SI ITEM
Si Item adalah
panggilan akrab tiga sekawan, the three
musketeers, selama mereka masih bersama-sama di Tangerang, mengajar. Mereka
disebutpanggil si Item karena memang ketiga-tiganya tidak ada yang memiliki
kulit warna terang, apalagi putih. Semua gelap. Ketika saling mencari, ini yang terucaptanyakan:
“Si Item, mana?” Atau ketika menanyakan orang lain tentang salah satu dari mereka,
pertanyaan yang sama yang akan dilontarkan: “Si Item, mana?”
Tiga Item sekawan ini
pernah mengajar di sekolah yang sama, Sekolah Harapan Bangsa. Satu guru musik,
yang dua lagi guru olahraga. Si Item guru musik berasal dari Ambon. Si Item guru
olahraga satu asli Tangerang. Dan si Item guru olahraga dua berasal dari Timor.
Ketiganya memulai
persahabatannya dengan konflik.
Si Item guru olahraga
satu yang asli Tangerang merasa posisinya terancam dengan kedatangan si Item guru
olahraga dua yang berasal dari Timor. Dia bertanya pada rekan guru lainnya:
“Itu siapa, ngajar apa? Jawab yang
ditanya: “Guru baru, ngajar olahraga!
Kenapa?” Responnya: “Petantang petenteng amat!” Kondisi ini berlangsung lebih
dari dua bulan kedua Item guru olahraga ini tidak saling berbicara akrab yang
karib. Bicara hanya sekedar sebagai perlambang ada kehidupan dan komunikasi.
Padahal sesungguhnya tak ingin bicara.
Sedangkan si Item guru
musik pelit bicara, pelit ilmu, senang menyendiri di ruang musik, tidak
perdulian. Suatu saat sehabis mengajar olahraga si Item dari Timor melewati
ruangannya. Ia sedang duduk membelakangi pintu, mengerjakan sesuatu. Si Item Timor
mengetuk pintu, masuk dan duduk di kursi piano yang persis di belakangnya. Setelah
duduk, ia mengamati dan menekan tuts-tuts putih piano yang dibalut kotak kayu
hitam yang kokoh. Sebagai sesama Item dari Indonesia Timur, mereka memiliki
kode etik tidak tertulis saat menyapa. Kata si Timor: “Bung, gimana cara main piano?” Tanpa berbalik,
masih dengan punggung membelakang ia menjawab dengan tidak rela: “Lu pencet aja!”
Mereka sama-sama
saling menceritakan pengalaman batin menjengkelkan itu kala awal-awal berjumpa
saat menikmati santap siang di warung kampung belakang sekolah. Tidak ada
komplen. Tidak perlu klarifikasi dan pembelaan diri. Mereka biarkan
cerita-cerita itu berlalu begitu saja, dan mereka jadikan semacam bahan ujian.
Yaitu bahan ujian mental. Dan ketiganya yang si item, sama-sama melewati ujian
itu tanpa luka batin. Justru sebaliknya menjadi kekayaan batin yang semakin
mempererat persahabatan mereka.
Weting
tresno jalarang soko kulino adalah filosofi Jawa yang
kira-kira bermakna: Rasa suka dan cinta itu terbangun karena seringnya bertemu.
Begitulah si item tiga sekawan. Sekalipun awalnya ada ketidaksukaan tapi karena
seringnya bertemu, persahabatan mereka terbangun abadi dari sehari ke sehari.
Dari persahabatan itu mereka bertiga merancang dam menyelenggarakan sebuah
kegiatan yang sangat membanggakan, baik secara pribadi maupun secara institusi,
sekolah. Yaitu mereka merancang dan menyelenggarakan sebuah festival dan workshop musik. Sebuah kegiatan yang
mendatangkan pembicara tunggal yaitu Idang Rasyidi, sang pianis jazz papan atas
Indonesia kala itu. Ini terjadi di awal tahun 1999 seusai kerusahan Mei 1998 akibat
tumbangnya Rezim Orde Baru.
Persahabatan si Item tiga
sekawan yang dibangun di atas fondasi ketulusan dan dipupuk rasa kebersamaan yang
kuat sehingga selalu ada pertanyaan: “Si Item, mana?” Pertanyaan yang mewakili
rasa kehilangan dan rasa ketidaklengkapan serta rasa ketidakutuhan. Pertanyaan
itu tidak akan pernah lagi terdengar karena mereka telah terpisah ruang dan
waktu yang membentang. Si Item guru musik di Cirebon. Si Item guru olahraga
satu di Tangerang. Si Item guru olahraga dua berada di dunia entah berantah.
Masih adakah momen untuk saling melontar tanya: “Si Item, mana?” Entah!
Kisah si Item ini
mengingatku pada sosok Papa dan Mama yang selalu bersama-sama selama enam puluh
Sembilan tahun usia pernikahannya. Ketika salah satu tidak ada di samping selalu
terlontar kalimat yang sama: “Papa mana? Mama mana?” Mereka kini telah
berada dalam keabadian kekal yang terpisah ruang dan jarak dengan kami
anak-anaknya.
Yolis Y. A. Djami (Tilong-Kupang)
Sabut, 25 April 2020 (16.36 wita)
Very interested......
ReplyDeleteThanks a lot for your comment. Gb!
Delete