JENGKOL

Saya mengenal jengkol ketika pertama masuk Jakarta tahun 1982 silam. Lauk yang tidak bisa dan tak mau saya cicipi karena aroma "terapinya" yang secara "kejam" menohok indra penciuman siapapun di dekatnya.

Karena pengalaman itu, selama saya menjadi salah satu anggota masyarakat Jakarta tak pernah saya bersahabat dengannya.

Teman2ku memprovokasi saya dengan segala cara, namun saya tetap bergeming tak menyentuhnya. Kalau kata orang Kupang: "Son nodek memang!" Artinya cuek banget sama jengkol yang bikin dongkol.

Tapi bulan lalu, awal corona menyeruak saya "mengundangnya" bersemayam di dalam diri saya.

Cerita begini. Teman saya di Kupang ini orang Sunda asli asal Bogor. Setelah berkali2 saya ceritakan bagaimana ketidaksukaan saya sama jengkol dia bilang: "Kalau saya yang olah Anda akan ketagihan." Dengan penasaran saya mencobanya saat saya diundang. Dan tahukah teman apa yang terjadi? Saya menyesal sejadi2nya karena enak bangeeet. Dalam hati: "Kenapa gak dari dulu ja?" Uh....

Tilong-Kupang, 12 April 2020 (16.35 wita)

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

TEACHER

BERIRING

AKU ADA SEBAGAIMANA AKU ADA KARENA MEREKA ADA BAGIKU