan harga terjangkau. Ini yang menjadi motivasi terbesar dan itulah passion saya. Walaupun saya tetap
memaksakan diri untuk terus menulis genre lain. Karena rutinnya saya menulis
buku anak dan pendidikan, saya agak meninggalkan bentuk tulisan ilmiah. Pada
saat saya mengalami ini, saya "memaksa" diri saya untuk mengirimkan
rencana penelitian untuk mendapat beasiswa. Dengan tenggat yang jelas akan jadi
motivasi untuk kita. Ini juga perlu dilakukan. Alhamdulillah dengan research
plan yang saya buat, saya bisa diterima di universitas di jepang.
Pertanyaan 6 dari Rachmi,
Banyuwangi: “Ibu masih muda sekali dan
tentunya bersemangat, apa yang melatarbelakangi ibu mendirikan Tangga Edu dan
juga bisa menjadi penulis?”
Ibu
Rachmi yang juga pastinya bersemangat, jawabannya sama dengan pertanyaan kelima.
Yang menjadi motivasi saya adalah bagaimana memberi manfaat sebesar mungkin
untuk negeri Indonesia tercinta ini. Sama dengan Bapak & Ibu semua.
Pertanyaan 7 dari
Yulius Roma, Tana Toraja: “Bagaimana
memanage 4 R ini agar menjadi sebuah kesatuan utuh untuk saling melengkapi
dalam menulis?”
Pak
Yulius dari Toraja, LAKUKAN. Itu kunci utamanya Pak. Dengan melakukan maka saya
yakin Bapak akan menemukan polanya tersendiri. Yang perlu diingat adalah di
awal, tulis dulu apa yang mudah untuk kita, tapi perlu dipaksakan juga agar
menjadi rutinitas. Dengan begitu kita akan sangat terbiasa. Saat ingin dipublikasi
ke orang lain, maka perlu dilakukan review
berulang-ulang. Jangan lakukan review
saat menulis di awal, karena nanti tidak akan jadi karya karena kita berkutat
dengan banyak hal. Selamat menulis.
Pertanyaan 8 dari Candra,
Langkat Sumatera Utara: “Formula 4R sangat
membantu saya sebagai yang baru belajar mnulis. Pertanyaan saya, menurut ibu
apakah seorang penulis harus fokus pada satu passion atau genre tulisan agar
tulisannya betul-betul baik dan tidak pengaruh rasa tulisan seseorang yang suka
mengerjakan dua tulisan (fiksi dan non fiksi) secara bersamaan?”
Pak
Candra dari Langkat yang bersemangat menulis, ini menarik sekali untuk
didiskusikan. Sebagai awal, tulis dulu sesuatu yang mudah bagi kita, yang
sesuai dengan renjana kita, yang kita senang saat menuliskannya. Ini gunanya
untuk memberi reward terhadap diri
sendiri. Dengan jadinya naskah yang kita sukai, itu akan menjadi bahan bakar
bagi kita untuk terus menulis. Jika di awal kita sudah tidak cukup motivasinya,
maka akan terhambat. Tulislah sesuatu yang betul-betul dari isi kepala atau
hati kita yang ingin disampaikan ke orang lain. Selanjutnya, kita menyesuaikan
diri dan bisa menulis dengan genre apapun, tentu dengan latihan dan pembiasaan.
Bahkan kita pun harus bisa menulis sesuai dengan kebutuhan pembaca. Ini yang
nantinya perlu dikuasai setelah kita menguasai sedikit hal yang menjadi kekuatan
utama kita. Semangat menulis.
Pertanyaan 9 dari Munandar,
Kabupaten Sumba Timur: “Bagaimana cara
awal untuk mengetahui passion seseorang?”
Pak
Munandar dari Sumba, jawabannya sama dengan pertanyaan no. 3. (silakan dilihat).
Kalaupun belum mengetahui passion-nya
saat ini, yang penting adalah menuliskan sesuatu yang betul-betul kita merasa
menikmati menuliskannya.
Pertanyaan 10 dari Syukri,
SMAN UNGGUL Dharmaraya Padang: “Perkenankan
saya bertanya tentang pengalaman Ibu Farrah dalam tulis-menulis. IBU mengatakan
ada 4 R, salah satunya adalah renjana. Saya kurang pahan dari bahasa apa itu renjana
dan mengapa ibu letakkan di poin paling atas?”
Pak
Syukri, renjana adalah passion,
ketertarikan kita pada satu hal yang kita akan mengerahkan energi kita untuk
itu dengan senang hati. Menulis sesuatu yang sesuai dengan renjana kita, itu akan
menjadi kekuatan di awal. Manusia memerlukan reward langsung. Saat kita menulis sesuatu yang sesuai dengan minat
kita, maka kita akan menikmatinya & hasilnya pun akan cepat jadi. Hasil
tulisan yang jadi ini merupakan reward
sendiri untuk kita sehingga kita akan terus termotivasi untuk menulis. Setelah
itu, barulah berkreasi dengan berbagai genre agar kita menguasai menulis berbagai hal.
Pertanyaan 11 dari Benny
Belang, Kupang-NTT: “Bagaimana caranya
agar dapat menerima tanggapan pembaca yang negatif pada tahap ruang bagi
pembaca? Bagaimana tips mengubah
penulisan ilmiah menjadi penulisan populer?”
PAk
Benny dari NTT, menerima tanggapan negatif memang tidak mudah. Jangan sampai
juga itu medemotivasi kita dan menghilangkan jati diri kita. Saat kita
mendengar tanggapan pembaca, yang perlu kita tahu sebenarnya adalah penangkapan
pembaca terhadap hasil tulisan kita. Apakah sama seperti apa yang ingin kita
sampaikan? Kemudian "keseluruhan" atau "detail" apa yang
tidak disuka. Kalau tidak suka karena selera yang berbeda, maka bisa jadi
pelajaran bahwa orang dengan persona seperti dia bukanlah target pembaca kita. Jika
tidak sukanya karena "persepsi" atau "terjemahan" yang
berbeda dari yang sebenanrnya ingin kita sampaikan, maka mungkin ada penulisan
yang perlu diperbaiki. Untuk buku ilmiah ke populer, ada pada jawaban no. 2
Pertanyaan 12 dari Sri
Indayani, SMAN 1 Paciran: “Tadi ibu
menjelaskan tahapan menulis 4R. Yang pertama renjana. Pertanyaan saya kalau
saya merasa renjana saya membuat buku pelajaran Fisika. Apakah berarti
sebaiknya saya menulis buku pelajaran Fisika saja? Karena saya kalau mencoba
menulis buku Fisika terasa lebih ringan dibanding mencoba menulis artikel dan lain-lain.”
Bu
Sri sang fisikawan, untuk tahap pertama maka sebaiknya ibu pilih buku fisika.
Ini untuk menciptakan reward bagi
diri kita di awal agar kita terus termotivasi untuk menulis. Namun setelah itu
lebarkanlah sayap. Coba buat artikel lain yang tetap mengaitkan dengan fisika
(ilmiah menjadi populer) dan berkreasilah dengan genre-gendre lain. Sebagai
tambahan, dapat dibaca pada jawaban pertanyaan kedelapan.
Pertanyaan 13 dari Fitran,
Mataram: “Saya belum pernah menulis buku
namun saya sering melakukan penelitian dan ada beberapa yang saya publikasikan.
Pertanyaannya, bagaimana cara mudah
menulis buku sebagai pemula seperti saya karena beberapa kali saya coba selalu
gagal.”
Pak
Fitran yang suka meneliti, MULAI SAJA DULU (seperti iklan di TV). Ini yang
paling penting. Jika memang tertarik dengan penelitian, coba ambil salah satu
sudut dari penelitiannya untuk dijadikan artikel (bukan keseluruhan
penelitian). Ambil sisi yang dapat dibangun konektivitasnya pada pembaca secara
umum.
Pertanyaan 14 dari M.
Rasyid Nur, Karimun: “Sebelum menentukan ruang
pembaca apakah kita perlu meneliti atau survey untuk calon pembaca buku kita.
Lalu, bagaimana sebaiknya jika kita berharap pembacanya tidak terlalu spesifik?”
Pak
Rasyid, pada tahap awal kita menulis maka sebaiknya kita menulis untuk tujuan
diri kita. Apa yang ingin kita sampaikan. Agar keluar jati diri kita sambil
kita melihat yang cocok dengan tulisan kita itu pembaca yang bagaimana. Baru
kemudian kita berkembang, mulai menulis berdasarkan "pesanan" artinya
kita tentukan dulu sasaran pembacanya. Misalnya menulis untuk remaja maka ada
bahasa-bahasa yang perlu disesuaikan, maka kita menulis dengan "frame" pembaca di kepala kita.
Nanti kita minta pendapat dari pembaca yang dituju sesuai sasaran.
Pertanyaan 15 dari Roni
Bani, Timor: “Menulis buku anak itu tentu
untuk membangkitkan minat maka perlu gambar. Apakah ibu menggambar sendiri atau
menggunakan jasa? Atau adakah cara lain mendapatkan gambar. Buku Anak bagi saya
itu suatu kesulitan. Saya sudah mencobanya. Terbentur pada gambar, termasuk
bila harus meminta izin.Terima kasih bila ada tips yang berbeda.”
Salam
Bapak Roni, saya membuat buku anak dengan desain berjenjang di awal. Mulai dari
pembaca pemula yang harus penuh dengan gambar. Untuk ini tentu saya bekerja
sama dengan ilustrator. Banyak komunitas ilustrator saat ini, termasuk di
medsos. Tapi pada jenjang yang lebih tinggi, buku anak akan lebih sedikit
gambarnya bahkan tidak bergambar (novel anak). Nanti bapak tentukan
saja di jenjang mana Bapak ingin menuliskannya. Jika tertarik lebih lanjut,
akan ada workshop-nya oleh Tangga
Edu, silakan ikuti media sosialnya IG @tanggaedu & FB Tangga Edu untuk info
terkini.
Pertanyaan 16 dari Elly
Mahayani, Jembrana Bali: “Ini adalah hari
ke-8 saya mengikuti pelatihan menulis. Kiat-kiat untuk menulis di antaranya
menulis setiap hari, apa saja yang terlintas akan saya tulis. Jenis tulisan saya
masih bersifat bebas dengan kata-kata yang mengalir begitu saja Yang ada di dalam
otak saya tulis. Yang ingin saya tanyakn bagaimana cara menulis secara ilmiah
seperti PTK, Best Practice dengan baik?”
Salam
Ibu Elly, selamat. Dengan ibu sudah rutin menulis maka ibu sudah MEMULAI. Nanti
dari kumpulan tulis itu, pilih beberapa yang ingin di-review dengan serius hingga menjadi tulisan yang siap publikasi.
Untuk tulisan ilmiah ke populer, ada di jawaban no. 2.
Pertanyaam 17 dari Deni,
Cimahi: “Ada yang bilang menulis buku
anak itu lebih menantang atau sulit.
Terutama bahasa yang digunakan musti sesuai dengan bahasa dunia anak.
Bagaimana kiatnya?”
Sulit
atau tidak sangat relatif. Tapi mungkin karena kita terbiasa dengan bahasa
dewasa. Kuncinya adalah sering mendengarkan anak berbicara & memberikan
buku kita pada anak agar kita tahu responnya. Kemudian bisa kita evaluasi. Saat
menulis untuk dewasa, apa yang kita tuliskan akan ditangkap sama oleh pembaca.
Tidak demikian dengan anak, hal sederhana saja bisa dipersepsikan berbeda,
tidak sama dengan apa yang kita maksud.
Pertanyaan 18 dari
Santi, Jayapura: “Sesuai materi tadi
bahwa Pembaca itu sangat dibutuhkan oleh penulis. Bagaimana cara menjadikan PD
pada diri sendiri untuk tidak malu tulisannya dibaca orang lain. Saya sering
menulis, tapi selesai menulis saya simpan. Pernah saya menulis di blog dulu
sekali (baru tentang RPP dan pembelajaran) tapi
kok teman langsung copas semuanya dan dijadikan administrasinya dan
dijadikan atas namanya untuk mendapatkan tandatangan pimpinannya. Padahal saya
nulis itu mikir setengah mati. Dari situ saya jadi malas share lagi. Mungkin
pikiran itu salah.”
Ibu
Santi, saat tulisan dipublikasikan maka hak penulis terhadap interpretasi terhadap
tulisan itu menjadi hilang. Interpretasi dan tanggapan pembaca tidak bisa kita
kontrol. Maka perlu kebesaran hati, karena bisa saja tanggapan yang tidak baik
yang kita terima. Nah kalau tentang hak cipta yang dikopi, maka pada saat kita
membaginya di dunia maya, maka kita harus siap bahwa itu menjadi milik publik.
Walaupun itu salah, tapi di dunia maya kita sulit mengkontrolnya.
Pertanyaan 19 dari Sri
Budi Handayani, Gresik: “Mau bertanya
tentang proses kreatif Mbak Farrah menulis buku anak, berikan contohnya.”
Bu
Sri, karena saya menulis buku berjenjang maka banyak pakem yang harus saya
perhatikan. Biasanya saya memulai dari sesuatu value yang ingin saya kenalkan pada anak tapi tidak dengan cara
doktrin tapi tertangkap. Agar dapat banyak ide, maka saya banyak menonton film
anak, bergaul dengan anak-anak & membaca buku-buku anak. Contohnya buku
"Sihdeh & Robot" yang intinya mengenalkan cara menenangkan diri
dengan menarik napas panjang. Kecenderungan anak laki-laki agak sulit untuk
menenangkan diri saat marah, maka diambillah tokoh robot agar relate dengan anak laki. Setelah itu
dibuat prosesnya, termasuk membuat story
board. Dibaca anak-anak, lalu review & revisi lagi dan seterusnya. Dari masukan anak, bahkan
judulnya pun ada perubahan.
Pertanyaan 20 dari Sri Sulastri, Bojonegoro: “Pertnyaan saya cara apa agar bisa
menghasilkan buku dengan cepat bagi penulis pemula?”
Bu Sri, mulai dari
yang mudah menurut Ibu. Topik yang paling ibu kuasai. Tapi tidak ada yang
instan, semua harus melalui proses. Proses itu akan semakin cepat jika segera
dimulai.
Pertanyaan 21 dari
Bernad, Toraja: “Terkait R ke-4. Menurut
pengalaman Ibu, berapa persen dari ruang pembaca dapat ditampung masukannya dan
bagaiman sikap kita dalam menerima semua kritikan itu agar tidak terbawa
amarah?”
Pak
Bernard, tidak ada rumus baku. Kita siapkan diri kita untuk terbuka terhadap
berbagai masukan. Tapi kita lihat, kalau dia tidak suka karena berkaitan dengan
selera yang berbeda, maka dia bukan target pembaca kita dan ini informasi
berharga bagi kita. Tulisan kita akan memiliki target pembacanya sendiri. Tapi
kalau pembaca tidak suka karena interpretasi yang salah dari hasil karya kita,
maka mungkin cara kita menuliskannya perlu diperbaiki.
Pertanyaan 22 dari Grefer,
Kupang NTT: “Apakah review buku yang
dimaksudkan adalah sebelum buku kita diterbitkan, maka buku itu kita berikan
kepada pembaca tertentu untuk membacanya lalu memberikan masukan positif atau
negatif dari buku yang kita tulis. Lalu, dikembalikan dan kita revisi setelah
itu baru diterbitkan?”
Betul
pak, tapi bahkan apapun hasil tulisan kita, kita hadirkan pada pembaca &
melihat tanggapannya. Ini bahkan sebelum proses penerbitan, usaha individu
penulis untuk mendapat masukan. Kalau sudah ke penerbit, maka ada mekanismenya
lagi tapi kita pun sudah bisa jelaskan targetnya siapa, tanggapannya bagaimana
kira hingga buku kita itu bisa dibilang layak terbit.
Terima kasih banyak Omjay.
Sudah memberi kesempatan berdiskusi dengan guru-guru hebat. Semoga bermanfaaat!
Yolis
Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Rabu, 6
Mei 2020 (19.15 wita)
Mantul
ReplyDeleteTerima kasih, Omjay.
Deletehttps://youtu.be/ZprAYS_Ssdo
ReplyDeleteHatur nuhun
Delete