BELAJAR DARING

Pandemi covid-19 telah mengubah banyak hal dalam kehidupan pribadi, kelompok maupun berbangsa dan bernegara. Ia telah sukses mengubah tatanan sosial dengan mengacak-acak kebiasaan yang sudah terinternalisasi. Ia tak tanggung-tanggung memporak-poranda paradigma yang sudah berakar kuat di pikiran setiap insan. Ia dengan tangan besi mengendalikan roda kehidupan seluruh dunia.

Tatanan yang berubah drastis adalah belajar mengajar dan bekerja dari rumah menggunakan media telekomunikasi canggih. Daring. Selama berabad-abad sejak dunia dijadikan, belajar mengajar pasti berlangsung di kelas, sekolah. Kini, guru menyampaikan materi daring. Siswa menerima dan mengerjakan tugas daring. Memberi dan menerima nilai daring. Pengumuman kenaikan kelas dan kelulusan daring. Demikian juga kerja. Kepala memberi komando kepada bawahannya untuk selesaikan pekerjaan daring. Karyawan menerima, menyelesaikan dan menyerahkan tugas daring. Semuanya daring. Selalu daring.

Daring menjadi sesuatu yang difavoritkan. Daring seolah pribadi yang menjadi rebutan. Dia menjelma menjadi serupa kembang desa yang diserbu kumbang dari segala arah mata angin. Dia terus menggoda siapa saja untuk menjadikannya primadona. Dia berubah menjadi komoditi yang bernilai ekonomis tinggi. Daring terus berdering. Daring tak pernah kering. Walau ia sering bikin orang keriting, ia penting.

Apakah daring bisa menyelesaikan segala hal? Adakah daring sanggup memenuhi segala keperluan? Tergantung. Mau dari sisi mana ia dibutuhkan? Okelah, coba kita urai satu-satu. Coba kita telisik. Kita telisik saja dari segi pendidikan saja. Soal pekerjaan, biarlah itu menjadi kajian teman-teman lain yang lebih kompeten. Saya ingin meneropong galaksi pendidikan, secara khusus tentang belajar mengajar saja.

Belajar daring menyenangkan. Rileks. Tidak dikejar waktu. Yang belajar dan mengajar mengatur waktu sendiri-sendiri. Kecuali kalau sedang bertatap muka langsung tak langsung maka waktunya harus bersamaan. Tapi kalau memberikan atau mengerjakan tugas waktunya sangat fleksibel. Tempatnya pun fleksibel. Bisa mengerjakannya di waktu pagi, siang, sore atau malam. Bisa sembari nonton telenovela. Bisa sambil dengar musik. Mengerjakannya bisa di ruang belajar, ruang tamu, di kamar tidur, di taman. Di mana saja asal ada sinyal. Itu dilihat dari segi teknisnya.

Lain lagi dari segi konten pembelajaran. Materi pembelajaran yang teoretis, siswa hanya mengambil buku atau berselancar di dunia maya lalu mencocokkan dengan soal-soal yang diberi dan kirim daring. Bila ada yang ingin berkonsultasi tentang apapun solusinya bisa diperoleh daring. Bisa dengan diketik lalu kirim. Atau bertatap muka, bercakap-cakap dan masalahnya bisa teratasi dalam waktu sekilas. Itu adalah hal-hal yang sifatnya teoretis.
Bagaimana dengan yang paktis yaitu pembelajaran dengan perbuatan. Yaitu pembelajaran dengan gerak fisik dominan. Semisal, musik, seni tari, lukis, kegiatan olahraga? Seni musik, katakanlah gitar. Guru bisa merekam di video cara membentuk chord, cara memetik, dan lain-lain. Singkatnya, cukup memperlihatkan bagaimana tangan kiri melakukan tugasnya demi menghasilkan nada-nada harmonis. Demikian juga bagaimana tugas tangan kanan. Guru cukup menyorot kedua komponen itu lalu kirim ke siswa. Mereka akan mampu mengikuti dengan baik.

Seni tari, seni lukis pun tidak jauh berbeda. Masing-masing pengampu mata pelajaran dapat memperlihatkan apa yang menjadi fokus, apa yang ingin dikuasai anak. Maka guru yang bersangkutan dapat mengambil gambarnya lalu dikirimkan ke semua siswa, dan mereka akan mampu menirukan tanpa halangan berarti. Kalau pun ada, hanya hambatan-hambatan kecil saja seperti sinyal, dan hal lain yang sejenis itu. Hal yang berhubungan dengan perangkat teknologi.

Kelompok pembelajaran teori dan praktik seperti yang saya uraikan tadi tidak terlalu mendatangkan risiko yang vatal. Pelajaran teori kalau salah menjawab, nilai jelek atau nol. Musik, bila siswa salah memainkan chord, nadanya menjadi sumbang dan tidak nyaman dinikmati. Tari, kalau salah mengimplementasi gerakan akan terlihat kaku, tidak luwes dan tidak memberi keindahan yang sesungguhnya. Lukis, bila keliru mengekspresikannya maka akan kehilangan daya tarik untuk dinikmati. Sederhanya, bila salah maka orang tidak bisa menikmati hasilnya dengan rasa yang optimal.

Bagaimana dengan olahraga? Olahraga adalah mata pelajaran yang lebih banyak perlakuannya atau kegiatan fisik dibanding teori. Karena tujuan utama mata pelajaran ini adalah meningkatkan kesegaran jasmani siswa. Dengan kesegaran jasmani yang prima mereka diharapkan mampu mengerjakan menyelesaikan mata pelajaran lainnya dengan baik. Dalam mata pelajaran olahraga ada atletik, permainan, senam dan olahraga air (akuatik). Dari keempat komponen ini, senam dan olahraga air atau akuatik memiliki risiko paling tinggi. Sehingga dalam pelaksanaannya, guru harus selalu ada, memperhatikan dan mengarahkan agar tidak menemui risiko dimaksud.

Sekarang bagaimana pembelajaran daring untuk olahraga yang saya sebut berisiko vatal? Barangkali ada pembaca yang berpikir berseloroh, teori saja juga bisa. Sangat bisa. Tapi tujuannya jadi berubah, meleset dari sasaran. Tujuan utama pembelajaran olahraga di tingkat pendidikan dasar dan menengah adalah peningkatan kesegaran jasmani. Untuk mendapatkan kesegaran jasmani yang prima hanya dengan melakukan gerakan-gerakan terarah tidak bisa dengan berteori. Siswa harus bergerak secara fisik. Bukan penguasaan teori keolahragaan. Jadi? Mari renungkan dan beri solusi terbaik untuk kemajuan anak bangsa. 

Akhirnya kesimpulan sementara, daring belum dapat menyelesaikan semua permasalahan belajar mengajar seperti yang diharapkan. Memang masih ada kekurangan yang perlu terus diperbaharui sesuai permasalahan yang ditemui seturut kemajuan berpikir manusia. Belajar daring hanya mengasah aspek kognitif saja. Motorik sangat sedikit prosentasinya. Ranah afeksi tidak tersentuh. Padahal pendidikan bertujuan membangun pribadi yang utuh. Pribadi yang utuh artinya aspek kognitif, afektif dan psikomotor dibangun secara simultan. Yang satu tidak perlu dinomorsatukan dan yang lain jangan diabaikan. Sebab dari ketiga aspek inilah teletak kekuatan setiap insan, sumber daya manusia.   

Yolis Y. A. Djami (Tilong-Kupang, NTT)
Senin, 18 Mei 2020 (13.33 wita)

Comments

Popular posts from this blog

TEACHER

BERIRING

AKU ADA SEBAGAIMANA AKU ADA KARENA MEREKA ADA BAGIKU