PETAKA YANG JENAKA
Waktu itu sekitar jam 09.00 pagi di
lapangan basket milik sekolah. Lapangan ini merupakan satu-satunya sarana terluas
tempat berlangsungnya berbagai aktivitas di SMP/SMA Tunas Karya Kelapa Gading,
Jakarta Utara: Untuk bermain, berolahraga, dan kegiatan lain yang melibatkan
banyak orang. Lapangan ini harus digunakan secara bergantian oleh SMP dan SMA.
Keduanya berada di dalam satu gedung yang sama, hanya beda lantai; SMP
menggunakan lantai 1 dan 2, sedangkan SMA menggunakan lantai 3.
Saat itu saya mengajar siswa kelas 11
IPA. Sebagai guru olahraga, setelah mengatur barisan, mengabsen, pemanasan dan
sedikit pengarahan sebagai pendahuluan, saya membagi mereka ke dalam dua
kelompok sesuai jenis kelamin. Kelompok laki di salah satu ring dan kelompok
perempuan di ring yang lainnya.
Setelah berbentuk kelompok dan telah
menempati ring masing-masing, saya memanggil salah seorang siswa yang memang
paham tentang basket dan juga memiliki kelebihan yang mendatangkan respek untuk
diteladani siswa lainnya. Saya memintanya mendampingi salah satu kelompok dalam
kurun tertentu, sementara saya memberi materi pada kelompok lainnya untuk
dipraktikkan. Kemudian kami bergantian. Dia menemani dan mengawasi kelompok
yang sudah saya beri materi dan sedang melakukannya, sedangkan saya akan
menyampaikan materi latihan di kelompoknya untuk selanjutnya dipraktikkan
seperti kelompok sebelumnya.
Kepada siswa yang menjadi asisten, Benny, saya
sampaikan: “Nak, tolong temani anak laki sementara saya menjelaskan ke anak
cewek. Lalu nanti kamu temani anak cewek agar saya biasa jelaskan kepada
anak-anak laki. Bisa?”
“Bisa, Pak!” katanya tanpa ragu.
Kepada kelompok laki dan perempuan, saya
katakan: “Nanti di tengah latihan, kalau kalian mendengar bunyi peluit artinya
semua berkumpul di pinggir lapangan untuk rehat dan minum. Dan usahakan supaya
Benny berada di tengah-tengah. Paham, ada pertanyaan?”
“Paham. Cukup jelas, Pak.” Jawab mereka
kompak.
Semua siswa telah berkumpul dan bersila
di pinggir lapangan untuk rehat dan minum dengan posisi Benny di tengah-tengah.
Saya duduk di kursi dalam jarak tertentu agar siswa bisa jelas melihat saya dan
sebaliknya, saya dapat mengawasi mereka dengan baik. Momen seperti ini selalu
saya manfaatkan dalam setiap mengajar untuk memberi koreksi dan masukan tentang
latihan mereka untuk kemudian mereka akan kembali untuk bermain, game.
Ketika saya sedang berbicara, tiba-tiba
saja, dengan satu komando dan kekompakan yang apik serta gerakan cepat terukur,
mereka mengguyur Benny yang tak mampu kabur karena terperangkap di
tengah-tengah kerumunan dengan macam-macam minuman di tangan. Ada air mineral, teh,
juga minuman warna-warni bersoda. Dalam situasi tidak menyenangkan bagi Benny
itu, mereka berseru dengan merdu: “Happy
birthday to you, happy birthday Benny….”
Spontan saya mendekati, menyalaminya
sambil berucap: “Selamat ulang tahun, orang muda, Tuhan memberkati
berlimpah-limpah dalam setiap langkah hidupmu.” Akhirnya, semua siswa dalam
barisan tanpa komando, satu persatu menyalaminya dengan ekspresi masing-masing.
Kejadian ini berlangsung di sekitar tahun 1992-1993. Sebuah kala yang tak akan
terlupakan buat saya dan para siswa, terkhusus Benny. Semoga dia – yang entah
jadi apa di mana sekarang – masih menyimpan petaka jenaka yang membahagiakan itu.
Semoga!
Yolis Y. A. Djami (Tilong-Kupang)
Senin, 6 April 2020 (12.31 wita)
Yolis Y. A. Djami (Tilong-Kupang)
Senin, 6 April 2020 (12.31 wita)
Comments
Post a Comment