KAMOMOS

Kintal su talalu kamomos, jadi be beken barisi do – halaman sudah terlalu kotor jadi saya bersihkan dulu.” Kataku kepada orang-orang di rumah tadi pagi. Memang angin beberapa hari ini membuat dedaunan yang berguguran dari segala pepohonan yang bejatuhan membuat pemandangan tidak sedap. Tidak elok. Kumuh bangat. Seandainya setiap pagi atau sore disapu tidak akan menumpuk dedaunan kering dan segala macam kotoran yang berkolaborasi. Kolaborasi yang membuat pemandangan tak sedap dipandang.

Selain itu, ada juga rerumputan sisa-sisa kejayaan musim hujan sehingga benar-benar tak asri dilihat. Juga pupuk organik dari dedaunan kering yang kutaruh di sekeliling batang pepohonan penghasil buah diacak-acak ayam dan gengnya sehingga berantakan tidak karuan. Batu-batu pembatas yang melingkari pohonnya pun ke mana-mana, berserakan berhamburan. Padahal aku tidak pelihara seekor ayam pun. Mereka kepunyaan para tetangga yang bermigrasi beranjangsana ke pekaranganku sambil menampilkan tarian zamba acakadul yang memporak-poranda segala sesuatu yang mereka inginkan. Aku benar-benar geram melihat kondisi itu.

Karenanya aku sengaja, bukan sengaja, tapi memang berniat sungguh-ssungguh membersihkan dan merapikan. Pemerintah juga menganjurkan supaya kebersihan pribadi dan lingkungan harus selalu dijaga dan dipertahankan supaya tidak gampang terjangkit covid. Jadi kuturun tangan membersihkan halaman untuk dua tujuan sekaligus. Eh, tiga. Satu, biar asri enak dilihat sehingga udara yang terhirup terasa segar. Dua, mendukung himbauan pemerintah demi menghambatkan pergerakan pesona corona. Tiga, hitung-hitung gerak badan dan berolahraga untuk kesehatan dan pertahanan tubuh terhadap serangan wabah.

Aku membersihkan sebagian-sebagian. Satu bagian bersih baru pindah ke bagian selanjutnya. Aku melakukan patroli pembersihan itu menurut putaran jarum jam mengelilingi rumah. Dan aku mulai dari sebelah utara rumah. Sesudah itu bergeser ke arah timur rumah lalu mengeksekusi bagian selatan. Bagian barat tidak kubersihkan. Kubiarkan saja karena itu milik orang lain. Bangunan rumah sampai batas tanah bagian barat. Jadi sesudah selatan artinya selesai.

Aku mulai dengan menyiangi atau menyingkirkan rerumputan liar pengacau yang tak bermanfaat. Maaf. Tetap bermafaat juga tapi setelah dicabut. Yaitu aku manfaatkan sebagai pupuk bagi tanaman yang kubudidayakan. Maka setelah kucabut kutaruh di bawah pepohonan yang telah kupagari keliling dengan batu. Kami di Kupang biasa menyebutnya dengan istilah tofa rumput. Tofa artinya mencabut, mengumpulkan dan menyingkirkan rerumputan pengganggu. Segala jenis rumput yang berkeliaran di sekitar rumah kuselesaikan secara saksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Mereka tak berkutik.

Setelah rumput minggir tersingkir dan berlabuh dengan tenang di bawah pohon, kugiring menyapukumpulkan dedaunan kering ke titik-titik tertentu. Lalu kuambil dan taruh bersama rerumputan tadi di bawah pohon. Sambil menebarsatukankan dedaunan itu, kurapikan pagar batu agar kotoran-kotoran sebagai pupuk itu tidak berserakan. Setelah terisi penuh rata dengan batu pagarnya aku letakkan bebatuan lempeng di bagian atasnya sebagai tameng agar geng ayam tak mengacak-acaknya lagi. Kalau dia tetap nekat bisa dipastikan jari-jari kakinya akan teramputasi dengan sendirinya.

Tidak semua kumpulan dedaunan kering itu terdistribusi ke semua pohon karena terlalu banyak. Kumpulan yang tersisa aku lenyapkan dengan cara membakarnya. Tidak boleh dibiarkan begitu sebab angin dan ayam akan merusak persatuannya dalam tiap kumpulan. Tapi karena hanya dedaunan kering yang benar-benar kerontang maka api melahapnya dengan sukses tuntas tak bersisa. Tidak ada kesulitan bagi si api dalam menjalankan misi yang kuperintahkan. Begitu sang api menjilat, dedaunan kering kerontang itu memprotes keras dengan suara gemeretak-gemeritik. Tapi sia-sia. Mereka tak dihiraukan alias diacuhkan. Api melibas habis.

Aku bergeser berpindah terus bila bagian yang digarap telah menampakkan hasil memukau, cantik rapi berseri. Sekali lagi, di setiap bagian aku beraksi dengan tiga langkah dan proses yang sama, ajeg. Yaitu: Tofa rumput, sapu daun kering, memupuk pohon dengan rumput dan daun kering sambil betulkan pagar batu di bawah setiap pohon. Semua tahapan kulakoni dengan girang sukacita. Sekaligus menikmati siraman cahaya matahari pagi demi menambah kekebalan tubuh agar covid ogah mampir.

Di menit-menit terakhir di bagian terakhir tak sengaja jariku terkena beling. Darah pun mengucur tak terukur. Tak seberapa, kukuatkan diri. Kalau aku berhenti tidak ada yang kerjakan. Kalaupun ada, pasti tidak sesuai selera. Jadi aku lanjutkan. Maka demi menghentikan perdarahan, kumasukkan jari ke mulut lalu kusedot darahnya. Dengan beberapa kali sedotan darah berhenti. Tidak netes lagi. Aku harus selesaikan biar rapi tertata seluruhnya, tekadku membatin dalam hati.

Kerjaku berlanjut merapikan pohon terakhir. Setelah dedaunan telah merata tertata aku perbaiki pagar batunya. Ketika sedang menata batu-batunya tak dinyana aku kena ranjau. Jari tangan kiriku mengeruk colek kotoran anjing yang baru dilepasletakkan pemiliknya dua harian yang lalu. Wow, maknyus! Aromanya menohok dengan kejam indra penciumanku. Bagaimana sekarang? Nalarku berperkara. Kalau kulap ke baju atau celana, dia akan memburu mengurungku terus. Maka secara refleks aku lenyapkan jejaknya. Seolah kehilangan akal, kumasukkan jari-jari yang telah terkontaminasi itu ke dalam mulut, dan: “Weaakkkhh…cuiiihhh. Adaaoow.” Pipiku ditempeleng istri karena kesal mukanya tersiram semprot ludah basiku. “OMG, rupanya aku bermimpi,” kata temanku seraya mematikan telepon genggamnya.      



Yolis Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Sabtu, 9 Mei 2020 (14.41 wita)

Comments

  1. Baru tahu aku, sahabatku om Jolis punya kegemaran menulis yg apik, kisah sehari2 yg menyentuh hati...semoga dpt dikembangkan talenta menulisnya om...sukses selalu, Tuhan Yesus memberkati

    ReplyDelete
  2. mantap om yolis, cerita yg menarik


    https://halobelajarsesuatu.blogspot.com

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TEACHER

BERIRING

AKU ADA SEBAGAIMANA AKU ADA KARENA MEREKA ADA BAGIKU