MEMASAK
Memasak tidak lagi
hanya menjadi aktivitas rutin atau rutinitas dapur semata. Memasak telah
menjadi sebuah bisnis menguntungkan menggiurkan. Bisnis yang mendatangkan omset
tidak main-main. Orang biasa menyebutnya bisnis kuliner yang bisa membuat pemiliknya
menjadi miliuner. Usaha kuliner semakin digemari oleh penikmat maupun oleh
pengusaha. Semakin menarik karena tampilan dan rasanya yang makin variatif.
Mulai dari masakan internasional, nasional, regional, bahkan tradisional.
Usaha atau bisnis kuliner
menjamur karena ada orang-orang terampil cekatan yang mampu meracik menghasilkan
masakan sedap nikmat begizi. Orang-orang profesional itu dikenal dengan cheff –
dibaca sef. Sef adalah orang-orang yang diburu pengusaha untuk membuka
melebarkan usaha kuliner mereka. Sef-sef hebat diburu karena pengetahuan dan
keterampilan yang mereka miliki. Pengetahuan dan keterampilan itu mereka peroleh
dari belajar formal di sekolah-sekolah tertentu, belajar secara otodidak, atau
karena praktik langsung dari dan dengan juru masak lainnya.
Contohnya teman yang
satu ini. Dia belajar langsung dari ahlinya. Dia jago masak tidak melalui
bangku pendidikan formal atau lembaga kursus. Dia hanya melihat, mengamati dan
mempraktikkannya langsung dari ahlinya. Orang pintar biasa menyebut proses ini dengan istilah learning by doing. Karena dia bekerja di
restoran atau warung berkelas dengan sef keren juga beken. Karenanya hanya
dalam waktu tidak lama ia sudah dapat meramu racik sendiri bahan-bahan makanan apapun
menjadi menu yang lezat yang memberi efek ketagihan bagi siapa saja yang pernah mencicipi.
Ini diketahui secara
tidak sengaja melalui obrolan ringan saat mereka bertemu di suatu tempat. Tempat
mangkal para kreator yaitu warung atau kedai kopi. Warung atau kedai ini menjadi sebuah
tempat yang kata orang sebagai pemicu yang memantikmunculkan inspirasi bagi
siapapun yang bekerja berkarya di areal yang membutuhkan kreativitas tinggi.
Kreativitas artinya sebuah hasil karya nyata yang terproduksi akibat kolaborasi
apik antara logika atau nalar dan rasa. Yaitu kerjasama yang padu antara otak
dan hati.
Biasanya di sana ada pelukis,
ada wartawan, ada fotografer, kartunis, karikaturis, aktor/aktris, teatrikus, musikus, penulis, sef, dan
lain-lainnya. Termasuk politikus juga ada di sana. Mungkin mereka ingin mencari
inspirasi bagaimana mengimplementasi atau merealisasi program-program yang
telah mereka rancang. Di sana mereka duduk melingkar berkelompok-kelompok
berdiskusi satu sama lain. Kelompoknya bisa homogen, kadang juga heterogen. Homogen
artinya dari jenis pekerjaan yang sama. Sedangkan heterogen sebaliknya,
bercampur tak sejenis. Semua tergantung keadaan yaitu saat datangnya, saat berkumpulnya.
Kebetulan mereka berada
di kelompok yang heterogen. Di meja yang dilingkari ada Rufus yang musikus,
Anis yang kartunis, Sadrak yang juru masak, dan Lilis yang penulis. Mereka perbincangkan
banyak hal semau-maunya. Tidak tentu. Apa saja ide yang tercetus dan ke mana
saja arah pembicaraan menuntun, ke situlah semua pikiran tertuang dan ke situ
pula perhatian tertuju. Tidak ada moderator. Tidak ada notulis. Semua pembicara.
Semua pemateri.
Rufus sebagai musikus
muda yang tinggal sendiri di kos bertanya pada Sadrak yang juru masak.
“Bro, gimana meracik masakan biar enak?”
“Tergantung mau masak
apa? Masakan internasional, nasional, regional atau tradisional?” Jawab Sadrak.
“Ya, yang sederhana aja. Biar kami juga bisa masak minimal
untuk diri sendiri!” Sela Anis.
“Wah, kalau yang
sederhana aku juga bisa. Kan aku perempuan!” Celetuk Lilis.
“Iya. Betul. Tapi aku
pengen tahu dari Sef kita ini loh. Sekalian
belajar dari ahlinya to! Misalnya
bikin telor dadar ajalah!” Tegas Rufus lurus-lurus.
“Ya, ampiun. Kalo cuma telor dadar gak usah Tanya sef-lah. Masa aku belajar
dari sef beken, yang ditanya cara masak ala kadar?” Elak Sadrak kelakar.
“Emangnya situ belajar dari sef siapa sih?” Tanya Anis sinis.
“Iya nih. Sef siapa sih gurunya?” Potong Lilis si geulis.
“Aku belajar langsung
dari Sef Juna! Sori, gak bermaksud
sombong. Tapi itu kenyataannya, bos!” Jawab Sadrak berlagak.
Mendengar jawaban
Sadrak mereka terhenyak, kagum tapi kurang percaya. Bahkan tidak yakin. Lalu
Lilis yang geulis menelisik lebih
lagi dengan pertanyaan mengusik.
“Maksudnya Sef Juna
yang keren juga beken itu? Sef yang jadi juri para calon jagoan masak di teve
itu? Sef Juna gurunya?” Detil Lilis merilis unek-uneknya.
“Siapa? Maksudnya
guru siapa?” Jawab Sadrak mendadak kagok.
“Guru lu, setan!”
Hardik Anis dan Rufus bersamaan, gemas.
“Oh. Nyantai, men! Guruku memang Sef Juna.
Tapi bukan yang dirinci Neng Lilis geulis ini.” Rileks Sadrak ngeles.
“Emang ada Sef Juna
lain lagi? Rasanya di Indonesia cuma satu-satunya tu.” Serbu Rufus.
“Ada. Makanya aku
bisa belajar sama dia. Sef Juna ini akronim dari Sefnat Junior Amheka. Dia juru
masak menu-menu tradisional NTT.” Kata Sadrak menempelak mengakhiri pembicaraannya.
Melihat teman-temannya yang masih terbengong dengan keterangannya yang tak
dinyana, ia berdiri dan pamit pulang.
Yolis
Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Minggu, 17 Mei 2020 (15.15
wita)
Comments
Post a Comment