MENULIS OPINI

I.              Pengantar
Opini di dalam Wikipedia diuraikan sebagai pendapat, ide atau pikiran untuk menjelaskan kecenderungan atau preferensi tertentu terhadap perspektif dan ideology akan tetapi tidak bersifat objektif karena belum mendapat pemastian atau pengujian, dapat pula merupakan sebuah pernyataan tentang sesuatu yang berlaku pada masa depan dan kebenaran atau kesalahannya serta tidak dapat langsung ditentukan misalnya menurut pembuktian melaui induksi. Sederhanya opini adalah pendapat pribadi yang yang tidak objektif. Pendapat atau pikiran seseorang yang belum diketahui banyak orang. Opini adalah pendapat seseorang yang bisa bertentangan dengan pendapat yang sudah ada. Kira-kira demikianlah pengertian opini.
Tapi bagaimana mengeluarkannya supaya diketahui publik? Itulah yang akan disampaikan Bapak Asep Sapa’at sebagai narasumber hari ini, Kamis tanggal 14 Mei 2020 pukul 13.00 hingga 15.00 wib. Sedangkan pamandunya adalah Omjay.
Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Selamat siang guru hebat Indonesia. Siang hari ini kita akan mendapatkan materi tambahan dari tentang pengalaman beliau menulis Opini dan Hikmah di Republika.
Kepada Pak Asep Sapa’at, Omjay persilakan manyampaikan materinya.
Terima kasih atas kesempatan yang telah diberikan, Omjay.

II.           Materi Pembelajaran
Izin memperkenalkan diri. Nama saya Asep Sapa'at, tubuh sehat, jiwa kuat, cita-cita ingin jadi orang bermanfaat. Dengan semangat untuk saling belajar, saya ingin sharing tentang pengalaman menulis di rubrik opini dan hikmah Republika.
Pertama, saya awali dengan penjelasan tentang mengikat makna. Istilah mengikat makna dipopulerkan oleh almarhum Hernowo. Segala hal yang berkaitan dengan aktivitas menulis sebagai cara untuk memaknai hal-hal yang bisa kita lihat, dengar, rasakan, renungi.
Setiap orang memiliki hambatan menulis yang berbeda-beda. Ada hambatan yang disebabkan kesulitan mengalirkan gagasan, ada juga karena faktor mood, ada pula yang disebabkan karena faktor penguasaan bahasa serta keterampilan menulis. Namun hakikatnya, setiap diri kita bisa menulis jika konsisten mau belajar. Hal yang paling mudah ditulis adalah sesuatu yang dekat dengan diri kita.
Sebelum saya dapat mempublikasikan tulisan di media masa, saya belajar menulis di buku harian. Menulis di buku harian adalah cara ampuh untuk membangun kepercayaan diri untuk menuangkan gagasan.
Berdasarkan kajian salah satu guru menulis saya, Mas Bambang Trimansyah, sifat tulisan terbagi ke dalam 4 sifat, yaitu:
1.    Pribadi tertutup, yakni tulisan bersifat sangat pribadi dan cenderung dirahasiakan agar tidak dibaca atau terbaca oleh orang lain. Tulisan ini biasanya berupa diari, surat-surat pribadi, ataupun catatan-catatan rahasia.
2.    Pribadi terbuka, yakni tulisan bersifat pribadi ataupun sangat pribadi, tetapi dibiarkan ataupun disengaja untuk dibaca orang lain. Tulisan semacam ini muncul akibat perkembangan teknologi informasi, terutama di dunia internet. Tulisan-tulisan di blog, situs, ataupun media sosial cenderung banyak yang bersifat pribadi, subjektif, dan kadang malah dibuat sesuka hati.
3.    Publik terbatas, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak, tetapi dalam lingkup terbatas. Misalnya lingkup komunitas, lingkup keagamaan, ataupun lingkup sesama teman yang saling kenal.
4.    Publik terbuka, yakni tulisan yang ditujukan untuk konsumsi orang banyak secara terbuka dan luas meskipun menyasar pada segmen pembaca tertentu. Tulisan ini bebas dibaca siapapun yang berminat.
Sifat menentukan untuk siapa tulisan Anda tujukan. Pada sifat pertama Bapak Ibu menulis, tetapi hanya Bapak Ibu sendiri yang membacanya. Sifat 2, 3, dan 4 adalah tulisan yang ditujukan untuk publik sehingga Anda perlu menimbang tujuan penulisan dan pembaca sasaran.
Nah menurut Bapak Ibu, menulis di media masa termasuk sifat tulisan yang mana? Ranah Jurnalistik Non fiksi. Opini merupakan jenis tulisan nonfiksi, ranah jurnalistik, dan sifat tulisannya publik terbuka. Sebelum bicara lebih teknis untuk membuat tulisan, ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan agar tulisan kita memiliki ruh atau jiwanya. Menurut Mas Fauzil Adhim, ada 6 aspek yang harus dikembangkan agar tulisan kita memiliki jiwa.
Tulisan akan memiliki jiwa saat penulis memiliki visi hidup (cita-cita dan harapan), melibatkan emosi saat menulis, luas wawasannya (banyak membaca, berdiskusi, jalan-jalan), berbagi pengalaman hidup nyata yang pernah dialami, menggunakan nalar atau logika yang tepat, dan tulisan sebagai hasil perenungan yang mendalam tentang apapun yang akan ditulis.
·      Menggagas: Berpikir dan Merencanakan yaitu:
1.    Mengumpulkan bahan referensi.
2.    Menentuian pembaca sasaran.
3.    Mengembangkan ide menjadi kerangka.
·      Menyusun draf yaitu:
1.    Menulis bebas.
2.    Memasukkan bahan yang relevan dengan pengalaman diri, pengalaman orang lain, latar belakang ilmu dan pengetahuan yang dimiliki.
3.    Memasukkan data dan fakta.
4.    Mengembangkan gaya penulisan yang tepat sesuai pembaca sasaran.
·      Menyunting: Memastikan Tidak Ada Kesalahan yaitu: Memperbaiki tulisan dari aspek tata bahasa, ketelitian data dan fakta, kesantunan. Tak boleh ada kesalahan elementer.
·      Menerbitkan yaitu: Menentukan publikasi tulisan pada media yang tepat serta pembaca yang tepat. Bapak Ibu dapat memilih media daring atau media cetak.
Di luar teknis menulis yang disampaikan di atas, faktor nonteknis seperti disiplin menulis, tak pantang menyerah mengirimkan tulisan ke media meski sering ditolak dan tak dimuat, juga tak berhenti belajar meningkatkan keterampilan menulis. Jauh sebelum tulisan saya dimuat di rubrik opini dan Hikmah Republika, sejak tahun 2007 saya konsisten menulis di Republika Online.
Nah ini jadi faktor nonteknis, punya jalinan silaturahim dengan para redaktur di media masa. Kita mendapatkan informasi dan masukan dari para redaktur agar kualitas tulisan lebih baik dan potensial dimuat di media cetak.
Saya cukupkan penjelasan sampai di sini. Selanjutnya kita bisa berdiskusi Bapak dan Ibu.



III.        Tanya Jawab
Pertanyaan 1 dari Andy Muhtadin, Beltim-Babel: “Bagaimana menyiasati agar waktu menulis dan tema kita sesuai dengan waktu kirim/momen yg tepat?"
Wa'alaikumussalam. Selamat sore Pak Andy Muhtadin. Kita harus sensitif dengan momentum yang akan terjadi, misal, 6 hari lagi merupakan momen Hari Kebangkitan Nasional. Nah, dari sekarang Pak Andy sudah mulai menyiapkan bahan belanja gagasan, tentukan ide yang akan ditulis, dan tuliskan dan kirimkan tulisannya paling lambat sehari sebelum tanggal 20 Mei. Prinsip umum demikian Pak Andy.
Pertanyaan 2 dari Yulius Roma, Tana Toraja: “Apa syarat tulisan opini atau artikel bisa layak cetak di media?
Selamat sore Pak Yulius. Syarat paling utama adalah ide orisinal dan menarik, data dan fakta yang disajikan sahih, tata bahasa baik, dan sesuai dengan kriteria dari redaktur media cetak, Pak.
Pertanyaan 3 dari Fitran, Mataram: “Trima kasih telah berbagi ilmu dan pengalaman. Pertanyaan saya bagaimana menyiasati ketidakpercayaan diri atas tulisan yang sudah kita tulis?
Wa'alaikumussalam, Pak Fitran. Bapak coba konsisten menulis dulu di buku harian atau personal blog yang bersifat pribadi. Nanti jika sudah mulai percaya diri, publikasikan tulisan kita. Jangan takut mendapat kritikan dan masukan dari pembaca terhadap tulisan kita. Karena justru hal tersebut bisa menjadi cermin untuk kita terus meningkatkan kualitas tulisan.
Pertanyaan 4 dari Bu Beni, Bojonegoro: “Bagaimana mengasah emosi dalam kepenulisan sehingga tulisan kita bisa berkualitas?
Wa'alaikumussalam, Bu Beni. Tuliskan sesuatu yang benar-benar pernah dialami oleh diri sendiri. Saya pernah membuat tulisan di rubrik Hikmah Republika saat istri saya wafat. Wah susah memulai kata pertama dan menutup kata terakhir karena saya ada rasa yang hadir menemani saat membuat tulisan, Bu.
Pertanyaan 5: “Di luar teknis menulis yang disampaikan di atas, faktor nonteknis seperti disiplin menulis, pantang menyerah mengirimkan tulisan ke media meski sering ditolak dan tak dimuat. Apa saja yang menyebabkan tulisan sering di tolak media masa dan bagaimana cara menulis yang bisa diterima media masa?
Wa'alaikumussalam. Tulisan yang pasti ditolak media adalah yang tidak mengikuti kaidah yang sudah ditetapkan media. Misal, kita menulis sesuatu yang bersifat SARA, gagasan terlalu umum, batas maksimal karakter tak diindahkan oleh kita.
Pertayaan 6 dari Sri Budi, Gresik: “Bagaimana ciri artikel yang menarik untuk diterbitkan?
Ide tulisan orisinal, aktual dengan situasi kekinian di masyarakat, tata bahasa baik, data dan fakta penunjang gagasan Bu Sri Budi lengkap dan sahih.
Pertanyaan 7 dari Rachmi, Banyuwangi: “Apakah ada kriteria pembeda antarmedia cetak untuk bisa menerbitkan suatu tulisan Bapak?
Wa'alaikumussalam, Bu Rachmi. Setiap media cetak punya kebijakan sendiri terkait standar tulisan yang akan mereka terima. Misal, tulisan Hikmah Republika tak ada di media cetak lain. Rubrik Hikmah khas punya Republika. Jadi, kita harus pelajari secara cermat rubrik-rubrik yang ada di setiap media cetak agar kita bisa tepat memilih media mana untuk menerbitkam tulisan kita.
Pertanyaan 8 dari Candra, MTsN 1 Langkat Sumatera Utara: “Pertanyaan ini terkait dengan problem yang saya hadapi. Saya mulai menulis dari bentuk-bentuk fiksi yang diksinya penuh majas dan ketika saya mencoba ke non fiksi yang ilmiah saya kesulitan. Apa solusinya kira-kira, pak?
Wa'alaikumussalam, Pak Candra. Saran saya, Bapak mulai pelajari tulisan-tulisan opini yang dimuat di media, lalu coba buat tulisan bergenre nonfiksi. Ala bisa karena biasa, Pak Candra. Hal paling penting dalam tulisan opini (nonfiksi) adalah tata bahasa baku dan pemilihan diksi yang bermakna lugas.
Pertanyaan 9 dari Eti Haryati, Bogor Jawa Barat: “Bagaimana caranya supaya ide yang sudah kita miliki menjadi sebuah judul yang menarik untuk dibuat suatu tulisan, karena kadang terlintas ide tetapi susah sekali mencarikan judul yang tepatnya untuk ide tersebut?”  
Wa'alaikumussalam, Bu Eti. Ada beberapa pendekatan saat menulis. Ada yang langsung menetapkan judul, lalu membuat tulisan. Tetapi ada juga yang sebaliknya, buat tulisan dulu untuk menguraikan idenya, judul bagian terakhir. Saran saya untuk Bu Eti, menulis dulu, nanti judul diputuskan terakhir. Boleh minta pendapat ke guru menulis Bu Eti atau rekan sejawat terkait pilihan judul dari tulisan yang sudah dibuat Bu Eti.
Pertanyaan 10: “Sebagai pemula bagaimana cara kita mengatasi hambatan yang disebabkan oleh kesulitan dalam mengalirkan gagasan tersebut? Selain kita berlatih terus tentunya.
Hambatan paling mendasar kita sulit mengalirkan gagasan karena gagasan yang mau diungkapkan belum jelas. Persoalan lainnya, kita kekurangan bahan untuk menunjang penyelesaian tulisan kita. Hal lain yang juga kerap terjadi, saat menulis, kita menempatkan diri dalam 2 peran sekaligus sebagai penulis juga editor. Saat menulis, lalu diedit, kita berhenti. Balik lagi ke awal. Terus terjadi seperti itu. Alhasil gagasan kita lewat tulisan tak selesai-selesai. Itu pengalaman pribadi dan masih juga terjadi pada diri saya.
Pertanyaan 11: “Apakah artikel-artikel yang saya buat dapat diberikan angka kredit dalam penyusunan DUPAK ke IVb?
Saya kurang paham terkait hal ini. Sejauh pemahaman awam saya, tulisan yang dimuat di media masa, makalah yang dimuat dan dipresentasikan di seminar nasional atau internasional, dan makalah yang dimuat di jurnal terakreditasi nasional bisa menyumbangkan angka kredit yang bermanfaat untuk kenaikan pangkat. Saya punya dosen pembimbing yang sangat produktif berkarya tulis, sekali menulis 2 judul makalah untuk satu event seminar nasional. Kalau semua karya tulis didokumentasikan dengan baik, belajar dari kiprah dosen pembimbing saya, beliau naik pangkatnya cepat sekali. Kata kuncinya: konsisten berkarya tulis. Naik pangkat itu bonusnya.

                                                                                                               

Yolis Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Jumat, 15 Mei 2020 (16.53 wita)

Comments

Popular posts from this blog

TEACHER

BERIRING

AKU ADA SEBAGAIMANA AKU ADA KARENA MEREKA ADA BAGIKU