MENULIS = MENGHIMPUN YANG BERSERAK
I.
Pengantar
Wahai kawan-kawan,
kita harus menghimpun tulisan yang berserak ini menjadi buku yang bermutu.
Luruskan niat untuk menerbitkan buku dan bukan memburu sertifikat 40 jam. Selamat
siang semuanya. Guru guru hebat Indonesia. Siang ini kita akan mendapatkan
tambahan pengetahuan dan pengalaman dari bapak Ukim Komarudin.
“Kepada Pak Bambang
Purwanto Bandung Saya persilakan memimpin acara dan menjadi moderatornya.”
“Terima kasih Om Jay
yang memberikan kesempatan kepada saya
untuk memandu pembelajaran siang ini. Alhamdulillah
hari ini kita kedatangan Pemateri yang luar biasa. Kita sapa Bapak Ukim. Bapak
Ukim bagaimana kabarnya?
“Baik, Mr. Bams.
Sehat. semoga Mr. Bams juga. Semoga teman-teman semua juga dalam kondisi sehat walafiat.”
Untuk penanya bisa japri ke 088809405468 dengan ketentuan:
1.
Sebutkan nama dan daerah.
2.
Hanya 1 pertanyaan.
3.
Pertanyaan dikirim paling cepat 14.45 (di luar itu tak akan dilayani).
“Kami persilahkan Om
Ukim.”
“Baik. Terima kasih banyak
Mr. Bams.”
II.
Materi
Pembelajaran
Saya sangat berterima
kasih kepada panitia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk
berbagi. Saya masih belajar. Jadi mohon maaf apabila yang saya sampaikan
sederhana. Semangat berbagi yang menyebabkan saya berani berbagi dalam
kesempatan seperti ini. mohon doanya, semoga bermanfaat.
Saya berpikir,
menulis merupakan ekspresi pribadi saya. Oleh karena itu, saya merasa sangat
penting agar saya memiliki tempat mencurahkan segala kegelisahan atau apapun
bentuknya. Lalu saya menemukan menulis adalah sarana yang tepat buat saya. Saya
tak pernah merasa khawatir, terkait dengan kualitas tulisan saya. Saya juga
tidak perduli dengan ragam atau apa yang menjadi trend di masyarakat. Pokoknya menulis. Menulis adalah kebutuhan. Saya merasa menemukan lebih tentang
"saya" dengan menulis. Demikian hal itu terus berjalan hingga jika
tidak dilakukan seperti ada sesuatu yang hilang. Demikianlah saya menulis
dengan jujur, sejujur-jujurnya. Apa adanya.
Selain
menulis apa adanya, saya pun menulis apa saja. Karena saya
guru, saya menulis terkait pelajaran, beragam kegiatan berupa proposal, liputan
kegiatan yang harus dituliskan di majalah, dan menulis buku harian. Begitu
setiap saat diisi oleh menulis.
Hingga sampai suatu
hari, tulisan-tulisan itu mulai dilirik orang-orang terdekat, yang dalam hal
ini teman-teman guru. Satu dua teman berkomentar bahwa tulisan saya bagus.
Istilah mereka, tulisan saya emotif.
Kata mereka juga, tulisan saya dapat membuat pembaca larut dalam cerita. Ada
juga yang mengatakan bahwa bahasa saya sederhana dan mudah dicerna oleh
pembaca. Ada juga yang mengaku bahwa sepenggal tulisan saya dapat dijadikan
ceramah atau kultum, dan sebagainya.
Karena komentar
tersebut, saya mencoba membukukan tulisan-tulisan saya yang selama ini merekam
semua kejadian karena saya memang senang membuat buku harian. Ada beragam
kejadian, tetapi tema besarnya, yang saya tuliskan merupakan pelajaran seorang
dewasa (guru) dari anak-anak "cerdas" yang menjadi siswanya. Oleh karena
tulisan itu beragam kejadian, beragam waktu, dan dari beragam tokoh, maka saya
menuliskan judul buku tersebut, "Menghimpun
yang Berserak." Sebuah usaha untuk mengumpulkan segenap mutiara yang
berserakan dalam kehidupan yang sangat bermanfaat bagi saya, dan semoga
bermanfaat pula buat orang lain (pembaca).
Demikianlah waktu
itu, saya yang kebetulan menjadi penanggung jawab penerbitan buku di sekolah
menyisipkan karya pribadi, selain karya bersama (berlima) menulis dan berupaya
buku mata pelajaran.
Bams dan teman-teman
yang kreatif!
Saya diinterview
terkait dua bagian buku. Pertama, buku bersama yakni buku mata pelajaran.
Kedua, buku pribadi saya, "Menghimpun yang Berserak." Dalam
kesempatan interview itulah saya banyak mendapatkan pengetahuan terkait tips
dan trik menerbitkan buku.
Saya banyak
mendapatkan pelajaran menyangkut hal-hal yang tadinya tidak saya pikirkan.
Pelajaran atau informasi itu awalnya, membuat saya tidak nyaman karena menabrak
prinsip menulis saya. Umpamanya, "Apakah ketika saya menulis buku ‘Menghimpun
yang Berserak’ ini sudah memperkirakan akan laku di pasaran?" Kalau sudah
ada, apakah buku saya punya nilai tambah sehingga pembaca melirik dan membeli
buku saya? Untuk kepentingan pasar, "Apakah saya bersedia apabila beberapa
hal terjadi penyesuaian (diganti)? Dan seterusnya. Terus terang, saya merasa
kurang nyaman dengan interview itu. Saya merasa diam-diam mulai "dipenjara."
Inikan ekspresi pribadi saya, mengapa orang lain bisa mengatur hal-hal yang
sangat privasi? Menyebalkan! Begitu, oleh-oleh pulang dari interview.
Saya yang tersadar
mendapatkan ilmu pengetahuan lebih ketika beliau menjelaskan tentang tim yang
akan menyebabkan karya saya dapat dinikmati orang banyak. Beliau menjelaskan
bahwa yang menanyai saya itu mungkin editor. sebab, beliaulah garda depan yang
menentukan naskah itu layak diterbitkan atau sebaliknya. Menurut teman saya
itu, naskah saya sepertinya punya potensi atau "layak" untuk
diterbitkan. Tetapi sebagai pemula, karya saya memang harus dipoles di sana
sini.
Jika nanti naskah itu
bisa melewati editor, maka proses "menjadi" memang mengalami banyak
hal. Ada bagian gambar sampul, ilustrasi, photo jika diperlukan, tata letak,
dan lainnya. Yang jelas, semuanya merupakan tim saya. Kasarnya, semuanya akan
menyukseskan saya, begitu teman saya meyakinkan saya.
Oleh-oleh itulah yang
menyebabkan saya menindaklanjuti pertemuan dengan penerbit. Selain hal-hal yang
umum tentang buku mata pelajaran yang ditulis bersama, saya mengkhususkan
pikiran ke buku "Menghimpun yang Berserak." Yang menenangkan, editor
menceritakan bahwa semua hal menangkut buku saya selalu dalam konfirmasi.
Artinya, semuanya akan terjadi jika saya setuju.
Demikianlah saya
menjelani proses, hingga akhirnya ada proses sebelum naik cetak yang sangat
penting dalam proses kreatif saya, yakni menerima dami atau calon buku yang
sama persis jika akhirnya bisa dicetak. Saya gembira sekali menerima buku dami
itu. Terus terang saking gembiranya,
saya menandatangi saja kontrak kerjasama tanpa membaca persentase yang kelak
saya terima. Diduga sikap itu bukan sembrono, tetapi karena memang saya menulis
bukan untuk hal tersebut.
Akhirnya, saya
mendapat konfirmasi. Ketika saya dapat kabar bahwa ada meeting terkait dengan terbitnya buku saya. Pertama, saya menerima
buku pribadi, kalau tidak salah jumlahnya hanya 5 buku. Buku tersebut
berstempel tidak diperjual belikan. Kedua, saya diajak bicara terkait dengan
teknis launching Buku
"Menghimpun yang Berserak." Ini soal bagaimana membuat buku saya
laku. Saat itu saya sangat bodoh dan kurang dapat memberikan masukan yang
berarti. Ketiga, saya diberitahu bahwa penerbit menerbitkan jumlah yang
diterbitkan pada edisi pertama ini dan kurang lebih 6 bulan kemudian saya baru
akan mendapat royaltinya. Untuk tersebut juga saya tidak pandai memberi
masukan.
Peran saya kemudian
adalah mengusahakan buku saya dapat dinikmati orang lain. Kala itu agak sulit
karena media sosial belum sedasyat sekarang. kebetulan saya pembicara, saya
berupaya menjual buku-buku saya pada kesempatan bicara tersebut.
Ada beberapa kejadian
menerbitkan buku kembali, kedua, ketiga, keempat, dan seterusnya hingga yang
menjelang terakhir buku, "Arief Rachman Guru." Semuanya mirip-mirip
pengalaman dengan penerbit. Kurang lebih, seperti itulah kira-kira. Mohon maaf
apabila kurang lengkap. Semoga dapat dilengkapi ketika nanti tanya jawab.
Demikian untuk
sementara, Mr. Bams.
III.
Tanya
Jawab
Pertanyaan 1 dari Ratna
Jumpa, Sigli Aceh: “Bagaimana kriteria
layak tidaknya sebuah buku dapat diterbitkan oleh penerbit terutama buku
pelajaran?”
Ibu
Ratna yang baik. Memang ada kriteria yang dianggap layak untuk diterbitkan.
Khususnya terkait buku mata pelajaran, biasanya mereka mencari buku: (1)
menunjukkan penggunaan pendekatan baru; (2) lebih lengkap; (3) penulisnya
memang berkualifikasi luar biasa; (4) Naskah renyah (enak dibaca); dan diutamakan dari hasil penelitian lembaga-lembaga
pendidikan terbaik.
Pertanyaan 2 dari Syukri,
SMAN UNGGUL Dharmaraya Padang: “Saya bertanya
tentang pengalaman Om Ukim dalam tulis menulis: 1. Jeda berapa lama tulisannya
mulai di lirik? 2. Media apa tempat mempublikasi tulisan Om pertama kali? 3. Bagaimana
latar belakang buku Guru Juga Manusia sehingga bisa best seller. Dan buku besy
seller tersebut berapa exsemplar laku dan berapa Om dapat royalti dari buku tersebut?
4. Dari awal mulai Om menulis sanpai sekarang, ada tidak berubah motivasi Om
Ukim dalam menulis? 5. Saat Om diintervew sama siapa, dan apa hal yang sangat
berkesan dari intervew tersebut” 6. Keseharian Om Ukim seperti apa kesibukannya?
7. Apakah buku karya Om Ukim semua diterbitkan penerbit mayor? 8. Buku
Mengumpulkan yang Berserak tersebut berapa naskah semua?”
Om
Syukri yang kreatif. Paling lama 6 bulan. Jika tidak ada kabar. Berpindah ke
lain hati (penerbit lain) atau naskah direvisi ulang. Saya menulis di buletin
sekolah, kemudian buletin pendidikan DKI, lalu buletin Diknas, dan seterusnya. Buku Guru
juga Manusia bisa terjual banyak karena bantuan publikasi media sosial yang
saat itu sudah mulai menggejala. Untuk buku berikutnya, saya mendapatkan berkah
dari medsos itu. Saya tipe penulis. Mungkin, lebih banyak buku yang tidak saya
terbitkan daripada yang saya terbitkan. Saya memang bukan tipe pandai menjual
ide. Saya senang menulis. Yang menarik buat saya tulis, ya saya tulis. Tak
peduli tak dilirik penerbit. Tapi Allah mahapengasih. Beberapa sering dilirik
penerbit dan jadi berkah buat keluarga. Yang interview dari dulu sampai kini
sudah saya tahu. Pasti dia editor. Dialah penentunya. Saya sering berdoa, dan
ternyata sering benar, "Dia lebih pintar dari saya." Minimal soal
membuat buku saya laku di pasaran. Semua buku berkesan. Dia seperti anak saya.
Dia ada yang berkembang dan bermakna bagi masyarakat luas. Ada juga yang
diam-diam hanya dibaca sahabat dekat ketika dia terpuruk di sudut kamarnya.
Semuanya saya syukuri. Ia lahir dari saya, saya bangga atas rezekinya.
Pertanyaan 3 dari Mohamad
Soni, Jombang: “Jika menulis di penerbit
mayor dikasih waktu berapa lama untuk menulis setelah menyetorkan judul atau
setelah kontrak diberikan, apakah setelah mendapat kontrak menulis di penerbit
mayor, akan ditawari kerja sama lagi setiap tahunnya?”
Pak
Mohammad Soni yang baik, ketika bertemu penerbit saya sudah bawa naskah utuh.
Dari naskah itu kita mulai bicara. Saya sering diminta menulis terus oleh
beberapa penerbit karena beberapa buku saya yang dipergunakan di lembaga
pendidikan terbit terus. Mungkin sekarang sudah jilid belasan. Masalahnya di
pembagian waktu atau prioritas. Kelemahannya juga ada di saya. Pribadi saya
kurang bisa kompromi. Tapi percayalah, dari karya Bapak yang sungguh-sungguh
akan ada tawaran berikutnya. Masalahnya, Bapak berkenan membagi waktu dan
prioritas?
Pertanyaan 4 dari Sri
Budi Handayani, Gresik: “Bagaimana mengetahui
gaya selingkung penerbit?”
Ibu
Sri, saya termasuk orang yang nggak
mau belajar tentang itu. Bisa terkuras energi kita jika memikirkan hal itu. Itu
sebabnya, saya menulis untuk diri saya. Jadi, ketika itu jadi duit, alhamdulillah. Lalu, saya tak mendapat
konfirmasi sekaligus royalti, padahal di belakang saya mereka menerbitkan dan
menjual buku saya. Silakan. Makan tuh
rezeki saya semoga jadi amal yang dipakai kebaikan. Saya kurang suka dengan
hal-hal yang diluar jangkauan saya.
Pertanyaan 5: “1. Saya dulu menulis banyak novel, dan cerpen
tapi tidak sampai klimaks sudah bosan. Bagaimana cara mengatasinya? 2. Saya suka
menulis novel. Tapi kenapa saya terus mengulang-ulang kesalahan yang sama. Misal
tokoh terlalu banyak, jalan cerita mudah ketebak, bagaimana cara mengatasinya?
3. Saya mempunyai asisten penulis novel yaitu 2 teman saya beda kelas dan teman
saya satu kelas. Alasan saya butuh asisten karena mereka sebelumnya pernah
menulis novel di wattpad dan menjadi suka menggambar sehingga diharapkan cerita
saya bisa dilihat dari sudut pandang bayak orang, tapi apakah langkah itu sudah
betul? 4. Karena banyak orang yang membatu saya, apakah mereka disertakan dalam
bagian abstrak/pengenalan penulis?”
Bapak
siapa, ya? Diduga Bapak salah memilih kategori ekspresi menulis. Bapak, harus menempatkan
diri sesuai stamina dan kecenderungan Bapak. Ada tipe sprinter, maka pilih
cerpen. Kalau Marathon, pilih novel. Mungkin bertahap ya, Pak. dari lari jarak
pendek karena latihan akhirnya bisa lari jarak jauh. Ada yang disebut, Premis
(tema besar). Biasa terdiri atas satu paragraf. Hebatnya, ia adalah sebuah headline yang memegang pergerakan ide,
tokoh, dan alur cerita. Penulis hebat memulia dari itu, Pak. Percayalah, jika
tidak memulai dari situ, kemungkinannya kalah tenaga, atau ngawur kemana-mana. Saya tipe orang yang sering menyembunyikan
karya jika belum final. Saya orang teater, Pak. Saya suka membuat kejutan
dengan membina puncak-puncak cerita. Termasuk di sini kelahiran anak (karya)
saya yang mengejutkan. Permasalahan penulis pemula sering serakah. Jadi penulis
sekaligus editor. Akhirnya, nggak
jadi-jadi. Baru satu bab dikoreksi. Baru lima lembar disalahkan sendiri. Ya, ambyar. Tulis saja, nanti ada
jurinya: diri sendiri, teman penulis, dan akhirnya editor. Jika mereka
menganggap tulisan bapak nggak laku
di pasaran, tapi Bapak bilang itu bagus tak apa. Ada suatu masa yang dikatakan
banyak orang jelek, saat itu malah dicari dan dibenarkan orang. Benar, Pak.
Membaca yang banyak dan siapa saja yang Bapak suka. Hebatnya, Tuhan Mahakreatif
dan Penyayang. Kita akan tumbuh menjadi diri sendiri tidak seperti Tere dan
lainnya. Memang ada sedikit unsur, seperti ... tapi dalam dunia imajinassi itu
sah. Namanya terinspirasi oleh ....
Pertanyaan 6 dari Makhmud,
Gempol Pasuruan: “Saya baru akan menulis
buku, pengalaman bahan untuk menulis sudah ada akan tetapi memulai menulisnya
kesulitan. Bagaimana memulai menulis buku yang bisa meyakinkan bagi penulis?”
Pak
Makhmud yang berani! Mulailah menulis dengan membaca buku-buku yang diduga akan
mirip ekspresi bentukannya seperti buku yang akan Bapak buat. Ketika kita
datang ke perpustakaan atau toko buku, kita membaca untuk mendapatkan
inspirasi. Kadang-kadang, saya membeli buku atas tujuan seperti itu, Pak. Tentang
meyakinkan memang dimulai dari Bapak dahulu. kalau Bapak kurang yakin,
celakanya pembaca juga demikian. Mulailah banyak membaca karya-karya yang bagus
yang menjadi minat Bapak. Dari situ, bapak punya standar sendiri.
Pertanyaan 7 dari Hetty
Setyoningrum, SMPN 1 Kaloran Temanggung, Jawa Tengah: “Adakah tips dan trik agar kita bisa menjadi penulis produktif yang
layak diterbitkan? Bagaimana cara menumbuhkan rasa percaya diri dalam menulis (memulainya)?”
Sahabatku
Hetty, penulis yang baik memang pembaca yang baik. Banyak-banyaklah membaca
sehingga akan mampu menulis. Saya setuju dengan himbauan menulislah setiap
hari. Tapi tolong disertai membaca agar tulisan kita berkualitas. Itu hukumnya,
Het. Menulis (produktif) pasokannya adalah membaca (receptif). Manulis saja.
Dengarkan respons dari sekitar. Kita memang membutuhkan orang yang membuat kita
terlecut menjadi lebih baik.
Pertanyaan 8 dari Yulus
Roma, Tana Toraja: “Apakah gaya bahasa
sehari-hari bapak tertuang persis sama dengan gaya menulis di buku? Bagaimana
mengolah bahasa sehari-hari agar renyah dibaca orang?”
Yulus
yang baik, pada akhirnya kita akan menjadi diri kita sendiri. Termasuk dalam
hal karya. Yulus akan menemukan warna, tipe, dan kekuatan sendiri dalam
menulis. Ketika teman-teman Yulus memuji tulisan Yulus, maka di saat itulah
kualitas naik ke permukaan. Teruskan dan pupuk kekuatan itu. Sampai kalau
serpihan tulisan Bapak terjatuh di jalanan, ada seorang teman yang mengatrakan
kepada Anda bahwa ini tulisan milik Anda. Kita akan bertanya, "Kok tahu sih ini tulisan saya?" Dia
akan jawab, "Saya sudah hapal itu Gaya Yulus."
“Om Ukim karena waktu
telah usai, untuk sisa pertanyaan akan saya rangkum kemudian saya kirim ke mana
WA atau Email?”
“Ke email saja. ukimlabs@gmail.com. Terima kasih atas
bantuan Mr. Bams.”
“Om Ukim, boleh dong kasih pernyataan penutup bagi kami.”
Tema-teman yang baik.
Ada kehebatan dari seorang penulis. Ia jelas ekspresinya. Ia juga punya daya
jangkau dakwah yang lebih luas dalam menebar kebaikan. Ia juga punya legacy atau warisan untuk pertinggal
jejak kebaikannya, yakni tulisannya. Menulislah, setiap hari. karena anda akan
menemukan kebahagiaan; menulis berarti kita MENCIPTAKAN SEJUMLAH KEBAIKAN.
(Mohon maaf bila ada hal yang kurang berkenan).
Yolis
Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Selasa, 5 Mei 2020 (11.02 wita)
silahkan klik like and subscribe di https://youtu.be/6WWcFZd0oE8 jangan lupa ya ditonton!
ReplyDeleteSiap, Omjay!
Delete