MAKNA KATA
Saya tekankan
sebuah konsep berpikir kepada mahasiswa dalam satu kesempatan mengajar. Saya
katakan sebagai calon ahli wajib memahami arti setiap kata yang mereka gunakan.
Entah kata itu digunakan dalam tulisan ataupun lisan. Sebab dengan memahami
makna setiap kata, kita akan mampu menempatkan atau menggunakannya dengan
tepat.
Oleh karena itu,
setiap mahasiswa harus mempunyai perbendaharaan kata yang banyak.
Perbendaharaan kata hanya dapat diperoleh dengan rajin membaca. Bahan bacaan
yang dapat menyumbangkan kosa kata ilmiah yang banyak adalah dari buku. Buku
atau literatur yang ada hubungan dengan dunia kampus.
Dengan kosa kata
yang banyak akan memudahkan seseorang menggunakan atau menerapkannya dalam
setiap kesempatan apapun. Apakah dalam bentuk karangan tertulis atau dalam
bentuk orasi atau lisan tanpa teks. Semakin banyak kosa kata yang dipunyai
semakin gampang mengurai sesuatu. Gampang membahasakannya.
Mahasiswa yang ada
di depan saya di dalam kelas ini adalah cerminan saya puluhan tahun silam.
Mahasiswa olahraga kurang bergairah membaca. Mereka lebih giat dan aktif
berlatih. Mereka lebih memusatkan perhatian pada gerak jasmani ragawi. Dan
kurang memberi perhatian pada latihan otak. Gerak rohani jiwawi.
Gerak rohani itu
sesungguhnya adalah cara mengaktifkan pikiran. Artinya otak sebagai sumber
pikiran yang berpikir ikut juga dilatih. Latihan untuk otak adalah dengan cara
memaksanya bekerja berpikir. Cara yang paling sederhana melatih otak bekerja
adalah membaca. Membaca bacaan yang terus meningkat daya rangsang berpikir
otak.
Oleh karena itu, saya
terapkan membaca sepuluh menit bagi siswa dan guru di awal setiap mata
pelajaran. Waktu itu saya sebagai kepala esde dan esempe di Makassar.
Masing-masing membawa bukunya sendiri. Buku yang di baca adalah buku cerita.
Bukan komik. Tujuannya agar merangsang melatih daya pikir anak-anak.
Setiap hari mereka
harus membaca dari buku yang sama sampai selesai. Setiap setelah membaca hari
itu diberi tanda. Supaya bisa dilanjutkan di kesempatan berikut. Besok harinya.
Demikian seterusnya hingga buku itu selesai.
Bila sudah selesai
baru boleh mengganti dengan buku yang baru. Buku bacaannya boleh berbahasa
Indonesia. Boleh berbahasa Inggris. Asal yang membaca paham dengan bahasa itu.
Tidak boleh membaca buku yang tidak dipahami.
Para mahasiswa saya
himbau untuk banyak membaca. Sebab mereka adalah calon guru yang calon ahli.
Seorang guru yang baik selayaknya memahami setiap kata yang disampaikan yang
diucapkan. Kata-katanya akan memberi wawasan bagi para siswanya. Kata-katanya
akan memberi inspirasi baru bagi anak didiknya.
Saya kemudian
memberi beberapa contoh kata dan artinya. Ada kata yang saya sampaikan artinya.
Ada juga kata yang saya minta mereka artikan. Kata-kata yang mereka artikan
bisa dijawab secara individual. Boleh juga secara klasikal.
Kalau mereka mau
menjawab secara individual harus dengan prosedur yang saya tetapkan.
Prosedurnya adalah angkat tangan terlebih dahulu. Boleh menjawab kalau saya
beri kesempatan. Dilarang menjawab sembarangan. Maksudnya tidak boleh menjawab
kalau tidak diberi hak bicara.
Kalau secara
klasikal mereka boleh beramai-ramai memperkatannya. Jawabannya mereka sampaikan
secara bersama. Semua yang ada di kelas berhak menjawab. Tetapi saya tetap
mengontrol cara dan konten yang dilontarkan.
Sebab ada anak
iseng. Ada yang nakal. Di dalam keriuhan biasanya ada saja yang melontarkan
kata-kata tak elok. Ada yang mengumandangkan kata-kata yang tak diminta.
Kata-kata tak senonoh.
Bila ada anak yang
melontarkan kata-kata yang tak pantas saya tegur. Saya panggil ke depan. Saya
tidak memarahi. Saya hanya minta pertanggungjawabannya atas jawabannya. Saya
akan bertanya arti kata itu. Dan dia harus jelaskan di depan kelas secara
seseorang sedang mengajar.
Sesudah itu saya
akan beri dia sebuah konsekwensi. Semacam hukuman yang mengingatkannya bahwa
dia keliru. Dia salah. Tapi hukuman yang manusiawi. Hukuman yang manusiawi
artinya saya pun dapat melakukannya. Saya tidak pernah dan tidak mau memberi
hukuman yang tidak bisa saya lakoni.
Saya pun memberitahu
kata-kata berikut ini sekaligus jelaskan artinya.
Am artinya tidak
terbatas pada orang atau golongan tertentu. Umum.
Anonim artinya tidak
beridentitas. Tidak pake nama.
Apolitis artinya tidak
berminat pada politik.
Agam yaitu tidak ada
akhir.
Asimetris artinya tidak
simetris. Tidak sama. Tidak seimbang.
Asosial artinya tidak
bersosial. Tidak suka bermasyarakat. Senang hidup menyendiri.
Amoral adalah tidak
bermoral. Tidak berakhlak.
Asusila artinya tidak
susila. Tidak baik tingkah lakunya.
Setelah menjelaskan
semua arti kata itu saya bertanya kembali kepada mahasiswa. Saya ingin tahu
daya tangkap dan daya ingat mereka. Saya bertanya secara acak. Sesuka saya mau
bertanya apa. Tetap dengan prosedur seperti yang sudah saya jelaskan tadi.
“Apa artinya agam?” Saya lemparkan pertanyaan. Dan
biarkan mereka bereaksi. Mungkin agak susah. Hanya ada satu yang angkat tangan.
Saya pun memberi hak menjawab.
“Tidak ada akhir,
Pak.” Jawabnya lantang.
“Bagus!” Respons
saya cepat.
“Amoral?” Mendengar kata ini mereka semua
berespon serempak. Mungkin gampang dan familiar di telinga mereka.
“Tidak bermoral!”
“Kalau tidak
bersusila?”
“Asusila!” Satu kelas menjawab. Enteng.
“Tidak simetris?”
“Asimetris!” Semua bersuara kompak.
“Kalau orang yang
tidak bersosial. Suka hidup sendiri?”
“Asosial!” Rame-rame bersuara.
“Kalau orang yang
tidak berbakat?”
“Abakat!” Lantang suara sebagian
mahasiswa. Ada yang terbengong. Ada yang senyum dikulum. Bingung. Tapi ada satu
mahasiswi yang angkat tangan dan menyanggah. Dia memang kritis.
“Kenapa?” Tanya
saya.
“Abakat bukan orang yang tidak berbakat.
Bukan orang yang tidak punya bakat, Pak!” Ia menjabar dengan cukup jelas.
Tegas. Tanpa ragu.
“Dari mana kamu
tahu itu bahwa abakat artinya bukan
orang yang tidak punya bakat? Jadi apa arti sebenarnya abakat itu?” Cecar saya.
“Arti sebenarnya
dari abakat adalah pencuri. Itu
bahasa Timor, Pak!” Mendengar penjelasannya saya berusaha netral. Lalu saya bilang.
“Ya, terima kasih.
Hari ini kita dapat satu kata baru lagi. Minimal bagi yang tidak paham bahasa
Timor. Dengan mendengar artinya saya mau katakan bahwa hampir sama maksudnya.
Yaitu karena dia tidak punya bakat untuk bersikap baik maka jadilah pencuri.
Karena tidak punya bakat untuk bekerja keras maka dia hanya mencuri. Jangan
jadi abakat. Jadilah berbakat. Latihlah
diri mengasah bakat, talenta yang Tuhan beri. Setuju?”
Bagaimana pendapat
Anda?
Yolis
Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Rabu, 27 Mei 2020 (12.21 wita)
Mantul
ReplyDeleteTerima kasih, Bu Ratna!
DeletePengalaman yang memiliki pengetahuan. Terima kasih.
ReplyDeleteTerima kasih, Bang Rasyid!
DeleteMakna kata yang kren
ReplyDeleteKita harus berbakat bukan abakat
Sangat termotivasi guruku🙏😇
Semua berbakat dan punya bakat. Hanya saja banyak orang tidak mau kembangkan. Ya. Jadilah berbakat, bukan abakat!
DeleteThanks a lot!
Makna kata yg keren kita harus berbakat buka abakat
ReplyDeleteSangat termotivasi guruku
Terima kasih untuk komentarnya. Gb!
DeleteSuatu bacaan yang sangat menarik, dan bermotivasi untuk kami sebagai mahasiswa, agar selalu melatih otak dengan cara banyak membaca,,,,
ReplyDeleteTerimakasih Bapa, atas motivasi yang Anda berikan melalui tulisan ini,,TYM🙏🙏
Terima kasih kembali juga orang muda karena sudah membaca n tinggalkan komentar. Anda juga bisa melakukan yang lebih baik dari yang saya buat. Gb!
Delete