GTO

GTO adalah istilah yang berlaku di Kupang. Dan kemungkinan hanya di sini, Kupang, Timor. Entah kalau ada! Itu hanya perasaanku saja. GTO singkatan dari: Gonceng Tiga Orang. Maksudnya naik motor boncengan tiga orang. Naik motor bertiga bertujuan agar hemat. Hemat waktu. Hemat energy. Hemat ongkos. Mungkin!

Bagi kami yang tinggal di kampung GTO adalah sesuatu yang lumrah, biasa. Ia telah menjadi pemandangan sehari-hari. Ini disebabkan karena kami berada di tempat terpencil sedangkan kendaraan masih sedikit. Maka demi menyiasatinya, GTO adalah pilihan terbaik dan praktis. GTO ini berlaku untuk ojek ataupun sesama teman atau kenalan yang mempunyai motor. Ini menjadi semacam undang-undang tidak tertulis bahwa di kala perlu, GTO berlaku.

Mereka yang tidak memiliki kendaraan tapi karena terdesak situasi dan hendak bepergian pasti memilih GTO. Entah ke kota, ke kantor, ke sekolah atau ke pasar sekalipun. Semua berangkat dengan sistem GTO, boncengan bertiga. Boncengan bertiga berarti berdempetan menyesuaikan diri dengan ukuran jok motor. Kalau kebetulan yang dibonceng langsing atau kurus sekalian, tidak masalah. Tapi jika kebetulan dan tak disangka yang ikut bonceng bertubuh tambun gempal, ampunilah, motornya sering sampai terkaing-kaing dibuatnya. Tidak hanya terkaing-kaing, bahkan sampai hek – semaput – dalam dialek Kupang.

Tak apalah. Itu bagian dari hidup bermasyarakat. Hidup bertetangga. Hidup saling membantu. Hidup bahu-membahu. Di saat kita punya, akan elok kalau berbagi. Begitulah cara berpikir orang pinggiran yang hidup di pelosok dengan fasilitas yang serbaminim seperti kami ini.

Demikianlah Bende Naira yang perempuan dan adiknya, Lexy John yang laki-laki. Sejak esde hingga sekolah menengah oleh kemauan mamanya, mereka selalu pergi dan pulang sekolah dengan ojek, GTO. Mereka menggunakan jasa ojek yang sama. Pagi antar dan sore dijemput. Karena Lexy laki-laki, maka oleh Kakaknya, Bende, ia selalu menempati posisi di tengah. Artinya kalau diurut dari depan maka, tukang ojek, Lexy dan paling belakang Bende. “Lu laklaki jadi dudu di tenga. Be di balakang – kamu kan laki-laki jadi kamu di tengah, saya di belakang.” Kata Kakak dengan dialek Kupang. Begitu selalu dan senantiasa.

Tapi suatu ketika sang adik, Lexy yang laki-laki ogah GTO. Lexy telah duduk di kelas delapan atau kelas dua esempe, sedangkan sang Kakak, Bende yang perempuan sudah kelas dua belas atau kelas tiga esema. Dia merasa sudah besar dan malu. Ditambah pula sering diejek teman-temannya. Maka dia tidak mau lagi GTO. Mamanya bujuk dengan segala rayuan pun dia tidak mau. Tapi ada satu pendapat mamanya tentang waktu, dia luluh. Kata mamanya: “Nanti lu talat – nanti kamu terlambat!” Lalu dia timbang-timbang lalu memutuskan: “Na kalo bagitu pas pi sa be GTO – Ok. Kalau begitu saat berangkat saja saya GTO.”

Dan sejak saat itu hanya perginya kedua kakak beradik ini GTO. Pulang sorenya hanya kakak yang menggunakan jasa ojek langganan. Adiknya tidak mau pake ojek. Dia lebih memilih pulang jalan kaki sambil bersenda gurau dengan teman-temannya. Ini keputusan yang baik juga karena Bende, sang kakak harus mengikuti les tambahan sebagai persiapan ujian nasional. Les tambahan ini menyita waktu cukup lama hingga kadang-kadang benar-benar sore baru dia sampai di rumah.

Keadaan ini terus berlangsung sebagaimana rutinitas lain umumnya. Setiap pulang sore, Bende membantu mamanya sekiranya ada pekerjaan yang belum tuntas tertangani. Biasanya pekerjaan rutin yang dilakukan Bende adalah cuci piring dan siapkan masakan untuk makan malam. Itupun kalau menurut penilaian mamanya anak perempuannya tidak terlalu lelah. Tapi kalau nalurinya mengatakan anak perawan satu-satunya lelah, maka ia justru melarangnya kerja. “Biar mama sa yang beken. Son usa pegang, barenti sa – Biar mama saja yang selesaikan. Tidak usah dikerjakan, istirahat saja.” Nasihat mama kalau dia kelihatan lelah sekali.

Sampai suatu ketika mamanya memperhatikan secara saksama gerak-gerik anak manisnya. Lalu naluri keibuannya sebagai mama yang melahirkannya berkata lain. Ada yang tidak beres, dia membatin. Dengan penuh kasih sayang dia berbicara serius dengan Bende. Dan dengan penuh hormat pula dia meresponi mamanya.

Setelah mengetahui hal ihwalnya, mama naik pitam dan membentak. Bende yang dibentak terhenyak lalu menjawab: “Andia jang kasi katong GTO – makanya jangan biarkan kami GTO.”

Ko kanapa deng GTO – memangnya ada apa dengan GTO?” Jawab mamanya ketus dalam nada tanya.

Ho GTO to. – Iyalah GTO. Gara-gara tukang ojek!” Sambar nakal Lexy John, sang adik tak sabar yang kebetulan berada di balik pintu lalu kabur menghilang.





Yolis Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Jumat, 8 Mei 2020 (14.22 wita)

Comments

  1. mantap om yolis. pekenalkan kebiasaan hidup orang kupang

    ReplyDelete
  2. Makasi bapa, sangat betul
    Kebiasaan orang kupang walaupun sangat berbahaya dan melanggar peraturan tapi tetap saja diabaikan

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih ßudah membaca n tinggalkan komentar. Kalau kurang baik n membahayakan, jangan dilakukan.

      Delete
  3. Terima kasih Bapak informasinya sangat bermanfaat terkadang banyak orang menggangap hal ini.. Padahal hal ini bisa membahayakan keselamatan Nyawa.
    Untuk hal mendesak terkadang orang memilih untuk melakukan hal tersebut apabila jarak yang ditempuh jauh dan kendaraan yang di gunakan hanya satu. Maka, terpaksa mereka melakukan hal tersebut.

    #Sukses terus bapak..🙏😇

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

TEACHER

BERIRING

AKU ADA SEBAGAIMANA AKU ADA KARENA MEREKA ADA BAGIKU